1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertanian dan Peternakan di Lahan Gambut Jerman

Monika Sarre-Mock
29 Agustus 2021

Di daerah rawa di Freising, juga di Jerman selatan, pembasahan kembali lahan disertai dengan pengukuran dan pendataan ilmiah.

https://p.dw.com/p/3yKdf
Gambar menunjukkan padang rumput basah di Bayern, Jerman
Padang rumput basah di Bayern, JermanFoto: picture-alliance/H. Sollinger

Di kawasan rawa Schwäbisches Donaumoos di Jerman selatan kini juga dipelihara kerbau, seperti yang biasa ditemukan di Indonesia. Selain itu, di sini sekarang juga ada sejenis kuda poni yang disebut Exmoor-Pony. Dulu, kawasan rawa itu dikeringkan dan dijadikan lahan pertanian, sehingga melepas CO2 dalam jumlah besar. Tapi sejak kembali dijadikan lahan basah, dari kawasan gambut itu hanya terlepas sedikit CO2. Dua jenis hewan tersebut juga bisa tinggal di kawasan basah itu.

Tapi apakah petani tetap mendapat hasil pertanian cukup? Itulah yang sedang diusahakan ahli agraria Anja Schumann dari kelompok kerja ARGE Schwäbisches Donaumoos. Timnya ingin mencoba kemungkinan baru, dan perlu dukungan petani. 

"Awalnya para petani menentang ide rawa harus basah. 50 tahun lalu mereka harus mengeringkan rawa. Sekarang mereka sulit paham, mengapa harus basah. Tapi itulah yang penting bagi iklim.“ Anya Schumann menambahkan, ia dan timnya ingin mencari alternatif, di mana petani bisa membiarkan hewannya merumput di sini dan mendapat penghasilan.

Beternak kerbau di Jerman selatan

Christian Mayer   adalah salah seorang petani yang sudah berhasil diyakinkan. Ia bahkan sudah menambah jumlah kerbaunya di sini. Bisa dibilang itu kelewat berani. Tapi dia sudah melihat bahwa di kawasan padang rumput yang basah itu, hewan ternaknya ternyata merasa senang:

"Sapi perahan atau yang berwarna hitam putih mungkin tidak senang di sini. Sedangkan dengan kerbau, kami tidak menghadapi masalah sama sekali,“ kata Mayer. “Hewan merumput dengan baik, dan dagingnya bisa dijual dengan mudah. Tidak bisa dibandingkan dengan ras sapi yang biasa berkembang di sini.“

Untuk upaya perawatan lahan, Christian Mayer mendapat subsidi. Juga untuk pekerjaan memotong rumput di area yang tidak digunakan untuk penggembalaan.

Pembasahan lahan sekaligus untuk penelitian

Di daerah rawa di Freising, juga di Jerman selatan, pembasahan kembali lahan disertai dengan pengukuran dan pendataan ilmiah.

Ahli ekologi vegetasi Dr. Tim Eickenscheidt, menjelaskan, "Kami meneliti jumlah emisi CO2-nya. Kami menggunakan sistem yang otomatis mengukur jejak gas. Itu bisa dilihat dari semacam pembatas petak tanah yang ditanam ke dalam tanah, dan dilengkapi kubah di atasnya.“ 

Di dalam kubah itu, mereka mengukur, apakah gas, misalnya CO2 atau metana, bertambah atau berkurang. Berdasarkan itu, mereka memperhitungkan emisi CO2 bagi pengembangan tanaman tertentu, dengan ketinggian air tertentu.

Air tidak boleh terlalu tinggi. 10 sampai 15 cm di bawah permukaan tanah sepertinya ideal, sehingga sesedikit mungkin CO2 keluar ke atmosfir.

Kegunaan tanaman untuk isolasi dinding

Pada saat bersamaan, para ilmuwan meneliti, tanaman mana yang senang lahan basah dan paling menguntungkan untuk pertanian. Sekarang petani belum tahu, seberapa menguntungkannya panen rumput jenis Carex. Tapi jenis rumput Schilf jelas banyak penggunaannya.

"Rumput bisa dimakan. Jadi makanan pokok bagi hewan. Itu jelas akan kami coba. Itu juga makanan bagi bakteri di instalasi gas bio, yang memproduksi energi.“ Selain itu, rumput juga bisa digunakan untuk keperluan termal. Yaitu untuk dibakar, atau sebagai lapisan dinding. Misalnya, dari tumbuhan Rohrkolben, bisa dibuat bongkah berbentuk persegi empat, yang bisa membantu dinding untuk menahan suhu panas keluar di musim di dingin.

Ujicoba akan selesai 2022. Proyek penggunaan lahan rawa bisa jadi kesuksesan besar bagi pertanian dan perlindungan alam di Jerman, dan tentu juga bagi perlindungan iklim global. (ml/yp)