1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pasukan Serikat Nasional Karen Rebut Pos Militer Myanmar

27 April 2021

Pasukan dari kelompok Serikat Nasional Karen (KNU) dilaporkan telah menyerang dan merebut sebuah pos militer di Myanmar timur. KNU tengah mendata korban luka maupun korban jiwa dari peristiwa ini.

https://p.dw.com/p/3scEt
Tentara Pembebasan Nasional Karen
Tentara Pembebasan Nasional KarenFoto: Getty Images/AFP/K.C. Ortiz

Pasukan Serikat Nasional Karen (KNU) pada Selasa (26/04), dilaporkan menyerang dan merebut pos militer di Myanmar timur, dekat perbatasan dengan barat laut Thailand.

"Tentara kami merebut kamp militer Burma," kata kepala urusan luar negeri KNU Padoh Sah Taw Nee kepada kantor berita AFP.

Pertempuran terjadi di dekat Sungai Salween yang memisahkan Myanmar dan Thailand. Penduduk Thailand disebut bisa mendengar bunyi suara tembakan dari bentrokan tersebut.

Taw Nee mengatakan bahwa KNU tengah mengumpulkan data terkait jumlah korban luka maupun korban tewas dalam pertempuran. Hingga berita ini diturunkan, pihak militer Myanmar belum mengomentari serangan itu.

Siapakah kelompok pemberontak Karen?

Tentara Pembebasan Nasional Karen, kelompok bersenjata dari Serikat Nasional Karen, telah berperang melawan pemerintah Myanmar sejak tahun 1949. Para nasionalis dari etnis minoritas Karen Myanmar ingin menentukan nasib budayanya sendiri dan membangun negaranya sendiri berbasis etnis. Para pemberontak juga menyerukan sistem pemerintahan federal.

Militer Myanmar telah melancarkan serangan udara di negara bagian Kayin yang terletak Myanmar tenggara sejak Maret. Warga etnis Karen pun melarikan diri ke Thailand akibat serangan tersebut.

Bagaimana situasi politik terkini di Myanmar?

Myanmar berada di bawah kendali militer sejak kudeta pada 1 Februari yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. Pemimpin de facto Myanmar sekarang adalah Jenderal Senior Min Aung Hlaing.

Militer Myanmar secara brutal menindak pengunjuk rasa anti-kudeta. Tindakan ini menuai kecaman luas dari negara Barat dan negara tetangga. Dilaporkan lebih dari 750 warga sipil tewas dalam bentrok dengan militer.

Sebelumnya, para pemimpin sembilan negara Asia Tenggara menyerukan diakhirinya kekerasan di Myanmar selama KTT ASEAN pada hari Sabtu (24/04) di Jakarta. Dalam sambutannya, Presiden Indonesia Joko Widodo menyebut krisis politik di Myanmar "tidak dapat diterima."

Junta militer Myanmar mengatakan akan "memperhatikan usulan-usulan konstruktif itu... jika situasinya sudah stabil".

rap/hp (Reuters, AFP)