1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Perubahan Iklim dan Asuransi Khusus bagi Warga Kurang Mampu

Marjory Linardy
30 November 2023

Perubahan iklim bukan isu baru. Dampaknya juga dirasakan di Indonesia. Karena yang terkena dampak terparah biasanya orang miskin, inisiatif diciptakan bagi mereka. Proyeknya dipimpin dari Jerman oleh Raja Nazaruddin.

https://p.dw.com/p/4Zad3
Haiti Tropensturmwetter Elsa
Foto: Joseph Odelyn/AP Photo/picture alliance

Raja Nazaruddin berasal dari Aceh. Sekarang dia menjabat sebagai kepala proyek pada sebuah lembaga "think tank" atau tangki pemikir yang bernama Munich Climate Insurance Initiative (MCII). Lembaga ini berkantor di United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) di Bonn, Jerman. Pekerjaannya berkaitan dengan pengelolaan dampak bencana dan adaptasi perubahan iklim. Proyek yang dia pimpin sedang dilaksanakan di Karibia, dan dia kadang pergi ke sana, "tetapi saya based [berkantor] di Bonn," katanya.

Ketika Tsunami melanda daerah asalnya 2004 lalu, dia sedang berada di Banda Aceh. Dia mengatakan, karena sudah merasakan sendiri dampak bencana alam, dia bisa memberikan masukan sangat berharga bagi lingkup pekerjaannya sekarang. Ditambah lagi, Raja memang punya pendidikan dan pengalaman kerja yang sesuai.

Dulu dia berkuliah di Universitas Syah Kuala, di Banda Aceh, di bidang ekonomi. Setelah itu dia bekerja di berbagai proyek penanganan bencana, yang dibiayai antara lain oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Bank Dunia. Kemudian dia juga bekerja pada proyek yang dibiayai organisasi Jerman Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit atau GIZ. Bersama GIZ dia terutama bekerja dalam pembangunan infrastruktur rumah sakit Zainal Abidin di Banda Aceh.

Minatnya sejak dulu memang berkisar pada masalah lingkungan hidup serta iklim, dan dia melihat, masalah iklim sekarang semakin sering didiskusikan sehingga punya potensi besar. Itulah yang membuat dia memutuskan untuk mengambil gelar Master di Technische Universität (TU) Bergakademie Freiberg, di negara bagian Sachsen, yaitu di jurusan manajemen lingkungan dan sumberdaya alam.

DW Interview Marjory Linardy und Raja Nazaruddin
Raja Nazaruddin, kepala proyek MCII dalam wawancara dengan Marjory LinardyFoto: A. Wollny/DW

"TU Freiberg itu sebenarnya akademi pertambangan," kata Raja, "jadi mereka fokusnya di pertambangan, tapi mereka punya fakultas ekonomi dan manajemen." Di sana dia belajar banyak tentang manajemen sumber daya alam, bagaimana melaksanakan industri batu bara secara berkelanjutan, dan bagaimana membiayai teknologi terbarukan. Setelah itu dia bekerja pada sebuah proyek pembiayaan teknologi terbarukan di Asia Tenggara, juga beberapa proyek untuk Uni Eropa di Berlin dan Frankfurt.

Mengenai proyek yang ia pimpin sekarang, Raja menceritakan: "Saya melihatnya sangat personal [pribadi]. Dari Tsunami yang terjadi di Aceh, saya melihat apa yang dibutuhkan korban bencana." Dia menarik kesimpulan dari pengalamannya, jika seseorang yang baru terkena bencana mendapat sokongan uang sedikit saja, itu sudah sangat membantu dirinya dan keluarganya. Jadi pengalaman hidupnya, pendidikan serta pekerjaannya berkaitan erat.

Memungkinkan orang miskin mengklaim asuransi

Raja menjelaskan, proyek yang ia kepalai merupakan sebuah inovasi untuk menolong orang berpendapatan rendah. "Misalnya orang yang menjual pisang goreng di pinggir pantai," kata Raja, "karena jalanannya hancur, atau pasar tempat mereka berjualan hancur." Mereka inilah yang mata pencahariannya hilang jika topan menerjang. Kawasan Karibia adalah kawasan yang sering diterjang badai dan topan. Menurut Raja, sebenarnya Karibia dan Indonesia tidak jauh berbeda dalam hal ini, karena terletak di kawasan tropis dan terdiri dari pulau-pulau. Seperti di Karibia, di Indonesia juga sering terjadi topan dan banjir. Bedanya, Indonesia adalah satu negara, sementara di Karibia ada beberapa negara.

Raja menjelaskan, proyek MCII yang ia pimpin memang bekerja dengan sumber daya yang terbatas, tetapi berusaha membuat lebih banyak daripada sekedar membuat produk asuransi. Inisiatif ini sebetulnya juga menyokong pemerintah tiap negara. Jika pemerintah melakukannya sendiri, maka mereka harus membuat proyek lalu mengurus subsidinya. Sementara dengan adanya produk asuransi dari MCII, pemerintah hanya perlu berinvestasi di dalamnya.

Raja mengungkap juga, proyek ini sudah berjalan sejak 2016 dan sekarang sudah memasuki tahap kedua. Sejak awal, kaum miskin yang jadi sasaran asuransi sudah mendapatkan penyuluhan tentang adanya asuransi ini, sehingga bisa memperoleh keuntungan ketika dibutuhkan, di samping itu produk ini bisa diperoleh dengan harga relatif rendah, yaitu 10 Dolar AS. Jika dibandingkan, itu mungkin seharga dua paket makanan dari resto cepat saji McDonalds. Ini juga yang membedakan asuransi ini dibandingkan dengan asuransi konvensional.

Ketika asuransi konvensional menetapkan secara spesifik jenis kerusakan atau kerugian yang bisa mendapat ganti dari asuransi, mekanisme dalam produk MCII berbeda. Misalnya ada banjir di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Orang yang punya asuransi untuk sofa, akan mendapat uang ganti dari asuransi untuk mendapat sofa baru. Tapi sebelum itu terjadi, perusahaan asuransi akan melihat dulu kerusakannya. Oleh sebab itu, penggantian lewat asuransi konvensional biasanya memerlukan waktu panjang.

Sebaliknya asuransi MCII bisa diperoleh warga yang berhak tanpa perlu membuktikan kerusakan atau kerugian yang mereka derita. Untuk pengambilan keputusan, produk asuransi ini menggunakan data yang diperoleh dari NASA. Jadi jika di Karibia tercatat angin dan curan hujan mencapai angka tertentu, warga yang berhak bisa langsung meminta ganti rugi tanpa harus memberikan bukti kerugian. Dampaknya, dalam dua-tiga hari mereka sudah bisa mendapat uang untuk membeli makanan, atau membayar uang sekolah, dan lain-lain.

Juga kalau misalnya di NTT curah hujan terlalu sedikit atau suhu terlalu panas, itu juga bisa dijadikan trigger atau penyulut, sehingga orang bisa meminta uang ganti dari asuransi MCII. Memang para ahli memperkirakan, karena perubahan iklim kondisi cuaca ekstrem akan makin sering terjadi. (ml/hp)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.