1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
TerorismeAsia

Strategi Terbaru Teror ISIS di Afganistan

Kersten Knipp
28 April 2022

Dengan serangkaian serangan terhadap penganut Syiah, ISIS di Afganistan ingin menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan dan mengubahnya kembali jadi basis jihad.

https://p.dw.com/p/4AViJ
Ledakan di Kabul, Afganistan
Ledakan di Kabul, Afganistan pada 19 April 2022Foto: Wakil Kohsar/AFP

Serangkaian pengeboman yang terjadi di bulan April oleh afiliasi ISIS di Afganistan yang menyebut diri sebagai "Negara Islam di Khorasan" (IS-K), telah menyebabkan banyak korban tewas dan terluka. Teror ini menunjukkan bahwa Taliban tidak bisa memenuhi klaim mereka untuk bisa memberikan lebih banyak rasa aman. Taliban ternyata tidak mampu membendung serangan kelompok jihadis di negara itu.

IS-K direkrut dari lingkungan yang berbeda, kata ilmuwan politik Asiem El-Difraoui yang telah menulis sejumlah buku tentang jihadisme internasional. Para anggotanya termasuk mantan anggota Taliban yang percaya ideologi mereka tidak cukup radikal. Selain itu ada juga sejumlah orang dari Arab, Taliban Pakistan (Tehreek-e-Taliban), dan warga negara bekas Uni Soviet seperti Uzbekistan dan Tajikistan.

"Organisasi ini didirikan oleh para militan yang punya kontak sangat erat di Irak dan Suriah," kata Difraoui, salah satu pendiri lembaga think tank Candid Foundation.

Tujuan ISIS yakni mendirikan bentuk pemerintahan khilafah di sebanyak mungkin negara. Agenda ini menempatkan mereka sangat kontras dengan Taliban yang ingin membatasi kekuasaan mereka di Afganistan.

"Mereka telah menyatakan bahwa tidak ada lagi jihad global yang berasal dari Afganistan, seperti misalnya dalam serangan teroris 11 September 2001," kata Difraoui.

Selain itu ada interpretasi yang lebih radikal tentang Islam di ISIS. "Mereka mutlak melarang musik, juga berlaku di ranah pribadi, pemisahan berdasarkan jenis kelamin bahkan lebih radikal daripada Taliban."

Bahaya yang kian bertumbuh

Ancaman yang ditimbulkan oleh IS-K kemungkinan akan terus tumbuh dalam beberapa bulan mendatang. Demikian menurut laporan oleh Komando Regional Amerika Serikat (AS) untuk Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia Tengah (CENTCOM) yang ditujukan bagi Senat AS.

Ketika situasi ekonomi dan krisis kemanusiaan di Afganistan memburuk, bagian dari penduduk yang terkena dampak dapat semakin rentan terhadap perekrutan IS-K, menurut laporan itu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga berpendapat senada. "Kelompok teroris di Afganistan punya lebih banyak kebebasan dibandingkan pada masa kapan pun dalam sejarah baru-baru ini," kata laporan untuk Dewan Keamanan PBB.

Selain Afganistan, IS-K juga menargetkan negara tetangga Pakistan. Di sana, sedikitnya 64 orang tewas dalam serangan terhadap sebuah masjid Syiah pada awal Maret lalu. Pelaku adalah warga negara Afganistan yang tinggal di Pakistan. Menurut seorang sumber Pakistan, pelaku sebelumnya kembali ke negaranya guna mempersiapkan serangan itu. 

Di Afganistan, kaum Syiah yakni tepatnya Hasara Syiah juga menjadi sasaran IS-K. Anggota kelompok tersebut telah berulang kali diserang dalam beberapa bulan terakhir.

Dibayangi ancaman perang saudara

IS-K ingin mencapai beberapa tujuan mereka dengan menyerang kelompok Hasara Syiah. Menurut sebuah studi oleh lembaga penelitian Amerika Wilson Center, mereka ingin tampil sebagai kelompok yang paling gigih dan mendapatkan anggota baru yang bengis. Pada saat yang sama, IS-K mencoba untuk melemahkan legitimasi Taliban dengan serangan tersebut, kata Asiem Difraoui.

"Taliban mengampanyekan diri mereka dengan argumen keselamatan publik. Banyak orang Afganistan, bahkan yang secara ideologis tidak terlalu dekat dengan mereka, berharap bahwa negaranya akan menjadi lebih aman. Mereka berharap, misalnya, dapat melalui jalan raya dengan aman dan kembali bertani tanpa menghadapi ranjau, serta tidak lagi harus menanggung kehancuran desa mereka. Dan justru keamanan inilah yang coba dicegah oleh IS dengan segala cara, sehingga merusak legitimasi Taliban."

Pada akhirnya, IS-K mencoba memecah belah masyarakat. "Mereka menyerang kaum Syiah untuk menciptakan suasana perang saudara. Dalam hal ini, situasinya sebanding dengan yang terjadi di Irak pada tahun 2003."

Situasi juga semakin memburuk karena AS hanya mampu mengamati kelompok-kelompok jihad secara terbatas sejak menarik pasukannya dari Afganistan. Juga tidak jelas sejauh mana kerja sama dengan Taliban dapat dilakukan, misalnya dalam hal menyampaikan informasi intelijen tentang kelompok-kelompok jihad ini.

Untuk saat ini, menurut studi Wilson Center, Taliban harus mengandalkan kekuatan mereka sendiri. Mengingat keadaan ekonomi yang memburuk, tantangan ini tidak malah jadi berkurang. "ISIS bisa menjadi faktor pengganggu yang sangat besar," ujar Asiem Difraoui.

ae/pkp