1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiVietrnam

Vietnam Desak AS Berikan Status 'Ekonomi Pasar'

David Hutt
6 Februari 2024

Hanoi satu tahun terakhir berjuang melobby Washington untuk menyelaraskan aturan anti-dumpingnya agar sejalan dengan aturan serupa dari Uni Eropa

https://p.dw.com/p/4c5EQ
Pekerja pabrik di Hanoi, Vietnam
Amerika Serikat masih mengklasifikasikan Vietnam sebagai ekonomi non-pasarFoto: Danh Lam/ANN/picture alliance

Vietnam berharap Amerika Serikat (AS) akan segera mengubah aturannya terkait dugaan "dumping" ekspor, agar lebih sejalan dengan kriteria Uni Eropa yang telah direformasi.

Hanoi "sangat ingin" agar pemerintahan Biden mengubah klasifikasi "ekonomi non-pasar" sebelum dilaksanakannya pemilihan presiden (pilpres) AS pada bulan November mendatang, kata seorang pejabat pemerintah Vietnam yang tidak mau disebutkan namanya.

AS terus mengklasifikasikan Vietnam yang saat ini diperintah oleh partai komunis sebagai ekonomi non-pasar, yang secara longgar didefinisikan sebagai negara yang memiliki monopoli atau hampir memonopoli perdagangannya.

Cina dan Rusia juga termasuk dalam daftar 12 negara ekonomi non-pasar AS.

Dampak terhadap proses anti-dumping

Penetapan ini utamanya memengaruhi tanggapan terhadap istilah "dumping," ketika harga ekspor suatu negara dianggap sengaja ditetapkan di bawah harga domestik, sehingga menyebabkan kerugian bagi industri di negara pengimpor.

Washington menggunakan kriteria yang berbeda untuk menilai dumping dalam apa yang mereka sebut ekonomi pasar dan non-pasar, di mana negara ekonomi non-pasar dapat dikenai bea masuk anti-dumping yang jauh lebih tinggi.

Pada 24 Oktober 2023, Departemen Perdagangan AS mengumumkan akan meninjau klasifikasi ekonomi non-pasar Vietnam. Namun, keputusan dari peninjauan itu harus dibahas dan dibuat dalam waktu  270, yang berarti keputusan baru akan dibuat sekitar pertengahan Juli mendatang.

Menurut para analis, perubahan status Vietnam oleh Washington itu pada dasarnya akan membuat aturan anti-dumping AS sejalan dengan Uni Eropa (UE).

Dorong Ekonomi Sirkular dengan Energi dari Biomassa Pertanian

Perbedaan antara aturan UE dan AS

Pada bulan Desember 2017, Uni Eropa menghapus perbedaan antara "ekonomi pasar" dan "ekonomi non-pasar". Sebagai gantinya, perbedaan sekarang dibuat antara negara-negara yang merupakan anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan yang bukan anggota, kata seorang pejabat Uni Eropa kepada DW.

Untuk anggota WTO, termasuk Vietnam, Uni Eropa menggunakan tolok ukur yang tidak terdistorsi untuk menentukan "nilai normal" produk, tambahnya. Sistem baru Uni Eropa ini menyederhanakan cara Brussel menentukan harga sebuah produk di pasar domestiknya, dengan memberikan bobot yang lebih besar pada estimasi negara pengekspor ketika menilai apakah mereka terlibat dalam aktivitas anti-dumping.

Sebagai perbandingan, AS yang menganggap Vietnam sebagai ekonomi non-pasar, justru menilai produk Vietnam berdasarkan nilai produk di negara ketiga (ekonomi pasar) dan kemudian mengasumsikan bahwa itu adalah biaya produksi yang mungkin dikeluarkan oleh perusahaan Vietnam, dan bukan menggunakan data yang disediakan oleh perusahaan itu sendiri.

Perhitungan yang telah ditinggalkan oleh Uni Eropa itu justru menyebabkan "margin dumping menjadi sangat tinggi" dan sebenarnya tidak mencerminkan situasi perusahaan Vietnam, menurut Pusat WTO dan Perdagangan Internasional Vietnam, sebuah unit di bawah kamar dagang dan industri di negara Asia Tenggara itu..

