1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bundeswehr Tetap Dikecam Soal Ekstremisme Kanan

Anne Höhn | Nina Werkshäuser
25 Maret 2021

Pasukan elite militer Jerman Bundeswehr KSK tetap dirundung kecaman terkait insiden ekstremisme kanan. Sebuah laporan paruh waktu mendokumentasikan isu ini sejak tahun 2017.

https://p.dw.com/p/3r2EB
KSK dalam kecaman
Gambar Ilustrasi: Pasukan KSKFoto: Thomas Niedermueller/Getty Images

Pasukan elite militer Jerman KSK ibaratnya tidak putus dirundung masalah terkait isu ekstremisme kanan yang merujuk pada faham NAZI. Sejak 2003 hingga sekarang, isu tersebut masih tetap mencengkram pasukan elite militer Jerman, Bundeswehr itu. Padahal, pasukan elite militer Jerman  itu, jika dibandingkan pasukan elite Eropa lainnya boleh dikatakan relatif baru dibentuk.

Sebuah kilas balik, April 1994 Rwanda dilanda gelombang kekerasan di tengah aksi pembantaian minoritas Tutsi di negara itu. Tujuh staf Deutsche Welle dan kerabat mereka terperangkap dalam kekacauan itu dan perlu dievakuasi dari ibu kota Kigali. Yang menyelamatkan mereka bukan pasukan khusus Jerman – melainkan pasukan Belgia. Bagaimana mungkin Jerman tidak bisa menyelamatkan warganya sendiri?

Pada bulan September 1996 pasukan elite militer yang diberi nama Kommando Spezialkräfte (KSK) dibentuk. Dua tahun kemudian KSK beraksi perdana. Misinya, membawa tersangka penjahat perang di bekas Yugoslavia, Milorad Krnojelac ke Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag. Krnojelac, dituduh mendalangi ratusan kasus penyiksaan dan pemerkosaan di sebuah kamp tahanan Serbia.

Pemerintah Serbia menolak untuk mendeportasi Krnojelac. Setelah persiapan operasi selama berminggu-minggu, suatu pagi di bulan Juni 1998 pasukan KSK diluncurkan ke Serbia. Malam itu juga, Krnojelac diserahkan kepada pihak berwenang di Den Haag. Ini adalah misi pertama KSK dan salah satu dari sedikit yang telah diakui secara publik.

Setelah serangan teror 9/11 di Amerika Serikat (AS), pasukan khusus Jerman ini juga dikirim ke Afghanistan. Anehnya, KSK tidak pernah dikerahkan untuk jenis operasi yang sebenarnya dari awal dipersiapkan untuk mereka: yakni membebaskan warga negara Jerman yang disandera di luar negeri.

Ekstremisme kanan di tubuh KSK

Isu ekstremisme kanan di tubuh KSK mencuat pada tahun 2003, ketika komandan KSK periode itu, Reinhard Günzel mengirim surat pujian terhadap Martin Hohmann, yang saat itu menjadi anggota parlemen daripartai Demokrat Kristen (CDU). Hohmann menyampaikan pidato kontroversialnya di perayaan hari penyatuan kembali Jerman, tanggal 3 Oktober. Dalam pidatonya itu, Hohmann berusaha menyetarakan kejahatan yang dilakukan oleh Nazi dengan perbuatan yang diduga dilakukan oleh kaum Yahudi pada masa revolusi Rusia.

Menteri Pertahanan masa legislatur itu, Peter Struck segera memecat Günzel. Imbasnya, Struck sendiri menjadi sasaran ancaman pembunuhan.

Ini adalah pertama kalinya KSK menjadi berita utama sehubungan dengan ekstremisme kanan. Pada tahun-tahun berikutnya, insiden semacam itu justru meningkat di tubuh pasukan elite militer Jerman tsb.

Pada tahun 2007, kapten KSK Daniel K.* pernah mengancam rekan perwiranya, yang menggambarkan pengerahan pasukan Jerman ke Yugoslavia pada tahun 1999 sebagai pelanggaran hukum internasional dan misi di Afghanistan sebagai "pengkhianatan perdamaian" yang tidak didukung oleh hukum internasional.

Daniel K. menerima sanksi disipliner ringan dari perwira senior, namun hal itu tidak menghalangi kariernya untuk naik pangkat di KSK. Sekitar dua belas tahun kemudian dia akhirnya diberhentikan dari kedinasan karena memiliki kontak dengan "gerakan identitas" ekstremis kanan.

Kasus lainnya: Menggunakan nama sandi "Hannibal", anggota pasukan KSK Andre S. mulai membangun jaringan obrolan di internet dengan saling berbagi informasi dan opini tentang kebijakan pengungsi pemerintah Jerman, serta apa yang mereka yakini bahwa pecahnya perang saudara akan segera terjadi.

Pada tahun 2017, penyidik ​​menemukan amunisi, pistol, granat serta detonatornya di rumah Andre S. Dia kemudian dijatuhi hukuman membayar denda atas kepemilikan senjata api ilegal dan pelanggaran aturan bahan peledak, dan diberhentikan dari Bundeswehr.

KSK: sasaran empuk infiltrasi ekstremis kanan?

"Insiden tersebut menunjukkan masalah sistematis," kata Dirk Laabs. Dia menghabiskan dua tahun meneliti kecenderungan ekstremisme kanan di kepolisian dan militer, termasuk KSK dalam bukunya berjudul "Musuh Negara dalam Seragam" (Enemies of the State in Uniform).

