1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Thailand Berlakukan Keadaan Darurat

21 Januari 2014

Pemerintah Thailand, hari Selasa (21/1) mengumumkan pemberlakukan keadaan darurat selama 60 hari di Bangkok dan wilayah sekitarnya untuk menangani demonstrasi yang bertujuan menjatuhkan pemerintah.

https://p.dw.com/p/1AuHE
Foto: Reuters

“Kabinet memutuskan memberlakukan keadaan darurat untuk mengatasi situasi dan menegakkan hukum,“ kata Wakil Perdana Menteri Surapong Tovichakchaikul, sambil memberi catatan bahwa para demonstran telah mencegah para pejabat pemerintah pergi ke tempat kerja.

Dekrit itu akan mulai efektif berlaku pada hari Rabu (22/1) waktu setempat.

Langkah itu diambil menyusul demonstrasi selama beberapa pekan terakhir di ibukota yang menimbulkan sejumlah kekerasan, termasuk serangan granat dan penembakan dimana kedua belah pihak yakni pemerintah dan oposisi saling menyalahkan atas terjadinya peristiwa tersebut.

Perdana Menteri Yingluck Shinawatra kini sedang dibawah tekanan kuat para demonstran, yang didukung oleh lingkaran orang-orang yang setiap pada raja, yang menuntut ia mengundurkan diri. Telah dua bulan aksi kelompok oposisi berlangsung yang bertujuan untuk memakzulkan Yingluck dan membentuk “Dewan Rakyat” yang nanti akan ditunjuk.

Yingluck telah menyerukan pemilihan umum yang dipercepat pada Februari tapi kelompok oposisi terbesar telah menyatakan memboikot pemilu. Para pemrotes mengancam akan mengganggu tempat-tempat pemungutan suara dan mencegah para kandidat mendaftarkan diri ke komisi pemilu di daerah selatan negara itu.

Para demonstran telah menggelar aksi “pelumpuhan” Bangkok sejak 13 Januari silam, dengan mendirikan penghalang jalan dan melakukan pawai ke sejumlah tempat-tempat kunci pemerintahan, meski jumlah pengunjuk rasa perlahan-lahan mulai turun sejak pekan lalu.

Janji patuhi standar internasional

Puluhan orang terluka dan satu terbunuh dalam serangan granat oleh orang tak dikenal atas pawai kelompok oposisi pada hari Jumat dan Minggu yang lalu. Insiden ini memunculkan kecemasan munculnya kerusuhan saat pemilu bulan depan.

Menteri Perburuhan Chalerm Yubamrung, yang akan mengawai pelaksanaan keadaan darurat, mengatakan Thailand akan mematuhi standar internasional.

”Kami tidak akan menggunakan kekerasan. Kami tidak punya kebijakan untuk membubarkan mereka (para pengunjuk rasa) dan kami juga belum mengumumkan pemberlakuan jam malam,“ kata dia.

Negara kerajaan itu secara periodik diguncang pertumpahan darah politik sejak bekas perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang merupakan kakak Yingluck, dijatuhkan oleh para jendral yang setia pada kerajaan lewat sebuah kudeta, tujuh tahun yang lalu.

Kontroversi Thaksin

Protes terakhir ini dipicu gagalnya pemberian amnesti yang akan memungkinkan Thaksin yang kini di pengasingan untuk kembali ke negaranya tanpa harus menjalankan hukuman penjara. Bekas PM itu dijatuhi vonis penjara atas tuduhan korupsi. Thaksin membantah tuduhan itu dan menyebutnya lebih bermotif politik.

Para demonstran menuduh konglomerat itu mengontrol jalannya pemerintahan dari jauh, dengan jalan mendikte adiknya yang kini menjadi perdana menteri yakni Yingluck.

Thaksin memiliki basis pendukung yang kuat di sebelah selatan Thailand, tapi ia dicerca oleh banyak masyarakat di wilayah selatan serta kelas menengah di Bangkok serta mereka yang setia pada kerajaan.

ab/hp (afp,ap,rtr)