1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Korban Kasus Ferienjob: Pulang dari Jerman Terjerat Utang

4 April 2024

Kasus program Ferienjob di Jerman yang diikuti seribuan mahasiswa Indonesia terus diselidiki polisi. Meski ada yang beroleh manfaat dari program, ada pula yang merasa dieksploitasi, Ramayana Monica, salah satunya.

https://p.dw.com/p/4eNWL
Ramayana Monica, korban penipuan Ferienjob
Ramayana Monica, mahasiswa sebuah universitas di JambiFoto: privat

Kasus ‘Ferienjob' di Jerman, terus bergulir. Guru Besar Universitas Jambi (Unja), SS, tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mahasiswa magang 'Ferienjob' ke Jerman, memenuhi panggilan Bareskrim Polri, hari Rabu (3/4). Salah seorang mahasiswi di kampus Univeristas Jambi menceritakan pengalamannya merasa tertipu dengan program yang diduga melibatkan sejumlah oknum petinggi kampus universitas di tanah air ini.

DW: Ramayana Monica kamu waktu itu dari Jambi bisa sampai ke Jerman lewat agen dan merasa ditipu, bagaimana ceritanya?

Ramayana Monica (RM): Saya waktu itu direkrut oleh kampus, kedua mendaftar lewat beberapa agen penyalur di Indonesia dan setelah itu kami ke Jerman. Dan Yana sendiri mendapatkan agen penyalur lagi di Jerman. Dari awal ketika kami mengurus izin kerja dan kontrak kerja serta dokumen lain itu sudah dikenakan biaya yang cukup besar, sebanyak 350 Euro.

DW: Lalu pengalaman ketika melakukan pekerjaannya, apa sesuai kontrak?

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

 

RM: Kondisi saya menandatangani kontrak kerja perusahaan adalah saya tidak mengetahui isinya karena berbahasa Jerman. Kondisi pekerjaan itu cukup berat bagi saya karena memang harus menggunakan kekuatan fisik secara utuh. Waktu itu kami naik turun tangga sebanyak tiga lantai untuk mengambil paket, memindai paket. Lalu memasukkannya ke dalam troli. Waktu itu volume paketnya itu di antara 0,5 kg sampai dengan perkiraannya 30 kg.

DW: Kamu kerjanya juga berpindah-pindah?

Ya. Tanggal 2 Desember, ada pemutusan kontrak kerja secara sepihak. Lalu, pada tanggal 6 Desember 2023, saya ditelepon dengan teman-teman yang lain, harus menandatangani kontrak pemutusan kerja via email. Kami diberikan waktu sebanyak 30 menit awalnya. Pada tanggal 8 Desember 2023, saya kembali mendapatkan surat pemberitahuan bekerja. Lalu kami bekerja di bidang pertanian.

DW: Berat juga menurutmu di situ?

Secara keseluruhan pekerjaannya di pertanian buah beri tidak terlalu berat, tapi lembur. Waktu itu kami di hari pertama bekerja selama 11 jam. Saat pulang, kami mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari agen. Saya bilang ini adalah penelantaran transportasi. Karena di jam 20.00 malam, kami pulang ternyata taksi untuk pulang tidak disediakan oleh Brisk (Agen di Jeman). Stasiun terdekat jaraknya, kalau berjalan kaki, sejauh satu setengah jam dan halte bus terdekat cukup 30 menit. Cuman sayangnya di jam 16.00 sore sudah tutup, jadi tidak ada pelayanan lagi. Kami harus berjalan kaki malam hari, waktu itu gelap karena penerangannya sangat sedikit di jalan raya. Lalu, hujan, dingin juga, waktu itu mungkin perkiraan saya suhunya di 4 derajad Celsius. Dan cukup menyedihkannya bahwa saya datang bulan pada hari itu. Gelap, sangat dingin, dan kami kelelahan. Tiba di penginapan saat tengah malam, sekitar jam 24.00 atau jam 01.00 pagi. Dan pagi-pagi, harus persiapan lagi ke tempat kerja. Jadi kami belum gajian, kami masak sangat seadanya waktu itu.

DW: Masak apa malam itu, masih ingat?

RM: Masak kentang, kentang yang kami bawa dari Frankfurt. Dan roti cuman beberapa sisanya. Di hari kedua, tidak ada yang terlalu buruk sebenarnya. Kami pergi disediakan taksi. Kami kerja, saya anggap cuman 10 jam. Dan pulangnya ada taksi juga, disediakan. Tapi pemilik apartemen tersebut menyatakan bahwa kami dari Brisk belum membayar akomodasi selama beberapa hari itu, di tanggal 20 Desember. Waktu itu, posisi kami belum gajian sama sekali karena mulai bekerja di bulan Oktober. Itu pun gaji bulan Oktober keluar di bulan November. Jumlahnya punya saya cuman 77 Euro. Itu enggak cukup untuk- bertahan. Esok hari, kami dapat informasi lagi kalau kami tidak bisa bekerja lagi di perusahaan tersebut, dengan alasan kalau tempat tersebut tidak memerlukan karyawan banyak. Kami dipindahkan lagi ke Frankfurt, sekali lagi. Waktu itu (jadwal) kereta sedang parah, banyak keterlambatan dan segala macam.

DW: Kamu cerita sempat jadi kuli bangunan, maksudnya bagaimana?

RM: Iya, benar. Setelah itu, di tanggal 23 Desember 2023, kami dipindahkan ke Cityapartment24 di Bremen. Apartemen tersebut ternyata disewa satu kamar bareng laki-laki asing, sebut saja dari negara Georgia dan negara-negara lainnya yang saya tidak ketahui. Saya menganggur lagi sampai tanggal 27 Desember. Di tanggal 27 Desember ini, saya mendapatkan info, kami dibawa ke apartemen pribadi milik Anna. Kuli bangunan itu ‘kan harus (memiliki) perlindungan ekstra keselamatan, tapi kami tidak dapatkan juga. Mengorek cat dinding, lalu kami mengorek juga wallpaper yang sangat lengket. Bahkan waktu itu dindingnya cukup tinggi dan kami harus pakai tangga. Lalu, kami juga membantu untuk mengambil papan di lantai apartemen tersebut, membuang semua material tersebut, termasuk cat juga sampai di lantai satu. Jumlah lantainya ada tiga. Jadi kami harus turun naik tangga, membawa barang atau material tersebut yang cukup berbahaya karena tajam, kami tidak punya sarung tangan dan juga berat. Itulah pengalaman saya bekerja di Jerman lewat program ini.

 

*Wawancara dilakukan tanggal 25 Maret 2024 via Zoom.