1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Adidaya Dunia Cari Cara Berdiplomasi dengan Taliban

4 September 2021

Ketika Cina giat mendukung Taliban, Rusia dan Uni Eropa menunjukkan kehati-hatian. Presiden Putin bahkan menyaratkan penguasa baru Afganistan itu harus lebih dulu menunjukkan perilaku “beradab” sebelum bisa diakui.

https://p.dw.com/p/3zryz
Pemimpin Taliban, Abdu Ghani Baradar (ka.) memimpin delegasi dalam kunjungan di Moskow, Rusia, 19 Maret 2021
Pemimpin Taliban, Abdu Ghani Baradar (ka.) memimpin delegasi dalam kunjungan di Moskow, Rusia, 19 Maret 2021Foto: Sefa Karacan/AA/picture alliance

Hanya beberapa jam setelah Mayor Jendral Chris Donahue menaiki pesawat evakusi sebagai serdadu terakhir Amerika Serikat yang meninggalkan Kabul akhir pekan lalu, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengumumkan pihaknya "menginginkan hubungan baik dengan AS dan dunia,” kata dia. 

Namun uluran tangan para Talib ditanggapi secara hati-hati. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Taliban harus terlebih dahulu berlaku layaknya bangsa "beradab,” sebelum diterima oleh dunia internasional.

"Secepatnya Taliban memasuki keluarga bangsa-bangsa beradab, katakan lah begitu, semakin mudah untuk menjaga kontak, komunikasi atau untuk dipengaruhi dan ditanyai,” kata dia dalam sebuah sesi di Forum Ekonomi Timur di Vladvostok, Jumat (3/9).

"Rusia tidak berkepentingan atas Afganistan yang terpecah belah. Jika ini terjadi, tidak seorang pun di sana bisa diajak berbicara,” imbuhnya.

Moskow sudah memberikan isyarat kesediaan berdialog dengan Taliban. Kementerian Luar Negeri mengaku duta besarnya di Afganistan telah menemui perwakilan Taliban beberapa hari setelah kejatuhan Kabul. 

Prosentase populasi Afganistan yang terancam kelangkaan air (Sumber: FAO)
Prosentase populasi Afganistan yang terancam kelangkaan air (Sumber: FAO)

Eropa buka kantor perwakilan

Pada Jumat (3/9), Rusia mengumumkan telah menghubungi calon pejabat pemerintah di Afganistan, lapor kantor berita RIA, yang mengutip duta besar di Kabul. Dmitriy Zhirnov. Dia menegaskan pihaknya tidak berniat memasok otoritas baru Afganistan dengan senjata atau perlengkapan militer lain.

Sementara itu, Uni Eropa sedang mempertimbangkan perwakilan tetap di Kabul untuk mengoordinasikan kerjasama dengan Taliban. Dalam sebuah keterangan pers, Wakil Presiden Komisi Eropa, Josep Borell, mengatakan, kantor bersama itu akan mewakili semua negara anggota.

"Kami memutuskan untuk mengkoordinasikan komunikasi dengan Taliban, antara lain melalui perwakilan bersama Uni Eropa di Kabul, jika situasi keamanan memenuhi syarat,” kata dia setelah bertemu menteri-menteri luar negeri UE, Jumat (3/9).

Sebelumnya Dewan Keamanan PBB telah memberikan syarat bagi dukungan atas kekuasaan Taliban. Ia antara lain berupa kewajiban memerangi terorisme, terutama mengakhiri hubungan dengan al-Qaeda, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan membentuk pemerintahan "inklusif” dengan "partisipasi perempuan yang setara dan menyeluruh.” Taliban juga didesak membuka pintu emigrasi bagi warga Afganistan.

Negara adidaya bermain mata

Ketika sikap adidaya lain dipenuhi keraguan, Cina sebaliknya memastikan akan tetap membuka kedutaan besarnya di Kabul dan bahkan menambah bantuan bagi Afganistan, "terutama untuk perawatan Covid-19,” menurut juru bicara Taliban, Suhail Shaheen.

Hal itu dijanjikan dalam sebuah "pembicaraan telepon, antara Wakil Menteri Luar Negeri Wu Jianghao,” dan Abdul Salam Hanafi, pejabat politik Taliban di Doha, Qatar, klaimnya via Twitter. 

Ketika dikonfirmasikan, Kementerian Luar Negeri di Beijing membenarkan kedutaannya di Kabul "beroperasi secara normal,” dan berfungsi sebagai "kanal komunikasi antara kedua negara,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Wang Wenbin.

Meski demikian, Cina menetapkan daftar tuntutan yang sama kepada Taliban. "Kami berharap Taliban bisa membangun struktur politik yang inklusif dan terbuka, menjalankan kebijakan yang moderat dan stabil di dalam dan luar negeri, serta memutus hubungan dengan semua kelompok teroris,” imbuh Wang.

Beijing sejauh ini belum memberikan pengakuan resmi terhadap Taliban. Namun analis meyakini, Cina akan banyak diuntungkan jika Taliban bersedia meredam potensi dukungan jaringan teror Afganistan terhadap pemberontakan kaum Islamis di Xinjiang.

rzn/hp (afp, rtr)