1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikJerman

Scholz Tolak Perceraian Ekonomi antara Jerman dan Cina

21 Juni 2023

Rapat konsultasi tingkat tinggi antara Jerman dan Cina dibayangi tekanan kepada pemerintah di Berlin untuk mengurangi kebergantungan. Kanselir Olaf Scholz menolak perceraian dan ingin memperkuat kerja sama iklim.

https://p.dw.com/p/4Ssj3
Rapat konsultasi tingkat tinggi Jerman-Cina
Rapat konsultasi tingkat tinggi Jerman-CinaFoto: Michael Kappeler/dpa/picture alliance

Sepuluh orang menteri mengawal kunjungan Perdana Menteri Cina, Li Qiang, di Berlin, Selasa (20/6). Dia diterima Presiden Frank-Walter Seteinmeier, sebelum menjumpai Kanselir Olaf Scholz bersama sembilan anggota kabinetnya

Kedua delegasi berembuk dalam rapat konsultasi tingkat tinggi, yang biasanya digelar antara negara sahabat. Forum tersebut sudah diadakan sejak 2011. Pada 2014, Cina bahkan mendapat status "kemitraan strategis menyeluruh”. Tapi sejak itu, relasi kedua negara mendingin.

Di dalam negeri, rapat konsultasi dengan pemerintah Beijing kian dikritik lantaran ketegangan geopolitik di Ukraina dan Taiwan, serta maraknya dugaan pelanggaran HAM berat oleh Partai Komunis Cina. Rapat konsultasi selayaknya diadakan dengan negara sahabat, bukan rival geopolitik

"Kita harus mengkaji apakah format konsultasi antarpemerintah dengan Cina masih layak untuk masa depan,” kata Ketua Komisi Luar Negeri di Parlemen Jerman, Michael Roth, yang berasal dari partai pemerintah, SPD.

Pemerintah terutama dikritik karena tunduk kepada tekanan Cina yang menolak pertanyaan wartawan saat jumpa pers.

Berlin welcomes Chinese premier

Minimalisasi risiko, bukan perceraian 

Kanselir Scholz sejak awal menolak "perceraian” dengan perekonomian Cina, menyusul desakan untuk mengurangi kebergantungan dari Beijing. "Kami tidak tertarik pada perceraian ekonomi dengan Cina, hal itu juga sudah kami tegaskan dalam KTT G7 di Hiroshima, Jepang,” kata Scholz usai bertemu Li Qiang.

"Mari kita lanjutkan dialog untuk lebih memahami sikap satu sama lain dan menghadapi tantangan global bersama-sama,” tutur Scholz ke arah Li Qiang saat jumpa pers di Berlin. 

Bagi Jerman, Cina bukan cuma mitra dagang terbesar, tetapi juga dibutuhkan untuk memperjuangkan solusi iklim dan pengurangan emisi.

Perdana Menteri Li Qiang menggambarkan rapat konsultasi dengan Jerman "berorientasi praktek dan sangat efektif,” serta membuahkan "hasil yang produktif.” Sebanyak 10 proyek disepakati, imbuhnya.

Proyek-proyek tersebut antara lain adalah rencana aksi tiga tahun dalam bidang perlindungan iklim dan konservasi, serta penanggulangan kelaparan dan pandemi.

"Kalau kita memperkuat kerja sama di bidang ilmu pengetahuan, industri dan ekonomi, maka kita akan membantu menstabilkan perekonomian dunia,” tukasnya.

Masalah Lingkungan: Penambangan Lithium bagi Mobilitas Elektrik

Alternatif investasi

Berbeda dengan harapan Li Qiang, dunia korporasi Jerman malah sebaliknya sedang giat mengurangi produk Cina dari daftar rantai suplai, kata Presiden Asosiasi Industri Jerman (BDI), Siegfried Russwurm.

"Perusahaan sedang berusaha secara intensif untuk mempercepat diversifikasi pasar dan membangun kemitraan baru,” kata dia. Cina kini semakin diakui sebagai pesaing dan rival teknologi oleh pelaku industri di Jerman.

Meski demikian, Cina masih tercatat sebagai pasar terbesar bagi sebagian produk Jerman. Saat ini, lebih dari 5.000 perusahaan beroperasi di Cina dengan 1,1 juta pegawai. Raksasa industri semisal Volkswagen atau BASF, ditambah sepasukan perusahaan menengah, seperti produsen gergaji listrik, Stihl, masih mengandalkan pasar di Cina untuk memoles neraca.

Perusahaan-perusahaan ini diwanti-wanti oleh Menteri Ekonomi Robert Habcek agar menghindari jenis investasi yang menyertakan peralihan teknologi atau pemindahan pusat pengembangan ke Cina. 

rzn/hp