1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikEropa

Zelenskyy Kritik Perpecahan UE atas Sanksi Baru Rusia

27 Mei 2022

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bertanya-tanya mengapa beberapa negara di Uni Eropa "memegang kekuasaan" untuk memblokir keenam sanksi terhadap Rusia yang mencakup embargo minyak.

https://p.dw.com/p/4Bv3C
Anggota layanan pasukan pro-Rusia mengendarai sebuah tank di Luhansk
Rusia mengatakan tujuan utamanya adalah untuk merebut wilayah Donbas timur UkrainaFoto: Alexander Ermochenko/REUTERS

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy frustrasi karena hingga saat ini Uni Eropa masih berjuang untuk mencapai konsensus mengenai sanksi terbaru terhadap Rusia. "Berapa minggu lagi Uni Eropa akan menyepakati paket keenam?" katanya.

"Tentu saja saya berterima kasih kepada teman-teman yang menganjurkan sanksi baru. Namun, dari mana orang-orang yang memblokir paket keenam ini mendapatkan kekuasaannya? Mengapa mereka diizinkan memegang kekuasaan seperti itu?" dia bertanya.

Hungaria, yang bergantung pada minyak Rusia, menahan putaran keenam sanksi hukuman terhadap Rusia. Embargo di seluruh UE membutuhkan suara bulat dari 27 negara anggota.

Zelenskyy juga mengungkapkan keprihatinannya atas serangan Rusia yang intens di wilayah Donbas. "Serangan penjajah saat ini di Donbas dapat membuat wilayah itu tidak dapat dihuni," tambahnya.

Ukraina: Perang berlangsung dengan 'intensitas maksimum'

Kyiv mengatakan pertempuran di bagian timur negara itu saat ini paling intens, sambil mendesak sekutu Barat untuk menandingi keganasan serangan Rusia dengan dukungan untuk Ukraina.

"Pertempuran telah mencapai intensitas maksimumnya," kata Wakil Menteri Pertahanan Ukraina Ganna Malyar dalam jumpa pers.

"Pasukan musuh menyerbu posisi pasukan kami secara bersamaan di beberapa arah," kata Malyar, berbicara tentang pertempuran di wilayah Donbas. "Kami menghadapi tahap pertempuran yang sangat sulit dan panjang di depan kami."

Pada hari Kamis (26/05), baik Inggris maupun Jerman mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin harus dikalahkan dalam konflik yang sekarang ini memasuki bulan keempat. Sementara itu, Kyiv telah meminta Barat untuk segera memasok lebih banyak senjata berat untuk pasukannya yang kalah dalam persenjataan.

Senjata yang bisa menjangkau Rusia akan menjadi 'eskalasi yang tidak dapat diterima'

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memperingatkan Barat bahwa memasok senjata ke Ukraina yang mampu menyerang wilayah Rusia akan menjadi "langkah serius menuju eskalasi yang tidak dapat diterima."

Dalam sebuah wawancara dengan outlet berita milik pemerintah, RT Arabic, yang diterbitkan di situs Kementerian Luar Negeri Rusia, Lavrov mengatakan Barat "pada kenyataannya, sudah melancarkan perang proxy dengan Federasi Rusia."

"Barat telah menyerukan agar Rusia dikalahkan di medan perang dan untuk melakukan ini, ia harus melanjutkan perang, memompa senjata ke nasionalis Ukraina dan rezim Ukraina, termasuk senjata yang dapat mencapai Federasi Rusia," tambah Lavrov.

"Ini adalah senjata yang [Presiden Ukraina Volodymyr] Zelenskyy minta secara terbuka," katanya.

Rusia siap membantu mengatasi krisis pangan, jika sanksi dicabut

Rusia mengatakan siap memberikan "kontribusi signifikan" untuk menghindari krisis pangan yang mengancam, jika Barat mencabut langkah-langkah ekonomi yang dikenakan pada mereka sejak invasi ke Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan membuat komentar dalam panggilan telepon ke Perdana Menteri Italia Mario Draghi. Sebuah pernyataan Kremlin setelah panggilan itu mengatakan bahwa Putin telah menekankan kesediaan Rusia untuk membantu menyuplai biji-bijian dan pupuk. Namun, katanya, "bergantung pada pencabutan pembatasan bermotif politik oleh Barat."

Pemerintah Italia menyatakan seruan itu "didedikasikan untuk perkembangan di Ukraina dan upaya untuk menemukan solusi bersama bagi krisis pangan yang sedang berlangsung, serta dampak parah bagi negara-negara termiskin di dunia."

Barat memberlakukan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia setelah Putin memerintahkan pasukan ke negara tetangga Ukraina pada 24 Februari. Baik sanksi maupun pertempuran telah mengganggu pasokan pupuk, gandum, dan komoditas lainnya. Seperti diketahui, Rusia dan Ukraina menyumbang sekitar 30% dari pasokan gandum global.

yas/ha (AFP, AP, dpa, Reuters)