1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialVatikan

Sri Paus: Ziarah Perdamaian di Kongo dan Sudan Selatan

Christoph Strack
31 Januari 2023

Riwayat Emerida Nfundiko tercermin pada kepedihan hidup rakyat Kongo. Dalam pertemuan resmi nanti, Paus Fransiskus akan menjumpainya di tengah ragam konflik berdarah. “Dia akan menguatkan saya,” kata Emerida.

https://p.dw.com/p/4MsAa
Emerida Karhungulu Nfundiko
Emerida Karhungulu Nfundiko Foto: Bettina Flitner/missio

Emerida Karhungulu Nfundiko ingin menemui Sri Paus. Sudah sejak beberapa hari, perempuan 34 tahun itu berpergian dari desanya di timur Kongo ke ibu kota, Kinshasa. Di sana, Paus Fransiskus akan menggelar misa kudus pada 1 Februari nanti.

"Kunjungannya akan menghibur kami semua dan dia akan menyentil perasaan pemimpin-pemimpin Afrika, yang mengorbankan saudara sendiri demi kekuasaan,” kata dia kepada DW.

Selama hidupnya, Emerida pernah mengalami kebiadaban dan kekejaman. Dia diculik oleh kelompok pemberontak di usia muda dan diperkosa selama berbulan-bulan, sebelum akhirnya melarikan diri. Sejak itu dia sering dirundung dengan sebutan "pengantin pemberontak,” termasuk oleh keluarga tunangannya sendiri.

Nasibnya berubah setelah ditampung oleh pusat trauma milik organisasi bantuan Katolik, Missio, di kota Bukavu di Kongo Timur. 

Pemenang Nobel Perdamaian 2018, Denis Mukwege, pernah ikut membantu membangun rumah sakit di Bukavu. Ahli ginekologi itu juga yang membantu Emerida membangun kehidupan baru.

Kini, Emerida diperbolehkan bertemu dengan Paus Fransiskus di Kinshasa. Perjalanannya panjang. Demi menemui Sri Paus, dia harus meninggalkan suami di rumah bersama kedelapan orang anaknya.

Nasib Emerida mewakili kehidupan banyak orang di Republik Demokratik Kongo. Sebab itu pula Sri Paus memilih Kongo dan Sudan Selatan sebagai tujuan kunjungannya. Di kedua negara, Fransiskus yang kini lebih sering duduk di kursi Roda, harus merampingkan jadwal, antara lain membatalkan kunjungan di Goma di Kongo Timur.

Perjalanan yang tertunda

Pemimpin tinggi Vatikan itu sebenarnya sudah ingin berkunjung ke jantung Afrika sejak lama. Namun rencananya selama ini terkendala situasi keamanan, terutama perang saudara di Sudan Selatan. 

Di tengah pertumpahan darah dan darurat kemanusiaan yang berkecamuk di Afrika Tengah, Fransiksus ingin mengingatkan kembali pemimpin Sudan Selatan tentang janji yang mereka buat di Vatikan pada April 2019 lalu. Saat itu, Sri Paus menerima semua pihak yang bertikai dan secara simbolik bersujud di depan mereka untuk meminta damai.

Karena meski kaya sumber daya alam, Sudan Selatan yang merdeka sejak 2011 masih diliputi konflik bersenjata. 

Situasi di negeri jiran Kongo tidak jauh berbeda. Negara dengan sepertiga penduduk beragamakan Katolik itu juga dilanda gelombang kekerasan, antara lain serangan kelompok radikal Islam terhadap gereja. Sejak merdeka, RDK tidak pernah bebas dari konflik etnis, kediktaturan atau eksploitasi SDA oleh perusahaan asing.

Paus Fransiskus mencium kaki politisi Sudan Selatan untuk meminta damai
Paus Fransiskus mencium kaki politisi Sudan Selatan untuk meminta damaiFoto: VaticanMedia-Foto/CPP/IPA,/imago images

Dialog dan rekonsiliasi

Situasi sulit di kedua negara sempat dibahas oleh Sri Paus dalam pidatonya di hadapan korps diplomat Vatikan, pertengahan Januari silam. Saat itu dia menyuarakan harapan, bahwa perjalanannya bisa ikut membukakan "pintu dialog” di Kongo demi memperkuat keamanan dan kemaslahatan penduduk, atau ikut mempercepat proses rekonsoliasi nasional di Sudan Selatan.

Di Sudan Selatan, Fransiskus ingin melakukan ziarah perdamaian. Selama lawatannya, dia akan ditemani oleh pemimpin Gereja Anglikan, Uskup Justin Welby, dan pemimpin Gereja Presbiterial Sinodal. Dengan cara itu, dia ingin mempromosikan perdamaian antarumat.

Adapun Emerida berharap, kunjungan Sri Paus akan "menjadi cahaya bagi pojok Afrika ini,” yang seakan "sudah dilupakan oleh dunia,” kata dia.

"Sri Paus pastinya akan mengecam sikap diam dan acuh pemerintah kita,” imbuhnya. Dia yakin, Fransikus tidak akan membiarkan rakyat Kongo menghadapi bencana sendirian. "Dia akan menyembuhkan saya. Dia akan memberi saya kekuatan untuk terus berjuang.”

rzn/hp