1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
TerorismeSuriah

Warga Idlib Galang Perlawanan Terhadap Rezim Teroris

Diana Hodali
24 Mei 2024

Kelompok teror asal Suriah Hay'at Tahrir al-Sham ingin mendirikan kekhalifahan Islam di Kota Idlib. Namun persekusi dan brutalitas aparat justru memancing amarah warga, yang kini mulai menggalang perlawanan.

https://p.dw.com/p/4gEev
Aksi protes di Idlib, Suriah
Aksi protes melawan Hay'at Tahrir al-Sham di Idlib, SuriahFoto: Omar Albam/DW

Sudah sejak berbulan-bulan, warga Idlib di barat daya Suriah menggalang aksi protes terhadap rezim kelompok teror Hay'at Tahrir al-Sham, HTS. Pekan lalu, amarah kembali bergolak di jalanan. Kali ini pemicunya adalah kematian seorang narapidana di dalam penjara, yang diduga disebabkan penyiksaan oleh aparat.

Pihak keluarga mengaku sudah sejak lama berusaha mencari tahu tentang nasib korban. "Ketika kami mendapat kabar pada Februari lalu bahwa dia disiksa sampai mati, kami harus turun ke jalan. Kami tidak bisa diam saja," kata Hamed T, seorang aktivis lokal yang enggan menyebutkan nama aslinya.

Baginya, situasi di Idlib sudah tidak tertahankan. Menurut organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah, SOHR, setidaknya 13 warga sipil dan militer sudah menjalani eksekusi di tangan algojo. Vonis mati terhadap oposisi merupakan salah satu metode yang acap digunakan rezim Bashar al-Assad.

Hamed sejatinya berasal dari kota lain di Suriah. Di barat daya dia telah menetap sejak bertahun silam, sebagaimana banyak pengungsi lain yang mencari perlindungan di Idlib, setelah dua atau tiga kali terusir dari wilayah lain.

Kekhalifahan bayangan

Saban hari Jumat, laki-laki dan perempuan di semua usia, dalam jumlah belasan, ratusan, atau terkadang ribuan, menggalang protes di jalan jalan kota, di Idlib, Binnish, Darat Izza, Jisr ash-Shughūr dan Atareb.

Warga dari berbagai profesi dan golongan menentang kekuasaan HTS di barat daya Suriah, guru, polisi hingga ibu rumah tangga.

Menurut lembaga riset keamanan Center for Strategic and International Studies, CSIS, kelompok binaan Abu Mohammed al-Jolani itu berdiri dengan nama Jabhat al-Nusra pada tahun 2011.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Di barat daya Suriah, al-Jolani berhasil membentuk struktur pemerintahan yang efisien dalam tempo singkat, antara lain berkat kucuran duit dari donor di kawasan Teluk Arab.

Pemerintahan HTS secara resmi mengutip pajak, menyita aset-aset berharga dan rajin merekrut pejuang baru dengan misi memerangi rezim Assad dan mengusir gerilayawan sokongan Iran dari Suriah.

Menurut CSIS, hingga tahun 2018 lalu HTS memiliki hingga sekitar 15.000 gerilayawan.

Kelaliman di atas kehancuran

Namun sejak beberapa tahun terakhir, kepemimpinan sang amir menjadi semakin "personal dan diktator," kata Andre Bank, pakar Suriah di Institut Giga di Hamburg, Jerman.

Al-Jolani diwartakan memonopoli pengelolaan ekonomi dan membina aparat keamanan sebagai pengawal pribadi. Kekuasaannya bercorak klientelisme dan sepenuhnya bergantung pada grup-grup lain yang ikut membentuk HTS, yakni Harakah Nouredin al-Zinki, Liwa al-Haq, Jaysh al-Sunna dan Jabhat Ansar al-Din

"Di sini, yang terpenting bukan cuma status militer atau jumlah kekayaan, tetapi juga asal-usul, keluarga dan keanggotaan klan," kata Bank.

Menurutnya, warga di barat daya Suriah sudah lelah dengan kehancuran dan menginginkan perbaikan taraf hidup, terutama setelah bencana gempa bumi pada Februari 2023 yang meluluhlantakkan Idlib.

"Akibatnya, suplai untuk sekitar 4,5 juta warga yang tadinya sudah sulit kian memburuk secara dramatis," imbuhnya.

Ditambah dengan "kelelahan donor," yang menyurutkan dana donasi dari negara kaya, bantuan untuk warga di barat daya Suriah saat ini semakin terbatas.

Susu berbalas tuba

Untuk meredam protes, al-Jolani diyakini menggunakan strategi ganda. Pada Maret lalu, dia menyetujui sejumlah reformasi, termasuk amnesti untuk sejumlah narapidana, pembentukan Direktorat Keamanan Umum, pemilihan umum untuk Majelis Syuro dan dewan penasehat dari berbagai golongan.

Namun begitu, banyak janjinya yang hingga kini belum ditepati, kata pengamat.

Di sisi lain, al-Jolani memerintahkan aparat menindak tegas aksi demonstrasi, dengan pentung dan gas air mata, serta blokade jalanan untuk menghambat arus massa. Gerilaywan HTS dikabarkan semakin rajin berpatroli di wilayah rawan protes dan menahan semakin banyak warga sipil.

Beberapa hari silam, al-Jolani mengancam "tidak akan membiarkan individu, perkumpulan, partai atau kelompok yang ingin mengganggu ketertiban di daerah yang telah dibebaskan," kata dia, merujuk kepada wilayah kekuasaan HTS.

Perpecahan internal

Bukan hanya pergolakan di jalan, kekuasaan otoriter HTS juga "sedang digoyah dari dalam," kata pakar Suriah Andre Bank. Menurutnya, kisruh internal di tubuh HTS bisa mengarah pada perpecahan.

Ketegangan dipicu keputusan al-Jolani sendiri, untuk menahan sejumlah petinggi HTS dengan dakwaan berkomplot dengan agen asing. Penahanan itu mengundang protes sehingga memaksa al-Jolani membebaskan terpidana.

Andre Bank mengkhawatirkan, berkecamuknya konflik di tubuh HTS bisa membuka peluang bagi kembalinya kelompok "Islamic State" dan Hurras al-Din yang merupakan kelanjutan al-Qaeda.

"Secara jangka pendek, rezim al-Assad tidak diragukan akan diuntungkan," kata dia. "Tapi saat yang sama, penduduk di barat daya Suriah masih mengingat siapa yang paling bertanggungjawab atas kenestapaan yang mereka alami."

Saat ini, pemerintah Suriah masih giat melancarkan serangan udara terhadap batas wilayah kekuasaan HTS. Kondisi tersebut diyakini akan semakin menggoyahkan stabilitas di kawasan.

Geliat aktivisme masyarakat Idlib

Meski acap jadi sasaran perundungan oleh aparat, aksi demonstrasi di Idlib tetap berlangsung. Dibandingkan sebelumnya, aksi kali ini mencakup wilayah yang lebih luas, lebih intensif dan tidak jarang berujung tindak kekerasan, kata Andre Bank.

Menurutnya, aksi demonstrasi di Idlib juga dilakoni simpatisan HTS yang menolak kepemimpinan al-Jolani. Perlawanan warga membuktikan "bahwa gerakan madani di Suriah masih sangat hidup," meski 13 tahun perang saudara.

Salah satunya adalah Hamed T. yang sejak Musim Semi Arab sudah menggalang perlawanan sipil. Meski ancaman merajalela, dia berjanji "akan terus turun ke jalan dan berdemonstrasi demi hak-hak kami."

rzn/yf