1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTimur Tengah

Warga Palestina Marah Terhadap Pemerintah Mereka Sendiri

3 Juli 2021

Puncak kemarahan warga Palestina terhadap pemerintahnya terjadi ketika seorang aktivis tewas dalam tahanan pekan lalu. Warga pun berdemonstrasi menentang rezim pemerintahan Mahmoud Abbas yang dianggap tidak tersentuh.

https://p.dw.com/p/3vyRJ
Warga Palestina saat bentrok dengan aparat keamanan di Tepi barat
Warga Palestina saat bentrokan dengan aparat keamanan di Ramallah, Tepi BaratFoto: APA/Zuma/picture alliance

Pergolakan politik di Tepi Barat, daerah yang diduduki Israel, bukanlah hal asing. Namun sepekan terakhir, kemarahan warga Palestina justru diarahkan kepada pemerintah mereka sendiri, pihak otoritas Palestina. Akhir pekan lalu, ratusan orang turun ke jalan di beberapa kota berbeda untuk memprotes kekerasaan berujung kematian aktivis Palestina Nizar Banat dalam tahanan. Ia dikenal paling gencar mengkritik Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan otoritas Palestina.

Saat protes berlangsung di Ramallah, pengunjuk rasa mengibarkan bendera Palestina di samping gambar Banat, sambil menyerukan diakhirinya rezim presiden Palestina. Unjuk rasa berakhir, ketika pasukan keamanan Palestina menembakkan gas air mata. Sebagian demonstran juga diserang secara fisik oleh aparat yang berpakaian preman. Organisasi hak asasi manusia Palestina Al Haq melaporkan bahwa beberapa jurnalis yang meliput demonstrasi diserang dan peralatan mereka disita.

Juru bicara pasukan keamanan Palestina, Kolonel Talal Dweikat, mengatakan mereka bertindak dengan "cara yang positif" untuk menghindari bentrokan selama demonstrasi. Dia menambahkan bahwa komite resmi yang menyelidiki kematian Nizar Banat telah memulai pekerjaannya. "Akan ada transparansi penuh mengenai tim penyelidik. Kami ingin mendapatkan kebenaran tentang apa yang terjadi," kata Dweikat kepada DW.

Bagaimana Banat bisa terbunuh?

Nizar Banat dikenal paling gencar mengkritik pemerintah Palestina
Nizar Banat tewas saat ditahan aparat Palestina. Ia dikenal paling gencar mengkritik pemerintah PalestinaFoto: Mohamad Torokman/Reuters

Sebelum meninggal, Banat sudah ditahan beberapa kali akibat sikapnya yang secara blak-blakan mengkritik pemerintah Palestina. Di sosial media, dia menuding korupsi dan otoritarianisme melekat dengan pemerintahan Presiden Mahmoud Abbas dan lingkaran terdekatnya.

Menurut keluarganya, saat hendak ditahan dan dibawa dari rumahnya, Banat dipukuli dan dikenai semprotan merica oleh aparat keamanan Palestina hingga kondisinya babak belur. Dia lalu dibawa pada waktu dini hari tanggal 24 Juni ke Hebron. Tak lama kemudian, Banat diumumkan telah meninggal dunia.

Saat mengumumkan pembentukan komite investigasi, Perdana Menteri Mohammed Shtayyeh mengatakan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kematian Banat "akan dimintai pertanggungjawabannya,” seperti dikutip dari  kantor berita resmi WAFA.

Menurut keterangan tertulis dari Komisi Independen Palestina untuk Hak Asasi Manusia (ICHR), autopsi awal memperlihatkan adanya cedera "berupa memar dan lecet di banyak area tubuhnya, termasuk kepala, leher, bahu, dada, punggung dan tangan serta kaki, dengan bekas luka di pergelangan tangan dan tulang rusuk yang patah.”

Hasil awal menunjukkan bahwa "kematian Banat tidak normal" - meskipun pengujian laboratorium lebih lanjut akan diperlukan untuk menentukan penyebab utama kematian, demikian kesimpulan pernyataan itu. Keluarga Banat mengatakan tidak menerima hasil tersebut, karena beranggapan bagaimanapun hasil kerja komisi tersebut kemungkinan berat sebelah.

Kenapa kematian Banat bisa picu kemarahan warga?

Banat adalah salah satu kandidat utama dari partai "Dignitiy” yang terdaftar dalam pemilihan parlemen Palestina yang seharusnya dilangsungkan Mei lalu, namun ditunda.

Tewasnya Banat dan kekerasan yang dialami oleh para pengunjuk rasa yang berkabung atas kematiannya, menambah rasa kekecewaan warga Palestina.

