1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penambangan Andesit dan Kekhawatiran Warga Desa Wadas

Kusumasari Ayuningtyas
12 Februari 2022

Konstruksi Bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah, sebenarnya telah dimulai sejak 2018 dan akan mulai beroperasi pada 2023. Namun belakangan ada penolakan dari Desa Wadas, mengapa?

https://p.dw.com/p/46t47
Ilustrasi lahan subur
Ilustrasi lahan suburFoto: Jon Afrizal/DW

Seminggu belakangan, berita tentang sejumlah warga di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, yang menolak desanya dijadikan lahan tambang untuk bahan baku pembangunan Waduk atau Bendungan Bener banyak menghiasi media. Lembaga bantuan hukum di Yogyakarta mengatakan sedikitnya 67 orang sempat diamankan oleh pihak kepolisian pada Selasa (08/02). Mereka adalah warga dan aktivis yang menolak rencana penambangan di lahan mereka.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam konferensi pers pada Rabu (09/02) saat berkunjung ke Purworejo menyebutkan lahan terdampak di Desa Wadas ada 617 bidang dengan total luasan lahan sekitar 124 hektare. Dari jumlah tersebut, pemilik 346 bidang lahan yang akan ditambang sudah setuju, masih ada 133 bidang lahan yang pemiliknya menolak penambangan. Sementara sisanya yakni pemilik 138 bidang lahan belum memutuskan apakah setuju atau menolak tambang.

Dalam konferensi pers tersebut Ganjar juga menjelaskan bahwa pembayaran tanah warga yang disebut "ganti untung" di seluruh lokasi terdampak proyek Bendungan Bener, baik yang berada di calon lokasi penambangan maupun di lokasi bendungan, sudah mencapai 57,17% pada bulan November 2021 dengan nilai sekitar Rp689 miliar. Total bidang yang sedang dalam pengajuan pembayaran ada sekitar 1.167 bidang dan tersebar di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo.

"Jika ini terbayar, maka proses (pembayaran) ini akan menjadi 72,3%," terang Ganjar dalam konferensi pers.

Sedangkan 27,7% sisanya belum mendapatkan pembayaran karena terganjal administrasi seperti perbaikan dokumen administrasi, proses gugatan perdata, dan kendala dalam proses pengukuran di Desa Wadas. Mengutip laman Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, penggantian nilai lahan minimal sebesar Rp 120.000,-/meter persegi dan dilakukan secara bertahap.

Apa yang akan ditambang dari Desa Wadas?

Desa Wadas berada di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dan dipilih sebagai salah satu lokasi penambangan batuan andesit yang nantinya akan digunakan sebagai material utama pembangunan Bendungan Bener. Menurut Ditjen Sumber Daya Alam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, potensi volume batuan andesit yang akan ditambang dari Desa Wadas bisa mencapai sekitar 8,5 juta meter kubik.

Desa Wadas sendiri adalah salah satu dari 11 desa yang terpengaruh oleh pembangunan Bendungan Bener ini. Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 590/41 Tahun 2018 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bendungan Bener, total tanah yang dibutuhkan mencapai 592,08 hektare. Lahan tersebut berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Purworejo (8 Desa) dan Kabupaten Wonosobo (3 Desa).

Kenapa Bendungan Bener dibangun?

Mengutip laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), skema pendanaan Bendungan Bener berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di bawah tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat senilai Rp2,06 triliun.

Industri Andesit Mengancam Mata Air-Mata Air di Wadas

Konstruksi telah dimulai sejak 2018 dan rencananya akan mulai dioperasikan pada 2023. Bendungan ini nantinya akan memiliki kapasitas 100,94 meter kubik dan diharapkan bisa mengairi lahan seluas 15.069 hektare serta mengurangi debit banjir sebesar 210 meter kubuk/detik. Selain itu, Bendungan Bener juga diharapkan mampu menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 meter kubik/detik dan menghasilkan listrik sebesar 6 MegaWatt.

Pembangunan Waduk Bener ini adalah bagian dari Proyek Strategis Nasional milik Pemerintah Republik Indonesia dan bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan. Bangunan Waduk Bener nantinya akan berdiri di atas lahan seluas 590 hektare dan memiliki tinggi 159 meter, panjang 543 meter dengan lebar bagian bawah sekitar 290 meter.

Mengapa warga Desa Wadas khawatir?

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Halik Sandra, mengatakan bahwa pada prinsipnya warga Desa Wadas menolak rencana penambangan di lahan mereka. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Purworejo Nomor 27 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Desa Wadas ditetapkan sebagai kawasan yang diperuntukkan bagi perkebunan.

Komoditas perkebunan yang dihasilkan oleh Desa Wadas diperkirakan mencapai Rp8,5 miliar, sedangkan komoditas kayu keras sekitar Rp5,1 miliar per lima tahun.

"Kalau ditambang, warga akan kehilangan sumber penghidupannya," ujar Halik kepada DW Indonesia.

Senada dengan Halik, Sekar Banjaran Aji selaku Juru Kampanye Hutan Greenpeace mengatakan bahwa keberatan warga bukan karena masalah ganti rugi. Tetapi lebih pada kekhawatiran mereka kehilangan berbagai sumber kehidupan yang selama ini menopang mereka. Terutama sumber mata air bersih. 

Menurut Sekar, jika tanah di Desa Wadas digali dan menjadi tambang andesit, yang hilang pertama kali adalah mata air karena di Desa Wadas ada 27 mata air yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat di Kecamatan Bener. 

"Selama ini masyarakat sangat bergantung pada sumber mata air itu tadi, jadi bisa dibayangkan jika tanah tersebut dijadikan tambang, warga akan sulit mendapatkan air bersih," terang Sekar saat diwawancarai DW Indonesia.

Riset yang dilakukan oleh Warga Desa Bener yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Dewa Wadas (GempaDewa) menunjukkan bahwa berbagai komoditas yang cukup banyak jenisnya di Desa Wadas selama ini telah menjadi penunjang kehidupan warga masyarakat. Mulai dari cengkeh, kapulaga, durian, kelapa, cabai, karet, kemukus hingga kayu-kayu keras seperti jati, mahoni, keling, sengon, dan akasia.

"Kayu keras membuat struktur daerah tersebut menjadi rimbun, beberapa warga di sana menjadi petani lebah. Kalau hutan tidak ada, tentunya mereka tidak akan bisa beternak lebah lagi," ujarnya. (ae)