'Status ekonomi pasar membantu Vietnam'

Terlepas dari perubahan tersebut, Uni Eropa masih memantau Vietnam atas dugaan dumping. Pada bulan November, Komisi Eropa meluncurkan investigasi pajak anti-dumping dan anti-subsidi atas impor produk baja nirkarat dari Vietnam.

Hal itu didasarkan pada asesmen bahwa "langkah-langkah anti-dumping yang ada pada impor produk yang bersangkutan dikelabui oleh impor produk yang sedang diselidiki," menurut pernyataan Komisi Eropa.

Pada bulan Juli 2023, Brussels juga telah memperpanjang ketentuan tarif pada berbagai jenis impor baja dari Vietnam hingga akhir Juni 2024, sebagai tindakan pengamanan untuk melindungi produsen baja Eropa.

Hanoi telah menghabiskan satu tahun terakhir untuk membujuk Washington secara intens agar mulai mendekatkan aturan anti-dumpingnya sejalan dengan kerangka kerja Uni Eropa.

"Tentu saja, kami ingin Vietnam dikeluarkan dari daftar negara ekonomi non-pasar AS," ujar duta besar Vietnam untuk AS, Nguyen Quoc Dzung, dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh lembaga think tank yang berbasis di Washington bulan lalu, demikian kutipan dari Reuters.

Perdana Menteri (PM) Vietnam Pham Minh Chinh juga mendiskusikan masalah ini dengan Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo dalam pertemuannya di Washington bulan September lalu.

"Status ekonomi pasar membantu Vietnam menghindari bea masuk anti-dumping dari AS, jadi dengan mendapatkan status ini, Vietnam dapat membuat produk mereka lebih kompetitif," ujar Trinh Nguyen, ekonom senior negara-negara berkembang Asia di Natixis, anak perusahaan perbankan dari grup perbankan Perancis BPCE.

Dia menambahkan bahwa, "AS adalah pasar utama, jadi memiliki status itu akan sangat membantu Vietnam."

Budidaya Udang Ekologis di Vietnam

Menambah tekanan pada Vietnam

Pilpres AS tahun ini tampaknya juga menambah tekanan pada Vietnam.

Mantan Presiden Donald Trump, yang merupakan calon terkuat untuk nominasi presiden dari Partai Republik, telah mengatakan bahwa dia bermaksud untuk memberlakukan tarif 60% pada semua produk impor Cina jika dia terpilih kembali. Angka tersebut lima kali lipat dari tarif rata-rata saat ini, menurut laporan media AS.

Selama masa jabatan pertamanya, Trump juga mengecam Vietnam karena diduga melakukan dumping barang-barang murah di pasar AS, serta surplus perdagangannya yang sangat besar. Pada tahun 2019, Trump bahkan menggambarkan Vietnam sebagai "pelaku tunggal terburuk dari semua," yang merujuk pada efek ekspor berbiaya rendah Vietnam terhadap industri Amerika.

Bahkan di Uni Eropa, beberapa parlemen nasional, termasuk parlemen Jerman, Prancis, Belgia, dan Belanda, belum meratifikasi Perjanjian Perlindungan Investasi Uni Eropa-Vietnam (EVIPA).

Meskipun Parlemen Eropa telah meratifikasi EVIPA pada bulan Februari 2020 bersamaan dengan Perjanjian Perdagangan Bebas UE-Vietnam, pakta investasi ini baru akan mulai berlaku ketika parlemen nasional dari 27 negara anggota UE menyetujuinya. Saat ini, sepuluh negara belum menyetujui itu.

Minggu lalu, pemerintah dari beberapa negara itu mengumumkan, pihaknya akan melanjutkan proses ratifikasi setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Vietnam Bui Thanh Son pada pertemuan tingkat menteri UE-ASEAN ke-24 di Brussels.

Tetapi alasan utama penundaan ratifikasi itu karena beberapa partai politik di parlemen Eropa yang tetap ngotot, karena mengkhawatirkan peningkatan investasi di Vietnam akan berdampak merugikan industri lokal mereka, menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh Vietnam Investment Review.

 

(kp/as)