1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Persamaan Hak

Standar Ganda Dubai, Sheikh Maktoum Berada di Bawah Tekanan

Jennifer Holleis
19 Februari 2021

Kasus yang melibatkan putri penguasa Dubai, Sheikh Maktoum, Latifa mencerminkan standar ganda UEA terkait hak asasi manusia. Saat ini Latifa dipenjara karena berusaha melarikan diri pada tahun 2018.

https://p.dw.com/p/3pZsl
Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum
Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum dituduh membiarkan putrinya Latifa dipenjara setelah tertangkap saat berupaya melarikan diri pada Maret 2018Foto: Tim Goode/PA Wire/empics/picture alliance

Penguasa Dubai, Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, telah melakukan banyak hal untuk mengubah negaranya menjadi tujuan bisnis dan pariwisata yang modern.

Miliarder berusia 71 tahun, yang telah menjabat sebagai wakil presiden dan perdana menteri UEA sejak 2006 itu tengah ramai diperbincangkan karena dugaan perlakuan tidak baik terhadap putrinya, Sheikha Latifa binti Mohammed Al Maktoum.

Sheikha Latifa dari Dubai binti Mohammed Al Maktoum merekam kehidupannya di penjara
Sheikha Latifa binti Mohammed Al Maktoum merekam hidupnya di sebuah 'vila' penjara, tetapi sejak enam bulan lalu video pesan yang ditujukkan kepada temannya tiba-tiba berhentiFoto: picture alliance/AP Photo/Detained in Dubai

Sisi gelap dari 'citra baik' 

Putri Latifa adalah salah satu dari 30 anak Al Maktoum dari beberapa istri. Sejak melarikan diri dan dipaksa kembali ke Dubai pada Maret 2018, Latifa telah ditahan di sebuah vila yang dia sebut sebagai "penjara."

Latifa yang kini berusia 35 tahun, diketahui pertama kali melarikan diri saat 16 tahun.

Tiina Jauhiainen dan David Haigh, salah satu pendiri kampanye Free Latifa saat ini telah merilis video yang direkam Latifa secara diam-diam, setelah mereka tidak lagi mendengar kabar dari Latifa selama lebih dari enam bulan. "Kami kehilangan kontak lebih dari setengah tahun yang lalu, tapi saya yakin dia masih hidup," kata Jauhiainen kepada DW.

Instruktur olahraga dari Finlandia sekaligus sahabat Latifa, Jauhiainen menaruh harapannya pada Presiden AS Joe Biden setelah berhasil membebaskan aktivis hak asasi manusia Arab Saudi Loujain Al-Hathloul.

Pengacara Latifa dan aktivis Free Latifa, David Haigh dari Detained International, sebuah LSM advokasi hukum di Inggris juga mendesak pembebasannya.

Haigh meminta Presiden UEA Sheikh Khalifa bin Zayed Al Nahyan dan Putra Mahkota Sheikh Mohammed bin Zayed bin Sultan Al Nahyan "untuk memerintahkan Wakil Presiden UEA dan penguasa Dubai Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum untuk membebaskan putrinya yang disandera tanpa penundaan lebih lanjut dan mengakhiri pelecehan orang tua dan pelanggaran hak asasi manusia yang telah merusak reputasi UEA secara signifikan dan membuat dunia jijik."

Para pengunjuk rasa berkumpul di Helsinki
Aksi protes di Helsinki, Finlandia menuntut Putri Latifa dapat segera dibebaskanFoto: Martti Kainluainen/Lehtikuva/picture alliance

Tidak hanya Latifa

Amnesty International, Human Rights Watch, PBB, dan beberapa politisi telah meminta Sheikh Al Maktoum untuk memberikan bukti bahwa Putri Latifa masih hidup.

Hiba Zayadin, seorang peneliti Teluk untuk HRW, juga menunjukkan bahwa kakak perempuan Latifa, Putri Shamsa, "belum pernah terlihat sejak dia diculik dari jalanan Cambridge pada tahun 2000."

Pada 2019, Pengadilan Tinggi London menyimpulkan bahwa Shamsa, yang sekarang berusia sekitar 40 tahun, telah diculik, diterbangkan ke Prancis dan dipaksa kembali ke Dubai. "Dengan terjadinya hal itu, [pengadilan] menyoroti ketidakpedulian Uni Emirat Arab terhadap supremasi hukum - baik di dalam maupun di luar perbatasannya," kata Zayadin di Twitter.

Kenneth Roth, Direktur Eksekutif Human Rights Watch, juga mengkritik perlakuan terhadap Latifa. "Dubai mendapat manfaat dari lingkungan yang represif untuk menggambarkan dirinya sebagai benteng liberalisme, tetapi di balik fasad yang berkilauan adalah kenyataan yang lebih buruk di mana para kritikus dipenjara, hak-hak pekerja migran dibatasi, dan penguasa Dubai mengunci putrinya yang sudah dewasa karena ingin menghindari kehidupan di bawah kuasa ayahnya," katanya kepada DW.

Rupert Colville, juru bicara Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mengonfirmasi di Twitter bahwa "kami pasti akan meningkatkan (informasi) perkembangan baru dengan UEA." (ha/vlz)