1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikBosnia dan Herzegovina

Siapa Milorad Dodik yang Gelorakan Perpecahan Bosnia?

13 Januari 2022

Retorika perpecahan tak kunjung membisu di Bosnia Herzegovina, menyusul perayaan hari kemerdekaan Republik Srpska oleh kelompok etnis Serbia akhir pekan silam. Gelora separatisme itu digerakkan Milorad Dodik. Siapa dia?

https://p.dw.com/p/45RLX
Presiden Republik Srpska, Milorad Dodik
Presiden Republik Srpska, Milorad DodikFoto: Amel Emric/AP Photo/picture alliance

Dia pernah digambarkan oleh mantan Menteri Luar Negeri AS, Madeline Albright, sebagai seorang anti-nasionalis, sebagai "udara segar” di tengah trauma genosida yang masih kental di Bosnia. 

Ketika terpilih sebagai perdana menteri wilayah otonomi Republik Skrpsa pada 1998, Milorad Dodik, dianggap seorang reformis moderat, yang mengukuhkan pembagian kekuasaan antaretnis demi mendamaikan negeri di tepi Balkan itu.

Tapi usai kalah pemilu kepresidenan pada 2001, Dodik mulai diresapi gagasan separasi. Dia menyangkal pembantaian muslim Bosnia oleh etnis Serbia, atau mengumumkan bahwa "Bosnia yang dibentuk menurut kehendak,” Amerika Serikat dan Uni Eropa, sudah punah.

Minggu (9/1) silam, dia kembali menggelorakan perpecahan Bosnia dengan memperingati tanggal keramat, ketika warga etnis Serbia di Bosnia mendeklarasikan kemerdekaan pada 1992, dan memicu perang selama tiga tahun yang menewaskan hingga 100.000 orang. 

Perayaan 30 tahun deklarasi kemerdekaan Republik Srpska di Banja Luka, Bosnia Herzegovina,Minggu (9/2/22).
Milorad Dodik (2 dari ki.) merayakan 30 tahun deklarasi kemerdekaan Republik Srpska di Banja Luka, Bosnia Herzegovina,Minggu (9/2/22).Foto: Dejan Rakita/PIXSELL/picture alliance

Selebrasi kemerdekaan Republik Sprska sejatinya dilarang oleh Mahkamah Konstitusi di Bosnia. Tanggal 9 Februari dianggap bersifat diskriminatif, karena dipilih bertepatan dengan hari suci kaum Kristen Ortodoks Serbia. 

Perayaan kali ini melibatkan aparat kepolisian Bosnia yang dikuasai etnis Serbia. Di pusat kota Banja Luka, Dodik memimpin parade bersenjata di hadapan ribuan penduduk yang ikut berkumpul. Video-video di media sosial menampilkan hadirin ikut menyanyikan lagu-lagu perang, termasuk sebuah lagu yang merayakan pembantaian dan pengusiran warga non-Serbia dari kota-kota Republik Sprska di Bosnia. 

Diplomat dan pejabat Cina, Rusia, serta tetangga Serbia, dilaporkan ikut hadir sebagai tamu kehormatan.

Kecaman AS dan diplomasi Orban

Pemerintah Amerika Serikat menanggapi aksi Dodik dengan mendesak pemerintah pusat untuk menyelidiki perayaan terlarang yang mengglorifikasikan penjahat perang di Bosnia. 

"Kami mendesak otoritas yang berwenang untuk menginvestigasi insiden-insiden ini sesegea mungkin dan menyeret mereka yang bertanggungjawab,” kata seorang juru bicara Kemenlu di Washington, Selasa (11/1), seperti dilansir, AP.

Tentara Republik Srpska dalam perayaan 30 tahun Republik Srpska di Banja Luka, Minggu (9/11).
Tentara Republik Srpska dalam perayaan 30 tahun Republik Srpska di Banja Luka, Minggu (9/11).Foto: picture alliance/dpa/AP

"Amerika Serikat sangat mengkhawatirkan adanya laporan-laporan seputar ujaran kebencian, glorifikasi penjahat perang dan insiden provokatif terhadap warga Bosnia di Republik Sprska di sepanjang akhir pekan kemarin,” imbuhnya.

Permusuhan Washington ditanggapi Dodik dengan mempererat relasi dengan Rusia. Dia berulangkali mengungkapkan harapan, betapa Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban, bisa menjadi benteng baginya untuk melawan "tirani” demokrasi barat. 

Desember silam, Orban mengatakan Hongaria akan memblokir sanksi Uni Eropa terhadap Milorad Dodik dan kebijakan separatismenya, serta menyediakan dana bantuan bagi Republik Sprska senilai 100 juta Euro.

"Mereka tidak bisa hentikan saya.”

Setelah gonta-ganti menjabat presiden dan perdana menteri Repulik Sprska selama 15 tahun, pada 2019 silam Dodik dipilih sebagai Presiden Bosnia Herzegovina, yang juga meliputi etnis Bosnia dan Kroasia. 

Kekuasaan barunya itu diwarnai aksi ‘walkout', di mana Dodik menarik pegawai negeri beretnis Serbia dari semua institusi pemerintah pusat, sebagai protes ketika Perwakilan Tinggi PBB hendak mengharamkan penyangkalan genosida

Dia juga menyatakan tidak lagi menghormati keputusan lembaga internasional yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Perjanjian Dayton yang mengakhiri perang Bosnia. Berdasarkan kesepakatan damai itu, Kantor Perwakilan Tinggi berwenang membuat undang-undang atau memecat pejabat yang dianggap membahayakan keseimbangan etnis pascaperang.

November lalu, Dodik mulai giat mengkampanyekan ide pembentukan tentara Serbia di dalam Bosnia, serta membentuk sistem hukum dan perpajakannya sendiri. Dia menyebut warga etnis Bosnia sebagai "warga kelas dua” dan "kafir pengkhianat” yang menjual "keyakinan asli mereka (Kristen Ortodoks) demi sesuap nasi.”

Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan negara barat lain menuduh Dodik menghasut ketegangan antaretnis di Bosnia untuk mengalihkan perhatian publik dari praktik korupsi yang subur di kalangan kroni-kroninya. 

Tapi Dodik mengatakan sanksi barat tidak akan mengendurkan semangatnya "berjuang demi hak Republk Srpska.”

"Apapun yang mereka lakukan, mereka tidak bisa menghentikan saya,” katanya.

rzn/pkp (ap, rtr, afp)