1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Ironi Dugaan Pemerkosaan Anak oleh Pejabat Perlindungan Anak

7 Juli 2020

Miris! Seorang remaja putri berusia 14 tahun di Lampung Timur diduga diperkosa oleh seorang pejabat perlindungan perempuan dan anak. Seleksi pejabat perlindungan anak pun dipertanyakan.

https://p.dw.com/p/3etFT
Foto Ilustrasi
Foto: picture alliance/Photoshot/A. Kuncahya B.

Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur berinisial DA dilaporkan ke polisi karena diduga memerkosa remaja putri berinisial N (14). Polisi akan memanggil DA terkait kasus itu.

"Secepatnya. Ini kan sekarang digelar, sesegera mungkin (pemanggilan-pemanggilan). Kita gerak cepat," kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Zahwani Pandra Arsyad saat dimintai konfirmasi, Senin (06/07).

Kasus ini dilaporkan oleh orang tua korban ke Polda Lampung. N mengaku diperkosa oleh DA.

"Jadi laporan sudah kita terima pada hari Kamis tanggal 2 Juli 2020. Itu yang melaporkan adalah orang tua korban," kata Kombes Pandra.

Pandra mengatakan remaja putri 14 tahun itu seorang pelajar. Dia berada di P2TP2A Lampung Timur karena sebelumnya dicabuli oleh pamannya pada Januari 2020.

"Awal Januari dia mengalami pencabulan oleh pamannya, sehingga dilaporkan oleh orang tuanya ke Polres Lampung Timur. Dilakukan proses sidik UU tentang Perlindungan Anak, diputuslah pada bulan Mei tahun 2020 kepada paman korban dihukum 13 tahun," ucapnya.

Selama menjalani trauma healing di P2TP2A Lampung Timur, korban didampingi 2 petugas. Salah satunya DA.

"Jadi selama itu tinggal di rumah si DA itu, itu ceritanya. Nggak tahu rumahnya apa, pokoknya di dalam pengawasan DA supaya tidak trauma," ucapnya.

Sementara itu, korban saat ini diberi trauma healing. "Memberikan pelayanan kepada si korban ini agar tidak trauma, kita berikan juga trauma healing dari Biddokkes," kata Pandra.

Seleksi pejabat perlindungan anak dipertanyakan

Komnas Perempuan menyesalkan dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh pejabat perlindungan anak Lampung Timur terhadap N (14). Komnas Perempuan menegaskan bahwa harusnya yang bersangkutan mendapatkan perlindungan bukan pelecehan.

"Sebagai lembaga HAM yang memiliki mandat penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan bekerja sangat dekat dengan pengada layanan, kami amat sangat menyesalkan dan marah atas kasus kekerasan seksual yang terjadi pada korban," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini saat dihubungi, Senin (06/07).

"Pengada layanan itu baik yang dikelola oleh pemerintah atau komunitas, adalah 'ruang aman' bagi korban. Tempatnya berlindung, tetapi justru mendapatkan perlakuan sebaliknya dan dilakukan oleh orang yang seharusnya melaksanakan perlindungan sesuai tupoksinya," imbuhnya.

Iswarini berharap agar pelaku mendapatkan hukuman seberat-beratnya. Dia menyebut pelaku harus bertanggung jawab atas kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak yang sedang mencari keadilan.

"Komnas Perempuan merekomendasikan agar kasus ini dibawa ke ranah hukum agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku mengingat dia melakukan kekerasan seksual kepada anak yang juga pencari keadilan. Posisinya sebagai orang yang bertanggungjawab untuk perlindungan tetapi justru melakukan kejahatan maka akan memperberat hukuman," jelasnya.

Lebih lanjut, Iswarini berharap korban segera mendapatkan pemulihan. Iswarini juga menyoroti agar proses seleksi pejabat perlindungan anak harus benar-benar diperhatikan.

"Merekomendasikan agar korban mendapatkan pemulihan secepatnya dan bantuan hukum yang tepat. Merekomendasikan agar sistem rekrutmen terhadap pimpinan-pimpinan/staff yang berhubungan langsung dengan korban di lembaga pengada layanan dan rumah aman juga memperhitungkan jenis kelamin," kata Iswarini.

Iswarini mengatakan kesehatan mental korban harus menjadi prioritas. Dia berharap agar korban didampingi dengan tepat dan benar.

Menteri PPPA ungkit hukuman kebiri

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga meminta polisi mengusut tuntas kasus anggota Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, DA, yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak korban kekerasan seksual, N, yang tengah didampinginya. Bupati Lampung Timur juga diminta menonaktifkan DA.

"Kami meminta aparat kepolisian setempat untuk mengusut kasus ini hingga tuntas dan aparat Penegak Hukum (APH) tidak segan-segan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak," kata Bintang dalam siaran pers seperti dikutip detikcom, Selasa (07/07).

Bintang lalu bicara soal undang-undang yang bisa dikenakan untuk pelaku jika terbukti. Salah satunya Perppu Kebiri.

"Pelaku bisa dijerat dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 (Perppu Kebiri)," tegas Bintang.

Bintang juga mengatakan DA memenuhi unsur untuk diberikan pemberatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 81 UU Perlindungan Anak karena seharusnya melindungi anak tetapi melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak.

Meski demikian, penjatuhan pidana sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum, khususnya hakim.

Bintang memaparkan Pasal 81 ayat (3) sampai Pasal 81 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang menyatakan, jika pelaku merupakan aparat yang menangani perlindungan anak, ancaman pidananya diperberat ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya atau maksimal 20 tahun, bahkan sampai dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

"Saya sangat menyesalkan indikasi kasus kekerasan seksual ini bisa terjadi dan dilakukan oleh terlapor yang merupakan anggota lembaga masyarakat yang dipercaya oleh masyarakat dan juga sebagai mitra pemerintah dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Institusi ini juga dipercaya sebagai rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan seksual. Terlapor sendiri bukan seorang ASN (aparatur sipil negara)," ujar Bintang.

Bintang mengungkapkan Kemen PPPA melalui Dinas PPPA Provinsi Lampung sudah terjun langsung ke lokasi kejadian dan menemui keluarga korban untuk mendapatkan informasi akurat dari berbagai pihak.

Sambil menunggu hasil penyelidikan polisi, Bintang meminta Pemerintah Daerah, Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, dan Dinas PPPA Lampung Timur mengambil langkah-langkah penanganan, dari proses perlindungan terhadap anak korban, pemeriksaan kesehatan, pendampingan psikologis, hingga mengawal proses hukumnya. Dia menekankan harus mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

"Melihat semakin maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak, Menteri Bintang berharap DPR RI dapat memasukkan kembali Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 dan segera mengesahkan payung hukum yang dapat melindungi perempuan dan anak," ujarnya. (Ed: gtp/rap)

 

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Diduga Perkosa ABG, Pejabat Perlindungan Anak di Lampung Dipanggil Polisi

Komnas Perempuan Sesalkan Kasus Pejabat Pelindung Anak Diduga Perkosa ABG

Pejabat Pelindung Anak Diduga Memperkosa, Menteri PPPA Ungkit Hukuman Kebiri