1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penculikan dan Pemerkosaan Anak di Daerah Konflik Meningkat

22 Juni 2021

Sebuah laporan baru PBB mengatakan telah terjadi peningkatan drastis dalam penculikan dan pemerkosaan anak, serta bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya di berbagai wilayah konflik sepanjang tahun 2020.

https://p.dw.com/p/3vJCJ
Menurut PBB lebih dari 8.500 anak dimanfaatkan sebagai tentara di berbagai daerah konflik
Menurut PBB lebih dari 8.500 anak dimanfaatkan sebagai tentara di berbagai daerah konflikFoto: picture-alliance/AP Photo/F. Abdi Warsameh

Menurut sebuah laporan yang dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (21/06),jumlah anak yang diculik dan diperkosa di daerah konflik mengalami lonjakan besar sepanjang tahun 2020.

Laporan yang ditandatangani Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tersebut membahas tentang pembunuhan, penganiayaan, dan pelecehan seksual terhadap anak-anak, perekrutan atau penculikan, serta serangan terhadap sekolah dan rumah sakit.

"Pelanggaran dengan pertumbuhan eksponensial terbesar pada tahun 2020 adalah penculikan sebesar 90% dan pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya yang naik 70%," kata perwakilan khusus PBB untuk anak-anak dan konflik bersenjata, Virginia Gamba.

Laporan tersebut mendokumentasikan kekerasan terhadap sedikitnya 19.379 anak dalam 21 konflik. Sebanyak 8.521 anak-anak dimanfaatkan sebagai tentara di berbagai zona konflik tahun lalu, sementara 2.674 anak tewas dan 5.748 terluka, kata laporan itu.

Lebih lanjut laporan mengungkapkan bahwa negara-negara seperti Somalia, Republik Demokratik Kongo, Afganistan, Suriah, dan Yaman menyumbang pelanggaran terbanyak yang dilakukan terhadap anak-anak dari Januari hingga Desember 2020.

Myanmar masuk daftar hitam

Laporan tersebut juga memuat daftar hitam yang bertujuan mempermalukan pihak-pihak yang berkonflik dalam upaya untuk menekan mereka agar menegakkan langkah-langkah perlindungan anak.

Organisasi HAM Human Rights Watch mengkritik PBB karena tidak memasukkan Israel dan Arab Saudi dalam daftar hitam tersebut atas tindakan mereka terhadap anak-anak, meskipun dugaan pelanggaran didokumentasikan dalam laporan itu sendiri.

Direktur Advokasi Hak-hak Anak HRW, Jo Becker menyebut PBB "membiarkan pihak-pihak berperang terlibat dalam kematian dan melukai anak-anak."

Israel tidak pernah dimasukkan ke dalam daftar, sementara koalisi militer yang dipimpin Saudi pada tahun ini keluar dari daftar hitam tersebut setelah bertahun-tahun sebelumnya masuk karena diduga membunuh dan melukai anak-anak di Yaman. Sedikitnya 194 anak-anak tewas atau dilukai di sana.

Para diplomat kerap mengatakan bahwa baik Arab Saudi dan Israel telah menerapkan tekanan dalam upaya untuk tidak masuk daftar hitam.

Daftar hitam tersebut juga memasukkan dua nama baru untuk pelanggaran terhadap anak-anak, yakni militer Myanmar dan pasukan pemerintah Suriah.

rap/ha (AFP, dpa, Reuters)