Aksi protes warga Palestina kerap diredam dengan cara kekerasan oleh aparat
Aksi protes warga atas tewasnya Banat di Ramallah diredam aparat pemerintah dengan tembakan gas air mataFoto: Mohamad Torokman/Reuters

"Dia [Nizar Banat] hanya mengkritik dan mengatakan pendapatnya,” ungkap warga Palestina, Samer Khalil kepada DW, sambil menambahkan meskipun Banat memiliki catatan pertentangan dengan pemerintah, ini tidak membenarkan perilaku otoritas, tentu saja "tidak sampai memukul atau membunuhnya secara brutal."

Kekerasan pada pengunjuk rasa menambah rasa frustrasi warga, karena bukan kali ini saja demonstrasi warga dijawab dengan sikap kekerasaan oleh pasukan keamanan.

"Ada demonstrasi karena orang menghargai kebebasan – penting untuk keluar dan berdemonstrasi; tetapi pihak berwenang tidak menerima itu,” kata Jihad Kadami, seorang guru muda di Ramallah. "Wajar saja setelah apa yang terjadi dengan Nizar Banat, orang ingin mengekspresikan diri secara demokratis."

Beberapa pengamat percaya pada titik ini, percikan lain dapat memicu protes anti-pemerintah yang lebih luas. Analis politik Jihad Harb mengatakan orang-orang mulai menyadari "bahwa apa yang terjadi pada Nizar Banat dapat terjadi pada siapa saja yang kritis atau yang memiliki masalah dengan rezim."

Percikan kemarahan karena sikap autokritik pemerintah 

Kritik terhadap otoritas Palestina terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tak sedikit warga Palestina yang menganggap pemerintah mereka korup, tidak efektif dan semakin autokratis. Menunda terus menerus pemilihan legislatif menambah amunisi untuk kritik tersebut.

Terkait eskalasi militer terbaru di Gaza antara Hamas dan Israel, kritik juga dilontarkan atas kepemimpinan Palestina di Ramallah. Secara politis, sikap pemerintah Palestina hampir diam atas peristiwa tersebut.

"Saya pikir [rezim] pemerintah berada dalam krisis politik yang mendalam. Para pemimpin politik tidak dapat benar-benar berbicara dengan publik Palestina lagi,” kata Jihad Harb, seorang analis politik dan penulis di Ramallah. "Mereka tampaknya tidak benar-benar memiliki jawaban untuk apa yang dipedulikan oleh warga. Mereka tampaknya hanya melindungi diri dan kepentingan mereka sendiri."

Kenapa Mahmoud Abbas masih berkuasa?

Kelompok hak asasi manusia Palestina dan internasional telah lama mengkritik otoritas Palestina dan pasukan keamanannya karena bersikap keras saat demonstrasi, dan karena semakin menekan perbedaan pendapat. Mereka juga mengkritik pemerintahan Presiden Abbas melalui dekrit.

"Kami kekurangan dewan legislatif di mana undang-undang harus dibuat, yang memiliki peran untuk melakukannya. Dan kami membutuhkan pemerintah yang sejalan dengan pemisahan kekuasaan,” kata Catherine Abuamsha, seorang pengacara advokasi dari organisasi hak asasi manusia Palestina, Al Haq.

Mahmoud Abbas sudah berkuasa selama 16 tahun
Mahmoud Abbas sudah berkuasa selama 16 tahunFoto: Thaer Ganaim/APA Images via ZUMA Wire/picture alliance

Mahmoud Abbas terpilih pada tahun 2005 untuk masa pemerintahan empat tahun, namun kini ia sudah menduduki posisi tersebut selama 16 tahun.

Setelah konflik terakhir antara Israel dan Hamas pada bulan Mei lalu, otoritas Palestina menjadi mitra kunci untuk membangun kembali Gaza, yang diperintah oleh kelompok militan Hamas. Selama dua dekade terakhir, kekuatan internasional secara konsisten memberikan dukungan politik kepada otoritas Palestina, yang didominasi oleh partai Fatah pimpinan Abbas. Amerika Serikat dan Uni Eropa juga telah memberikan dukungan keuangan, dan telah melatih pasukan keamanannya secara ekstensif.

Pemerintah Palestina menampik tudingan telah melakukan penganiayaan terhadap warganya karena pandangan politik mereka atau penggunaan kekuatan keamanan secara berlebihan. Namun, kematian Banat telah memicu reaksi internasional yang cepat. AS, Uni Eropa dan PBB telah menyerukan penyelidikan. Komisi Uni Eropa untuk Palestina mengatakan kematian Banat "mendapat perhatian serius dan terjadi dilatarbelakangi oleh praktik yang semakin gigih dilakukan pasukan keamanan Palestina."

Apakah ini dapat mencegah kekerasan lebih lanjut – dan protes yang lebih luas – masih harus dilihat. (ts/yp)