1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikKorea Selatan

Korsel Umumkan Rencana Kompensasi Korban Kerja Paksa Jepang

6 Maret 2023

Dana ini diperuntukkan sebagai kompensasi kepada warga Korea yang memenangkan tuntutan hukum terhadap perusahaan Jepang yang telah memperbudak mereka selama 35 tahun masa penjajahan Jepang di Semenanjung Korea.

https://p.dw.com/p/4OIMR
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida
Sejak menjabat, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol (kiri) telah mendukung upaya perbaikan keluhan sejarah kelam dengan JepangFoto: Ahn Jung-won/Yonhap/AP/picture alliance

Korea Selatan (Korsel) pada hari Senin (06/03) mengumumkan rencana pemberian dana kompensasi kepada para korban kerja paksa saat masa penjajahan Jepang.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Park Jin mengatakan dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan di televisi, bahwa para korban ini akan diberikan kompensasi melalui yayasan lokal yang akan didanai oleh sumbangan para warga sipil. Dia menambahkan bahwa Korea Selatan dan Jepang kini berada di "jendela peluang baru" untuk mengatasi sengketa masa lalu.

Sejak menjabat pada bulan Mei tahun lalu, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol telah mendukung perbaikan hubungan terkait keluhan sejarah kelam penjajahan Jepang.

Baik Korea Selatan maupun Jepang, keduanya merupakan sekutu Amerika Serikat di kawasan Asia. Washington juga telah mendesak kedua negara tersebut untuk memperbaiki hubungan agar ketiganya dapat bekerja sama dalam melawan ancaman nuklir Korea Utara.

Mengapa hubungan antara Korea Selatan dan Jepang memburuk?

Meskipun Korsel dan Jepang memiliki hubungan yang erat secara ekonomi dan budaya, ketegangan di antara keduanya telah meningkat akibat permasalahan yang berasal dari masa pendudukan Jepang di Semenanjung Korea antara tahun 1910 hingga 1945.

Ketegangan memuncak pada tahun 2018, ketika pengadilan Korea Selatan memerintahkan dua perusahaan Jepang, Nippon Steel dan Mitsubishi Heavy Industries, untuk memberikan dana kompensasi kepada warga Korea yang telah bekerja paksa untuk Jepang.

Namun, kedua perusahaan dan juga pemerintah Jepang telah menolak tuntutan Korsel tersebut, dengan alasan bahwa semua masalah dana kompensasi telah diselesaikan pada tahun 1965 ketika kedua negara memulihkan hubungan bilateralnya.

Perselisihan ini mendorong kedua pemerintahan untuk menurunkan status perdagangan masing-masing. Seoul juga membatalkan perjanjian intelijen militer mereka dengan Jepang.

Pembicaraan terus berlanjut di balik layar

Awalnya, Korea Selatan meluncurkan rencana pembentukan yayasan tersebut sebagai cara untuk memberikan dana kompensasi kepada para mantan pekerja paksa, pada bulan Januari lalu.

Kedua negara juga telah melanjutkan diskusi dalam beberapa bulan terakhir untuk menyelesaikan perselisihan atas putusan pengadilan tersebut.

Media Korea Selatan melaporkan bahwa poin utama yang menjadi perdebatan adalah apakah kedua perusahaan Jepang itu harus menyumbangkan dana kepada yayasan Korea Selatan untuk memberikan kompensasi kepada para korban kerja paksa tersebut.

Namun, ketika diumumkan pada Januari silam, rencana itu menghadapi reaksi keras dari para korban dan keluarga mereka.

"Ini adalah kemenangan penuh oleh Jepang, yang telah mengatakan tidak dapat membayar satu yen pun untuk masalah kerja paksa itu," tegas pengacara untuk beberapa korban, Lim Jae-sung, dalam sebuah posting di Facebook pada hari Minggu (05/03), mengutip laporan media.

Pada hari Senin (06/03), Park Jin mengatakan bahwa menurutnya yayasan tersebut adalah "kesempatan terakhir," dan menambahkan bahwa "jika kita membandingkannya dengan segelas air, (saya) berpikir bahwa gelas itu sudah terisi lebih dari setengahnya."

"Kami berharap gelas itu akan terisi penuh di masa mendatang berdasarkan tanggapan tulus dari Jepang," tambahnya.

kp/hp (Reuters, AP)