1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Takut dan Tertekan, Sepulang Ferienjob di Jerman

8 April 2024

Salah seorang korban dugaan penipuan Ferienjob bercerita sepulang dari Jerman pun ia masih stres karena persoalan lain timbul, di antaranya tekanan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu ia tak mau mengajukan gugatan.

https://p.dw.com/p/4eTO0
Ade, mahasiswa salah satu universitas di Indonesia
Ade (bukan nama sebenarnya), korban dugaan penipuan Ferienjob di JermanFoto: Anonymous

Begitu banyak kisah terus bergulir di balik kasus Ferienjob di Jerman. Ade bukan nama yang sebenarnya, tidak ingin diketahui identitas aslinya karena takut atas tekanan dan intimidasi berbagai pihak sehubungan dengan kasus Ferienjob di Jerman. Berikut wawancara DW dengan Ade.

DW: Kamu mengatakan belum mengajukan gugatan sehubungan kasus dugaan penipuan ini, mengapa?

Ade: Pertama dikarenakan saya sudah berada di semester akhir dan proses untuk kelulusan saya itu sudah dekat sehingga saya menghindari adanya konflik dengan pihak kampus terutama yang mungkin akan berdampak pada kelulusan saya.

Memang banyak tidak sih teman-teman kamu yang ikut Ferienjob tersebut?

Lumayan banyak. Ada sekitar 20 anak.

Dari pertama kamu berangkat sampai akhirnya kamu pulang, bisa dikira-kira tidak pengeluaran kamu berapa ? Lalu, pemasukan kamu berapa?

Kalau untuk pengeluaran saya karena saya tidak memiliki, seperti koper, paspor, dan lain-lain, sekitar habis Rp25-26 juta. Dan untuk penghasilan saya, pada bulan-bulan pertama itu sangat bermasalah, sehingga saya menghabiskan waktu saya untuk menutup kerugian saya sehingga saya tidak jalan-jalan, tidak ke mana-mana, murni 100% saya bekerja, dan hasilnya itu saya mendapatkan penghasilan sekitar 30 juta selama tiga bulan.

Rp30 juta itu bekerja penuh. Saya hanya libur seminggu dua kali atau bahkan satu kali dan bekerja minimal delapan jam kerja sehari. Dan itu selalu konstans seperti itu hingga akhir Desember.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Sabtu-Minggu masuk kerja?

Karena saya bekerja di gastronomi untuk waktu libur "random”. Jadi, Sabtu Minggu juga masuk, kadang liburnya dikasih Senin atau Selasa itu tergantung manajernya.

Lima hari kerja dalam seminggu, ya?

Terkadang 6 hari.

Nah, selama kamu bekerja di Jerman, apa saja yang kamu merasa "seharusnya tidak seperti ini”?

Yang pertama tanda tangan kontrak saat kedatangan, yang di mana (agen) datang pada subuh-subuh diminta untuk tanda tangan kontrak, dan tidak diberitahukan isi dari kontrak tersebut, itu salah satunya. Kemudian yang kedua, di waktu jetlag, baru saja tiba di Jerman, sudah diminta untuk bekerja. Kemudian pemotongan gaji untuk pembayaran apartemen yang nominalnya juga sangat besar yaitu 600 Euro (sekitar Rp10 juta) per anak per bulan. Ada juga potongan-potongan lain dari pihak agensi yang sebenarnya tidak jelas, ada juga dari teman-teman Jerman yang mengatakan bahwa harga apartemen kami terlalu mahal, karena satu kamar dihuni oleh empat orang.

Sebulan berapa total empat orang bayar?

Masing-masing anak 600 Euro, apabila kamarnya berisi 4 orang berarti 2.400 Euro (sekitar Rp41,3 juta) sebulan.

Besarnya kurang lebih berapa meter kuadrat?

Lumayan kecil, karena patokan saya itu dari perkataan teman-teman yang sudah tinggal di Jerman itu bisa dikatakan kurang layak gitu.

Berarti kalian keluar (uang) total berempat, 2.400 Euro satu bulannya untuk bayar apartemennya berempat?

Ya. Kamar kami ada juga yang kamar susun, jadi bisa dibayangkan betapa sempitnya. Serta ada juga kasus dari teman-teman lain, pemanas dari apartemen tidak diperbolehkan untuk dinyalakan, entah karena rusak atau memang tidak dinyalakan.

Di musim dingin itu ya?

Iya, sehingga kami sakit dan tidak nyaman saat kami sedang tidur.

Kamu juga sepat cerita, kalau sempat sakit begitu ya? Bahkan pingsan ya dua kali? Waktu kamu dibawa ke rumah sakit, bayar sendiri atau pakai asuransi?

Pada saat itu kebetulan beruntung saya membawa asuransi dan seluruh dokumen, dikarenakan saya sudah memiliki perasaan kalau ini akan terjadi sesuatu nanti. Dan saat saya dirawat di rumah sakit tersebut, saat saya pingsan, susternya memeriksa tas saya, mencari dokumen apa saja untuk identifikasi saya. Dan suster tersebut belum menemukan klaim asuransi saya karena mungkin berada di tempat lain. Jadi, saya sempat dimintakan deposit sejumlah uang. Namun, sebelum saya pulang, saya mencoba menegosiasikan kepada pihak rumah sakit, apakah asuransi saya bisa digunakan karena  nominal uang tersebut itu menurut saya sangat besar dan jumlahnya itu hampir seluruh uang saku saya. Setelah saya negosiasikan ternyata bisa, jadinya saya tidak perlu membayar.

