1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Taliban Bantah Langgar Perjanjian Damai Amerika

3 Juni 2020

PBB melaporkan Taliban melanggar butir terpenting perjanjian damai dengan AS agar memutus kerjasama dan ikut memerangi kelompok teror Al-Qaeda. Meski sudah dibantah, laporan tersebut mengancam perdamaian di Afghanistan.

https://p.dw.com/p/3dBK5
Graffiti Zalmai Khalilzad & Mullah Baradar
Foto ilustrasi simbol perdamaian As dan TalibanFoto: picture-alliance/AP Photo/R. Gul

Kelompok militan Afghanistan, Taliban, menepis laporan Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengaitkan kelompok tersebut dengan organisasi teror Al-Qaida. Dalam keterangan persnya, Taliban menilai laporan PBB “tidak berdasar“ dan “penuh prasangka.”

“Emirat Islam menolak keras konten laporan ini,” tulis Taliban dengan memakai nama yang digunakan kelompok ini saat berkuasa di Afghanistan.

Sebelumnya PBB menyimpulkan Taliban masih merawat hubungan dekat dengan jejaring Al-Qaida, meski telah menandatangani perjanjian damai dengan Amerika Serikat dan berjanji ikut memerangi organisasi terror itu.

Menurut laporan tersebut, sejumlah petinggi Al-Qaida masih aktif beroperasi di Afghanistan, walaupun kehilangan sejumlah figur terpenting yang tewas dalam beberapa bulan terakhir.

Taliban tercatat masih melanjutkan operasi bersenjata bersamajejaring Haqqani. Kelompok yang kelahirannya juga dibidani oleh Amerika Serikat pada 1980an itu menyatakan sumpah setia kepada Taliban, tapi diyakini berutang budi pada Al-Qaeda lantaran dibantu saat memerangi invasi AS pada 2001.

Bahasa samar perjanjian damai

Jurubicara Taliban, Zabihullah Mujahid, menepis laporan itu dan menegaskan “Taliban tidak akan membiarkan pihak lain menggunakan tanah Afghanistan buat memerangi pihak lain atau mengoperasikan kamp pelatihan, atau menggunakan tanah kami untuk mencari dana, sesuai dengan perjanjian di Doha.“

Kesepakatan Doha yang ditandatangani kedua pihak akhir Februari silam mewajibkan Taliban memerangi kelompok teror lain, termasuk Al-Qaida. Namun komitmen tersebut tidak diurai secara detail lantaran masalah keamanan.

Zalmay Khalizad, Utusan Khusus AS dan salah seorang arsitek Perjanjian Doha, mengatakan komitmen Taliban sangat spesifik, “menyangkut keberadaan kelompok teror lain, pelatihan, perekrutan dan pengumpulan dana di kawasan yang mereka kuasai saat ini.“

Perjanjian itu dikritik karena antara lain tidak disusun dalam bahasa yang tegas, sehingga menyulitkan pengawasan terhadap kepatuhan Taliban.

“Salah satu dari banyak masalah pada perjanjian yang cacat ini adalah butir tuntutan terhadap komitmen anti-teror Taliban dibuat dengan kalimat yang samar,“ kata Michael Kugelman dari wadah pemikir AS, Wilson Center.

Dia mengatakan perjanjian itu bahkan tidak mencantumkan nama Al-Qaida.

Transformasi politik berdarah sebuah kelompok teror

Meski begitu laporan PBB tetap mencatat kontribusi Taliban dalam perang melawan Islamic State di Afghanistan. Belakangan ISIS kembali bergeliat di Hindukush dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan teror di ibu kota Kabul. Ekspansi kelompok tersebut hanya bisa dihentikan oleh aliansi militer AS, Afghanistan dan juga Taliban.

“Mereka menyebut kami kafir dan penyembah berhala,“ kata Jurubicara Taliban, Zabihullah Mujahid, seperti dilansir Washington Post. “Dan kami memafatwakan mereka telah dikeluarkan dari Islam.“

Perjanjian damai AS dan Taliban membuka peluang bagi para jihadis kembali ke politik. Langkah pertama adalah membuka ruang negosiasi dengan pemerintah Afghanistan. Tapi rencana itu memicu penolakan dari sebagian pejabat pemerintah.

Mei silam Presiden Ashraf Ghani menuduh Taliban bekerjasama dengan ISIS dan bertanggungjawab mendalangi serangan terhadap bangsal kelahiran di rumah sakit Kabul. Tuduhan tersebut berulangkali dilayangkan pejabat pemerintah selama proses perundingan damai berlangsung.

Amerika Serikat dan Taliban sebalknya membantah dan menyebut dakwaan Ashraf Ghani tidak memiliki bukti.

rzn/vlz (ap, rtr, wp)