1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialEropa

Spanyol Tetapkan Seks Tanpa Persetujuan Adalah Pemerkosaan

7 Juli 2021

Kabinet Spanyol memberikan lampu hijau untuk memperketat undang-undang pemerkosaan atas prinsip persetujuan. Langkah tersebut telah lama diserukan oleh kelompok hak asasi perempuan.

https://p.dw.com/p/3w8HW
Protes di Spanyol
'Tidak artinyatidak': Protes massal pada 2018 atas kasus pemerkosaan yang awalnya lolos dari vonis kekerasan seksualFoto: Getty Images/P. Blazquez Dominguez

Spanyol pada Selasa (06/07) mengambil langkah tegas untuk melindungi perempuan lebih baik dalam kasus kekerasan seksual. Kabinet menyetujui rancangan undang-undang yang memerlukan persetujuan eksplisit untuk hubungan seksual.

Amnesty Internasional mengatakan bahwa ini artinya Spanyol akan segera bergabung dengan belasan negara Eropa lainnya yang telah mengubah definisi hukum pemerkosaan menjadi seks tanpa persetujuan. Negara-negara itu termasuk Belgia, Kroasia, Siprus, Denmark, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Luksemburg, Malta, Swedia, dan Inggris.

RUU yang dijuluki undang-undang "hanya iya berarti iya" itu harus disetujui oleh parlemen, dengan pemungutan suara yang diharapkan terjadi pada bulan September.

Undang-undang yang diusulkan itu "menjelaskan bahwa diam atau pasif bukan berarti setuju, atau tidak menunjukkan perlawanan, tidak dapat dijadikan alasan untuk bertindak melawan kehendak orang lain," kata juru bicara pemerintah Maria Jesus Montero pada konferensi pers setelah pertemuan Kabinet. 

Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual 

Hingga saat ini, KUHP Spanyol mengatur bahwa kekerasan dan intimidasi yang digunakan untuk penyerangan, baru akan digolongkan sebagai pemerkosaan bila terdapat bukti.

Aturan ini menjadi sorotan luas menyusul kasus pemerkosaan oleh geng terkenal terhadap seorang perempuan berusia 18 tahun pada tahun 2016 selama festival lari banteng di kota utara Pamplona. Dalam kasus itu, lima pelaku pria pada awalnya hanya dijatuhi pelanggaran ringan pelecehan seksual karena pengadilan tidak menemukan bukti bahwa mereka menggunakan kekerasan fisik untuk membenarkan hukuman atas penyerangan seksual.

Putusan tersebut pun memicu protes luas dan kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung Spanyol, yang menjatuhkan hukuman untuk pemerkosaan.

RUU yang disetujui pada Selasa (06/07) itu juga mengusulkan hukuman penjara untuk pelecehan seksual terkait pekerjaan, dan menjadikan catcalling sebagai tindak pidana untuk pertama kalinya. Kawin paksa dan mutilasi alat kelamin juga akan digolongkan sebagai tindak pidana.

Setelah pertemuan itu, Perdana Menteri Sosialis Pedro Sanchez menyerukan di Twitter agar Spanyol dijadikan "tempat yang lebih bebas dan lebih aman bagi perempuan" dan "sebuah masyarakat di mana kita semua hidup tanpa rasa takut dan dalam kesetaraan."

Pada tahun 2004, Spanyol menyetujui undang-undang pertama Eropa yang secara khusus menindak kekerasan dalam rumah tangga dan menjadikan jenis kelamin korban sebagai faktor yang memberatkan dalam kasus penyerangan.

pkp/gtp (EFE, AFP)