Laabs mengidentifikasi kecenderungan untuk salah memahami keseluruhan gagasan tentang "unit elite".  Ada banyak tekanan dan banyak perasaan frustrasi di antara para prajurit, terkait apa yang mereka lihat sebagai kurangnya penghargaan atas pekerjaan mereka dalam politik dan masyarakat yang lebih luas. Hal ini, kata Laabs, telah menciptakan suasana hati yang beracun, di mana "Anda berada di unit yang meyakini bahwa unit itu tidak memiliki tanggung jawab apa pun kepada siapa pun."

Laabs juga berpendapat bahwa ada masalah kepemimpinan, di mana perwira senior ssecara sistemaits menutup mata terhadap insiden dan pelanggaran dalam kasus ektremisme kanan. Hasilnya, tentara yang menentang hal itu, cenderung menutup mulutnya.

Akan tetapi, juga keliru jika memandang KSK sebagai "tentara bayangan di dalam Bundeswehr," kata Laabs. "Namun yang terjadi adalah banyak tentara komando yang muda, labil, salah arah, lemah kepimpinanan,  ekstremis kanan, yang berada di jurang kehancuran eksistensi. Kita sekarang tentunya harus mengatasi masalah ini. Juga tidak diragukan lagi, KSK menghadapi reformasi besar."

Satu masalah besar, kata pakar pertahanan Hans-Peter Bartels, adalah kurangnya rotasi di antara orang-orang yang bertugas di unit-unit ini. "Ada orang yang telah menjadi anggota pasukan komando sejak hari pertama di militer. Mereka tidak tahu apa yang terjadi di tempat lain di militer," katanya.

Terlebih lagi, belakangan ini, unit elite "hampir tidak dikerahkan" untuk bertugas. Pasukan KSK secara bertahap ditarik dari Afghanistan dan - kasus terburuk - operasi untuk menyelamatkan warga Jerman yang disandera di luar negeri sejauh ini tidak dilakukan, ujarnya.

Dimensi baru

Sebuah insiden pada bulan April 2017 akhirnya menyebabkan satu kompi KSK dibubarkan. Dari sebuah pesta perpisahan kepala Kompi II diduga terdengar alunan musik sayap kanan dan salut ala Hitler. Mantan komandan unit Pascal D. kemudian dihukum untuk membayar denda karena "menggunakan lencana organisasi yang inkonstitusional." Ia memiliki tato yang terkait dengan ekstremis Serbia. Setelah kejadian tersebut, dia diberhentikan dari dinasnya di KSK.

Seorang tentara KSK  lainnya, Philipp S muncul di radar dinas intelijen Bundeswehr sendiri. Saat melakukan penggerebekan di propertinya pada bulan Februari 2020, penyelidik menemukan dua kilogram bahan peledak plastik, senjata, amunisi, granat, dan simbol Nazi. Philip S. dijatuhi hukuman dua tahun bersyarat karena pelanggaran terhadap Undang-Undang Pengendalian Senjata Perang. Dia juga diperintahkan untuk meninggalkan Bundeswehr.

Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer menggambarkan kasus penjarahan gudang persenjataan itu sebagai "dimensi baru" dalam aktivitas ekstremis kanan. Hanya berselang beberapa minggu, pada bulan Juli 2020, Menkeu Jerman mengajukan usulan reformasi di tubuah KSK.

Sementara itu, Kompi II dibubarkan total, anggota-anggotanya dipindahkan ke seksi lain di KSK atau dialokasikan ke unit lain.

Tidak ada reformasi, tidak ada KSK

"Berita utama yang negatif telah menghantam keras komando elite itu", ujar Hans-Peter Bartels. Sebagian besar tentara KSK jelas tidak antidemokrasi, kata mantan petugas komisi angkatan bersenjata di parlemen Jerman itu. "Ketika Anda duduk dan mendengarkan apa yang mereka katakan, maka ada perasaan pahit yang nyata, bahwa mereka semua dapat dianggap sebagai sarang ekstremisme kanan," katanya.

Namun, dimulainya proses reformasi di tubuh institusi itu, tidak berarti bahwa tidak ada lagi berita utama negatif yang menurunkan moral pasukan KSK.

Sebaliknya: Komandan KSK, Brigjen Markus Kreitmayr diyakini telah melanggar aturan jabatan dengan aksi mengumpulkan kembali amunisi yang dicuri.  Kepada anggota pasukannya ia menegaskan, mereka dapat mengembalikan amunisi dan senjata apa pun yang mungkin mereka bawa pulang secara anonim dan tanpa sanksi hukum apapun.

Setidaknya 25.000 butir amunisi telah dikembalikan antara bulan Maret hingga Mei 2020, demikian menurut Komite Pertahanan Bundestag. Granat tangan termasuk di antara senjata yang dikembalikan. Apa yang akan terjadi dengan Jenderal Kreitmayr untuk saat ini, masih belum jelas.

Menteri Pertahanan Jerman, Kramp-Karrenbauer telah memberi waktu kepada KSK hingga musim panas tahun ini untuk menertibkan kesatuannya. Jika tidak berhasil, seluruh satuan terancam dapat dibubarkan.

(ap/as)

 

* Catatan editor: DW mengikuti kode pers Jerman, yang menekankan pentingnya melindungi privasi tersangka atau korban, maka kami tidak mengungkapkan nama lengkap dalam kasus seperti ini.

Artikel inii didapatasi dan diringkas dari bahasa Jerman.