1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiAsia

Didera Krisis, Sri Lanka Minta Kelonggaran Utang dari Cina

10 Januari 2022

Presiden Gotabaya Rajapaksa meminta Cina mengabulkan restrukturisasi utang dan akses kredit impor demi menyelamatkan ekonomi. Ironisnya, krisis di Sri Lanka antara lain disebabkan utang infrastruktur yang terus merugi.

https://p.dw.com/p/45Kse
Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi (ka.) bersama Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa
Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi (ka.) bersama Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa di kota pelabuhan baru di Colombo, Minggu (9/1/21)Foto: Eranga Jayawardena/AP/picture alliance

Kunjungan kerja Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, di Colombo, Sri Lanka pada Minggu (9/1), dimanfaatkan Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk melobi Beijing perihal restrukturisasi utang.

"Adalah sebuah keringanan besar bagi Sri Lanka, jika perhatian (pemerintah Cina) bisa diarahkan kepada restrukturisasi pembayaran utang sebagai solusi krisis ekonomi yang muncul akibat pandemi Covid-19,” katanya menurut siaran pers pemerintah.

Negeri kepulauan di Samudera Hindia itu sedang babak belur oleh krisis ekonomi. Cadangan devisa Sri Lanka saat ini merangkak di level terendah, sekitar USD 1,6 milyar. Jumlah itu disebut hanya cukup untuk membiayai impor selama beberapa pekan. Adapun beban utang tahunan yang sebesar USD 7 milyar membatasi ruang gerak pemerintah.

Selain restrukturisasi utang, Rajapaksa juga meminta Cina mengabulkan pinjaman lunak untuk membiayai impor. Hal ini bersifat krusial agar industri dalam negeri tetap bisa beroperasi, tulis kantor kepresidenan Sri Lanka dalam pernyataannya. 

Colombo juga sedang menegosiasikan koridor pariwisata dengan Beijing. Diharapkan, wisatawan Cina bisa berkunjung ke Sri Lanka secara aman dengan protokol kesehatan yang ketat.

Pelabuhan Internasional Hambantota di selatan Sri Lanka
Pelabuhan Internasional Hambantota di selatan Sri Lanka yang dibangun melalui utang pemerintah Cina.Foto: Liu Hongru/Xinhua/imago images

Dalam lawatannya, Menlu Wang Yi, diajak melihat kota pelabuhan baru yang dibangun di atas lahan reklamasi di Colombo. Ongkos pembangunan senilai USD 15 milyar atau sekitar Rp 200 trilyun sebagian besar dibiayai Cina lewat program Belt and Road Initiative (BRI).

Utang persulit pemulihan ekonomi 

Sejak beberapa tahun terakhir, Sri Lanka banyak membangun infrastruktur baru dengan meminjam dana dari Cina melalui skema BRI. Namun proyek yang sedianya diniatkan menjadi bantu loncatan pertumbuhan ekonomi itu, malah merugi diterjang pandemi.

Di pesisir selatan yang menghadap Samudera Hindia, Cina membangun pelabuhan laut dalam Hambantota, ditambah jaringan jalan raya baru yang menghubungkan kota-kota besar Sri Lanka.

Bank Sentral di Colombo memperkirakan total nilai utang Sri Lanka kepada Cina saat ini mencapai USD 3,38 milyar. Jumlah itu belum termasuk pinjaman untuk perusahaan-perusahaan negara. 

"Secara teknis kita bisa mengklaim bahwa kita sudah bangkrut,” kata Muttukrishna Sarvananthan, ekonom senior di Point Pedro Institute of Development, sebuah wadah pemikir Sri Lanka. "Jika cadangan devisa luar negeri memasuki zona merah, maka Anda secara teknis sudah bangkrut.”

Krisis ekonomi di Sri Lanka memicu kelangkaan bahan pokok. Warga harus menganteri lama untuk membeli kebutuhan harian seperti susu atau gas tabung. Akibatnya harga melonjak tinggi. Bank Sentral memprediksi laju inflasi meningkat dari 9,9% di bulan November menjadi 12,1% pada Desember.

Untuk keluar dari krisis, pemerintah Sri Lanka melancarkan diplomasi kepada dua negara adidaya yang sedang berebut pengaruh di negeri kepulauan tersebut. Karena selain Cina, India juga membanjiri jirannya itu dengan kredit infrastruktur.

Bersamaan dengan kunjungan Menlu Wang Yi, duta besar India untuk Sri Lanka meresmikan peluncuran kereta baru yang dibiayai utang. Menteri Luar Negeri S Jaishankar baru-baru ini menegaskan pihaknya berkomitmen membantu Sri Lanka melalui masa sulit.

Namun uluran tangan tersebut harus ditanggapi secara hati-hati, menurut analis politik Sri Lanka, Ranga Kalansooriya. "Kita bisa melihat Sri Lanka dijadikan bola politk antara India dan Cina untuk paket bantuan ekonomi,” katanya. 

"India mengulur waktu sejak beberapa waktu ini, sementara Cina berusaha memanipulasi situasinya secara maksimal.”

rzn/hp (ap,rtr)