1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina-Myanmar: Berpaling dari Sekutu Lama?

Rodion Ebbighausen/Christoph Ricking15 Mei 2012

Sampai saat ini Cina merupakan sekutu dekat Myanmar. Kini negara ini membuka pintu bagi Barat. Konsekuensinya adalah hubungan Cina dan Myanmar.

https://p.dw.com/p/14vr1
Foto: picture alliance/dpa

Tidak lama setelah diangkat menjadi presiden Myanmar, Thein Sein menghentikan proyek investasi terpenting Cina di negaranya. Bendungan Myitsone di Sungai Irrawaddy direncanakan akan menghasilkan listrik bagi provinsi di selatan Cina. Pemerintah Myanmar membatalkan proyek ini secara sepihak. Dengan ini Thein Sein mengirimkan satu isyarat ke dua arah, dikatakan Jost Pachaly, kepala bagian Asia Selatan Yayasan Heinrich-Böll. ”Di satu sisi, ia (Thein Sein) memberikan isyarat membuka diri kepada Barat. Di sisi lain, ia menanggapi sentimen anti Cina yang berkembang dan dengan ini berusaha menarik banyak simpati.“

Myanmar Fluß Irrawaddy Staudamm Projekt
Proyek bendungan milik Cina di Sungari Irrawaddy yang dihentikan MyamarFoto: AP

Jalur Paokan Energi Cina

Penghentian proyek bendungan Myitsone membuat kesal pemerintah di Beijing, yang sejak tahun 1990an tanpa kesulitan membangun proyek-proyek ekonomi di Myanmar. Saat ini, perusahaan Cina tengah membangun satu jalur pipa gas dan minyak yang akan menghubungkan Teluk Benggala dengan provinsi di barat daya Cina. Juga direncanakan pembangunan jalur kereta api untuk membuka rute perdagangan melalui pelabuhan Myanmar ke Eropa, Afrika dan Timur tengah.

80 persen impor minyak Cina harus melewati Selat Malaka. Dan selat antara Malaysia Indonesia ini dapat saja ditutup jika terjadi konflik militer, bahkan konflik militer kecil. Itu sebabnya Cina berupaya mencari jalur alternatif bagi suplai energi mereka, dikatakan Klaus Wild, mantan duta besar Jerman bagi Myanmar. “Setidaknya sebagain pasokan dapat dialihkan, sebagian minyak disalurkan melalui Myanmar.“

Cina Dapat Manfaatkan Keterbukaan Myanmar

Puluhan tahun lamanya Mynamar berada di bawah tekanan pemerintahan militer. Sejak tahun 2010 terjadi perubahan luar biasa di negara ini. Pemerintah membebaskan ratusan tahanan politik, salah seorang diantaranya adalah pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Undang-undang pers diperlonggar, perundingan damai dilakukan dengan etnis-etnis minoritas, menjadikan negara yang sebelumnya terisolasi ini lambat laun kembali diterima internasional. Akhir tahun 2011, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengunjungi negara ini. Sedikit demi sedikit, Barat mencabut sanksi yang diberlakukan terhadap Myanmar.

Hillary Rodham Clinton Myanmar
menlu AS Hillary Clinton bertemu dengan Presiden Thein Sein (01/12/11)Foto: AP

Sampai tahun 2011, Cina merupakan satu-satunya sekutu Myanmar. Kesepakatan antara kedua negara ini sangat sederhana: Cina mengamankan keberadaan rezim yang berkuasa dan sebagai imbalannya mendapatkan sumber daya mineral. Kini, keterbukaan Myanmar membuat Cina harus berhadapan dengan pesaing baru, kata Jost Pachaly. “Ini situasi baru bagi Cina. Tapi Cina juga dapat mengambil manfaat dari keterbukaan ini, karena akan berlangsung banyak pembangunan ekonomi di sana.“

Stabilitas menjadi Faktor Utama

Juga Klaus Wild berpendapat, perubahan di Myanmar merupakan satu kesempatan bagi Cina. Keberhasilan dalam pembangunan ekonomi di negara yang kerap dilanda konflik ini juga dapat menjaga stabilitas Cina. ”Cina berkepentingan atas stabilitas di perbatasannya. Bagi Beijing tidak terlalu penting, apakah Myanmar sekarang menjadi negara demokrasi atau bentuk negara lainnya, Yang terpenting adalah adanya kondisi yang stabil.“

Terciptanya kondisi yang stabil dan kemajuan pembangunan ekonomi merupakan hal yang penting bagi masa depan Myanmar. Dalam hal ini, Cina dapat memainkan perannya sebagai negara adidaya ekonomi, demikian menurut Klaus Wild. “Cina berkembang begitu dinamis dibandingkan dengan negara lain di kawasan. Setidaknya ini merupakan satu bagian penting bagi perekonomian Myanmar untuk mengandeng perkembangan di Cina.”

Selama bertahun-tahun hanya elit Myanmar yang telah mendapatkan manfaat dari kemitraan dengan Cina. Jika semuanya berjalan mulus, bukan tidak mungkin kemitraan ini nantinya dapat menguntungkan seluruh rakyat Myanmar.