Kamu pertama kali ditempatkan di mana kerjanya dan kemudian dipindah ke mana? Mungkin bisa sedikit singkat cerita kerjanya apa saja.

Saat di Indonesia itu saya sempat diplotkan di perusahaan aksesoris mobil. Saat akan berangkat ke Jerman, tiba-tiba saya dipindah-pindah kota, kemudian tiba-tiba saya dipindah lagi ke kota di daerah Düsseldorf, di perusahaan bagian logistik.

Kerjanya bagaimana di sana?

Saya ditugaskan untuk menyusun paket-paket, seperti tetris ke dalam kontainer melalui konveyor. Jadi, konveyor kami angkut, ada barang dari konvender kemudian kita turunkan dan kita susun ke dalam kontainer, dan masing-masing anak itu dalam satu waktu diberi tanggung jawab satu hingga dua kontainer, khususnya laki-laki itu biasanya mendapat dua kontainer. Dalam satu hari itu kita mungkin rata-rata menyelesaikan 6 hingga 7 kontainer. Mungkin bisa dibayangkan beberapa banyaknya barang-barang itu, terlebih barang-barang tersebut itu tidak cukup ringan, (beratnya) bervariasi ada yang dari 5 hingga 31 kilogram.

Berarti itu kerja fisik, mengangkat dari satu tempat ke mesin tersebut ya?

Seratus persen kerja fisik.

Itu juga yang menyebabkan kamu pingsan?

Iya, benar.

Lalu kamu dari Düsseldorf dipindahkan lagi ke kota mana untuk kerja di gastronomi?

Saya dipindahkan ke daerah Baden-Württemburg.

Bisa cerita kerja apa waktu di restoran siap saji?

Perusahaan tersebut cukup baik untuk Ferienjobnya, sebab dari manajer sehingga karyawan di sana menerima kami, terutama keterbatasan bahasa dikarenakan saat kami berangkat ke Jerman, tidak diwajibkan belajar bahasa Jerman, melainkan bahasa Inggris.

Kamu kerjanya apa saja di sana? 

Semua lebih ke pekerjaan fisik. Jadi terkadang kita menjadi pelayan, terkadang kami membersihkan ruangan-ruangan tempat makan, hingga toilet, bahkan kami juga kerja di dapur. Terkadang di dapur, terkadang juga kami di bagian gudang. Tidak jarang juga kami di bagian membersihkan limbah gitu, limbah sisa makanan.

Kamu ke sana tidak berbekal bahasa Jerman? Jadi, bagaimana kalau sehari-hari, kamu harus belanja terus kamu harus mengurus keseharian itu di sana bisa cerita?

Kami menggunakan bahasa Inggris itu yang utama dan pertama. Kemudian untuk informasi terkait belanja di mana dan apa itu cukup bertahan pada awal-awalnya. (Tapi) seiring perjalanan waktu, kami mengenal masyarakat sekitar khususnya warga Indonesia yang berada di Jerman. Mereka memberikan bantuan kepada kami berupa informasi serta dukungan moral terlebih setelah merebaknya berita-berita terkait Ferienjob di Jerman pada saat itu.

Apa pengalaman yang mungkin kamu tidak bisa lupakan saat Ferienjob waktu itu?

Saat awal-awal kedatangan di Jerman baru sampai pada kota, kami langsung diminta untuk tanda tangan, dan paginya sudah diminta untuk bekerja, itu bagi saya cukup tidak manusiawi karena saya sudah memohon untuk meminta waktu istirahat tetapi tidak diberikan dan mereka tetap menekankan bahwa waktu adalah uang.

Jam berapa itu waktu kedatangan?

Subuh-subuh waktu kedatangan dan waktu saya di rumah sakit itu ada yang menjenguk dan di rumah sakit juga tidak ada yang bisa berbahasa Inggris. Cukup sulit waktu itu karena saya juga tidak membawa uang yang banyak, uang saya juga terbatas. Sehingga negosiasi dengan pihak rumah sakit itu cukup melelahkan, membuat pikiran stres dan membuat mungkin takut untuk kembali ke rumah sakit. Sehingga saat saya pingsan yang kedua kalinya, saya tidak ingin dibawa ke rumah sakit. Mungkin alasan tersebut juga.

Pengalaman ini bikin kamu kapok atau ini harus coba lagi nanti dengan cara yang lebih mungkin lebih benar?

Mungkin saya ingin kembali ke Jerman, tetapi dengan cara yang lebih baik lebih bermartabat, serta saya mengharapkan tidak ada penerus-penerus saya mengikuti program ini dengan cara yang seperti saya gitu, karena kalau saya meyakini bahwa programnya baik, tetapi diselenggarakan oleh orang yang tidak baik begitu.

 

*Wawancara dengan sumber yang tidak ingin terekspos identitasnya ini dilakukan via Zoom, tanggal 25 Maret 2024.