1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peringkat Kebebasan Agama Terendah, Pakistan Malah Kecam AS

25 Desember 2019

Islamabad menolak laporan tahunan AS yang menempatkan Pakistan ke dalam daftar negara dengan kebebasan beragama paling rendah di dunia. Laporan menuding negara terlibat dalam praktik diskriminasi terhadap kaum minoritas

https://p.dw.com/p/3VJN7
Aksi protes kelompok muslim garis keras yang menuntut agar Asia Bibi dihukum gantung, meski dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung Pakistan
Aksi protes kelompok muslim garis keras yang menuntut agar Asia Bibi dihukum gantung, meski dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung PakistanFoto: AFP/Getty Images/A. Hassan

Pakistan mengritik laporan departemen luar negeri  Amerika Serikat yang menempatkan negeri muslim tersebut ke dalam daftar negara dengan tingkat pelanggaran kebebasan beragama tertinggi di dunia. Pemerintah di Islamabad menilai proses penilaiannya berlangsung secara "mencurigakan."

"Pakistan menolak labelisasi sepihak dan acak," tulis Kementerian Luar Negeri di Islamabad pada Selasa (24/12). "Pengumuman itu tidak hanya terpaut jauh dari realita di lapangan, tetapi juga mempertanyakan kredibilitas dan transparansi dari keseluruhan proses."

Dalam laporan tahunan yang dipublikasikan pekan lalu, Departemen Luar Negeri AS menilai Pakistan termasuk negara-negara, di mana hak kelompok minoritas untuk menjalankan ajaran agamanya dibatasi secara sistematis dan terus menerus. Sejumlah produk hukum yang kerap digunakan secara terarah terhadap kaum minoritas, seperti hukum penodaan agama termasuk yang dijadikan alasan.

Baca juga:"Ibu Meiliana, Maafkan Aku" - Ekspresi Muram Saksi Ahli Kasus Penistaan Agama 

Hukum kontroversial "penistaan agama"

Salah satu kasus yang paling mencolok adalah tuduhan sesat penistaan agama terhadap perempuan Kristen bernama Asia Bibi. Dia harus mendekam di sel khusus tahanan selama delapan tahun sebelum Mahkamah Agung membebaskannya dari semua tuduhan tahun lalu.

Meski dinyatakan tidak bersalah, pemerintah Pakistan di bawah PM Imran Khan sempat mencekal Asia dari berpergian ke luar negeri. Kini dia mengungsi dan tinggal di Kanada bersama keluarganya.

Perempuan Pakistan Lawan Dominasi Pria

Pekan lalu seorang professor bernama Junaid Hafeez divonis hukuman mati atas dakwaan penistaan agama. Sejak kasusnya bergulir 2013 silam, Junaid mendekam di sel terpisah di penjara. Kuasa hukumnya dibunuh orang tak dikenal pada 2014. Semua itu terjadi karena Junaid menulis pemuka agama memiliki reaksi linear atas kritik yang dapat mengusik otoritas mereka, yakni lewat pemberangusan kebebasan berpendapat.

Komisi Kebebasan Beragama Internasional di Kongres AS juga melaporkan, sebanyak 40 orang yang didakwa menistakan agama saat ini sedang menunggu eksekusi mati di Pakistan.

Pemerintah di Islamabad juga mendulang kecaman, seputar praktik kontroversial pemaksaan terhadap perempuan Hindu atau Kristen untuk pindah agama ketika menikah dengan pria muslim. Negara dan lembaga peradilan dinilai membiarkan praktik tersebut lantaran takus aksi protes kelompok muslim garis keras.

Pakistan bereaksi mengecam

Namun Pakistan sebaliknya menilai daftar yang dibuat Departemen Luar Negeri AS tersebut "tidak membantu untuk mengkampanyekan kebebasan beragama." Pemerintah di Islamabad juga menyatakan tidak memahami kenapa India tidak termasuk ke dalam daftar, mengingat aksi protes massal terhadap UU Kewarganegaraan baru yang mendiskriminasi pengungsi muslim.

Baca juga:Goenawan Mohamad: Adanya UU Penistaan Agama Mencerminkan Kelemahan Iman 

"Subjektivitas dan penilaian bias semakin jelas dengan tidak masuknya India, pelanggar terbesar kebebasan beragama," tulis Departemen Luar Negeri Pakistan dalam pernyataannya.

Indonesia juga termasuk ke dalam negara yang mencatat ragam diskriminasi terhadap minoritas agama. Dalam hal ini Departemen Luar Negeri AS merujuk pada kasus pengadilan penistaan agama, pemberangusan hak beribadah bagi Ahmadiyah atau Syiah serta beragam perda Syariah yang dinilai merugikan bagi kaum minoritas.

Laporan tahunan Deplu AS itu juga mencatat penutupan gereja atau penolakan izin mendirikan bangunan bagi jemaat Kristen menjadi noktah hitam pada kebebasan beragama di Indonesia.

rzn/as (dpa, ap, usgov)