1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Samudera Arktika akan Meleleh Satu Dekade Lebih Cepat

8 Juni 2023

Bongkahan es di Samudera Arktika akan sepenuhnya meleleh pada musim panas pada 2030an, alias satu dekade lebih cepat ketimbang yang diperkirakan. Laju pencairan sulit dihentikan bahkan jika emisi GHG berkurang drastis.

https://p.dw.com/p/4SIqS
Lapisan es di Samudera Arktika
Lapisan es di Samudera ArktikaFoto: Markus Rex/Alfred-Wegener-Institut/dpa/picture alliance

Laju pencairan es di Kutub Utara diprediksi tidak akan melambat, meski sasaran kenaikan suhu Bumi bisa dibatasi sebesar 1,5 derajat Celsius. Kesimpulan itu dirilis dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh jurnal Nature Communications.

"Waktunya sudah telat untuk melindungi es musim panas di Kutub Utara," kata salah seorang ilmuwan yang terlibat, Dirkt Notz, Guru Besar Oseanografi di Universitas Hamburg, Jerman. "Ini akan menjadi komponen besar pertama dalam sistem iklim yang punah akibat emisi gas rumah kaca yang kita ciptakan," imbuhnya.

Mencairnya lapisan es diprediksi akan berdampak besar pada pola cuaca, ekosistem, dan kehidupan manusia secara global.

"Pencairan bisa mempercepat pemanasan global, yakni karena melelehnya es di permafrost yang padat emisi, dan kenaikan permukaan air laut karena mencairnya lapisan es di Greenland," timpal kepala peneliti, Seung-ki Min dari Universitas Teknologi Pohang, Korea Selatan.

Lapisan es Greenland menyimpan volume es yang mampu menaikkan permukaan laut setinggi enam meter. Pencairan es di laut sebaliknya tidak berdampak pada kenaikan permukaan air, melainkan mempercepat proses pemanasan temperatur Bumi.

Pencairan es di Kutub Utara dan Selatan
Pencairan es di Kutub Utara dan Selatan

Pencairan es percepat pemanasan global

Lapisan es di permukaan laut selama ini berjasa memantulkan 90 persen energi matahari kembali ke luar angkasa. Namun, jika matahari menyinari samudera yang cair, energinya akan diserap oleh air dan disebar ke seluruh permukaan Bumi.

Fenomena ini terutama berlaku untuk samudera di Kutub Utara dan Selatan, yang tercatat telah menghangat sebanyak tiga derajat Celsius dibandingkan level pada abad ke-19 atau tiga kali lipat rata-rata global.

Hilangnya lapisan es di perairan kutub pada September tahun 2030an menandakan akselerasi krisis, "satu dekade lebih cepat ketimbang perkiraan terbaru oleh Panel Iklim PBB (IPCC)," kata Min.

Dalam laporan 2021 silam, IPCC memprediksi "dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi" bahwa Samudera Arktika akan bebas es setidaknya pada pertengahan abad, itu pun dalam skenario kenaikan emisi yang ekstrem.

Meneliti Penyusutan Lapisan Es di Kutub Utara

Kutub tanpa es

Riset terbaru, yang menganalisa data observasi antrara 1979 dan 2019, menemukan ambang batas kenaikan suhu sudah akan terlampaui pada 2040an.

Min dan ilmuwan lain juga menghitung, bahwa aktivitas manusia bertanggung jawab atas 90 persen pencairan lapisan es di Samudera Arktika. Adapun sumber pencairan alami seperti erupsi vulkanik hanya berdampak kecil.

Terakhir kali, lapisan es di Samudera Arktika menyusut menjadi sebesar 3,4 juta kilometer persegi pada 2012. Jumlah tersebut merupakan rekor terendah sebaran es di muka laut, dengan angka terendah kedua dan ketiga terjadi pada 2020 dan 2019.

Status "bebas es" di Samudera Arktika hanya digunakan jika tutupan es di muka laut menyusut lebih kecil ketimbang satu juta kilometer persegi atau tujuh persen dari total wilayah perairan di Kutub Utara.

Di Antarktika, tutupan es laut menyusut menjadi 1,92 juta kilometer persegi pada Februari lalu, alias level terendah dalam sejarah pengamatan cuaca.

rzn/hp (AFP, Reuters)