1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Konflik

Warga Afghanistan Kenang Penghancuran Patung Buddha Bamiyan

9 Maret 2021

Patung Buddha raksasa yang berdiri tegak di tebing lembah Bamiyan selama berabad-abad pada akhirnya harus hancur, lantaran diledakkan oleh pasukan Taliban sepuluh tahun lalu.

https://p.dw.com/p/3qNds
Lokasi Patung Buddha yang kosong di Lembah Bamiyan
Lokasi Patung Buddha yang kosong di Lembah BamiyanFoto: Getty Images/AFP/M. Hossaini

Setelah bertahun-tahun terjadi serangkaian serangan yang membumihanguskan Afghanistan, para militan Taliban yang melihat representasi bentuk manusia sebagai penghinaan terhadap Islam lantas mengalihkan perhatian mereka ke patung Buddha di Bamiyan. Mereka merusak patung, menembakkan roket dan dinamit pada Maret 2001.

Taliban juga mempekerjakan penduduk setempat sebagai kuli angkut untuk membawa tumpukan bahan peledak ke pangkalan dekat patung Buddha. Warga Bamiyan, Ghulam Sakhi, mengaku masih dihantui perasaan bersalah atas paksaan menghancurkan patung Buddha. "Ini tidak seperti kenangan yang bisa Anda lupakan," katanya kepada AFP, seraya mengatakan dia diculik dari pasar bersama dengan belasan orang lainnya.

"Saya hanya berpikir bagaimana bertahan hidup hari itu."

Patung Buddha Bamiyan, foto arsip dari tahun 1973
Patung Buddha Bamiyan, foto arsip dari tahun 1973Foto: ddp

Kejahatan arkeologi terbesar

Penghancuran patung Buddha di Bamiyan dianggap sebagai salah satu kejahatan arkeologi terbesar yang tercatat. Pertama kali disebutkan dalam tulisan seorang peziarah Tiongkok pada 400 M, patung-patung itu berfungsi sebagai bukti peradaban Buddha di jantung Hindu Kush. Patung-patung Buddha itu memiliki tinggi 55 meter dan 38 meter yang diukir dengan susah payah.

Selama beberapa generasi, Sakhi dan keluarganya sangat bangga dengan harta karun arkeologi yang membuat daerah itu menjadi magnet bagi wisatawan yang berbondong-bondong ke Afganistan.

"Turis asing datang dalam jumlah besar untuk mengunjungi patung-patung itu," kata Sakhi.

Tetapi kehadiran Taliban dengan pandangan garis keras mereka dan perlengkapan senjata berat, menghancurkan lanskap Bamiyan. "Itu (lembah Bamiyan memiliki) pemandangan yang indah, sumber harapan bagi banyak orang," kata Hamza Yosufi, warga yang menyaksikan kehancuran patung Buddha.

Ledakan dahsyat yang terekam kamera mengirimkan gelombang kejut melalui lembah yang subur, mengisinya dengan debu dan asap. "Itu menakutkan ... Saya sangat patah hati, begitu pula semua orang," katanya.

"Seandainya patung Buddha masih berdiri, industri pariwisata hari ini akan berkembang pesat," kata Ishaq Mowahed, Direktur Departemen Kebudayaan di Bamiyan.

Lembah Bamiyan
Seorang pria berjalan di atas Shahr-e Gholghola melihat lembah Bamiyan, AfganistanFoto: Wakil Kohsar/AFP/Getty Images

Diselimuti rasa takut

Tak banyak warga yang berharap pasukan keamanan pemerintah bisa bertahan lama melawan serangan gencar Taliban tanpa mendapat perlindungan dari Amerika Serikat (AS).

"Jika Taliban kembali dengan ideologi yang sama yang menyebabkan kehancuran patung Buddha, maka mereka akan menghancurkan semua yang tersisa," kata Mowahed.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada bulan lalu, Taliban bersumpah untuk melindungi warisan arkeologi Afganistan dengan mengatakan tidak ada yang memiliki hak untuk "menggali, mengangkut, dan menjual artefak bersejarah di mana pun, atau memindahkannya ke luar negara dengan nama lain."

Tapi hanya sedikit warga Bamiyan yang mempercayai mereka. "Itu adalah kejahatan yang tidak bisa dan tidak boleh dimaafkan atau dilupakan dunia," kata Anar Gul, akademisi lulusan studi arkeologi Universitas Bamiyan.

ha/hp (AFP)