1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Saat Lilitan Kabel Tampak Lebih Rumit daripada Kehidupan

16 Mei 2023

Kabel menjuntai dan membelit jadi pemandangan biasa di Jakarta. Kota ini pun tampak semrawut kabel, dari kabel listrik, telepon, wifi, dan beragam jenis kabel lainnya.

https://p.dw.com/p/4RNoE
Kabel berantakan di salah satu sudut Jakarta
Kabel berantakan di salah satu sudut JakartaFoto: C. Andhika/DW

Makin hari, kabel udara (kabel listrik yang disangga oleh tiang yang cukup tinggi) di salah satu area di Jakarta tampak makin semrawut. Bahkan tak jarang, sejumlah tiang listrik terlihat kian doyong lantaran beban gulungan kabel yang harus disangga.

Perkara kabel ruwet, yang tak cuma terjadi di Jakarta, memang tak semudah itu diatasi. Di beberapa ruang publik, kabel-kabel ini bahkan terlihat berantakan dan tergeletak di tanah. Bukan cuma satu gulung, tapi beberapa gulung tergeletak di tanah, beberapa ada juga yang terikat menggelantung.

Tiang dan kabel listrik menjuntai ini seolah sudah jadi bagian dari kehidupan masyarakat. Ada yang risih, ada juga yang sepertinya sudah pasrah dengan pemandangan ini. Banyak juga yang bingung ke mana harus melaporkan kabel kusut ini.

Mimi, salah seorang warga perumahan di Bekasi, Jawa Barat, pernah kesal lantaran kabel listrik di depan rumahnya menggelantung tak rapi, bahkan berpotensi membahayakan banyak orang. Dia sempat menegur seorang petugas pemasang kabel wifi dan meminta untuk merapikan kabelnya. "Bukan kabel saya Bu, saya nggak berani rapikan," katanya menirukan si petugas kabel saat itu.

Mimi pun cuma bisa pasrah. Mencari tahu kabel milik siapa atau perusahaan apa bukanlah hal yang mudah baginya. Ini bukan pertama kali dia menegur pemasang kabel wifi di area rumahnya. "Percuma, lempar-lemparan terus," kata dia.

Siapa bertanggung jawab merapikan kabel?

Kegalauan dan keengganan Mimi untuk kembali melaporkan masalah perkabelan ini memang sangat dipahami oleh pengamat tata kota Dr. Yayat Supriatna. "Bisa dilaporkan, tapi nanti semuanya lepas tanggung jawab, bilang kabelnya bukan punya mereka," ujar Yayat kepada DW Indonesia.

"Permasalahannya di sini adalah ada tanggung jawab yang terputus. Di kita ini persoalan sistem jaringan perkotaan, lebih banyak tanggung jawab badan usaha, PDAM, listrik, gas itu sendiri. Kalau ada jaringan utama di tempat itu, pasti langsung pasang, gali sana-sini. Semua utilitas air, telepon, gas, itu suka-suka perusahaannya saja, jadi mau pasang di atas dan di bawah ya bagaimana perusahaannya."

"Kalau PLN misalnya, tanggung jawab mereka hanya sampai gardu, untuk pemasangan ke rumah, itu tanggung jawab instalaturnya. Selama ada permintaan, ada tiang, ya pasang. Kalau tidak ada tiang, pemilik rumah suruh beli tiang, lalu pasang. Prinsip corporate itu di mana ada permintaan pasti dilayani utilitasnya."

Rumitnya lilitan kabel di Jakarta
Bina Marga Jakarta dalam lamannya menyebut telah menertibkan sejumlah kabel udara di wilayah Mampang Prapatan. Disebutkan bahwa ada 44 kabel udara (kabel fiber optik) dengan panjang kurang lebih 2.500 m yang ditertibkan.Foto: C. Andhika/DW

Menurut UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, kabel memang diizinkan berada di bagian jalan. "Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel."

Meski demikian, ini bukanlah alasan kabel listrik bisa diletakkan sembarangan. Pemandangan langit kerap terganggu dengan panjang dan tebalnya kabel-kabel listrik yang membentang dari ujung ke ujung. Bukan cuma di jalan protokol tapi sampai ke gang-gang kecil, gulungan kabel juga terlihat.

Sistem perencanaan kabel terpadu, mungkinkah?

Yayat mengungkapkan infrastruktur kota yang tak terencana menjadi penyebab masalah semrawutnya kabel-kabel ini.  Pasalnya, dia menilai, infrastruktur kota termasuk Jakarta belum mendukung sistem perencanaan soal kabel terpadu dan ducting.

"Pertama, kalau kota yang bagus itu ketika struktur ruang kota, struktur ruang kota itu adalah pusat kegiatan yang didukung jaringan pelayanan, energi listrik, air telepon wifi dan lainnya. Tapi di Indonesia itu konsep tidak bisa diimplementasikan, karena tidak direncanakan sejak awal, jadi mau bikin sistem ducting itu - sistem di seperti manhole ruang di bawah tanah ketika semua struktur sarana prasarana di simpan di bawah tanah - itu sulit."

"Peraturan daerah tidak memberikan sanksi kalau badan usaha tidak membuat ducting. Dulu pernah diusulkan Peraturan Gubernur untuk bikin sistem terintegrasi," ujarnya. Namun ada penolakan karena ini berarti akan ada biaya tambahan untuk ducting yang harus ditanggung.

Revitalisasi kawasan

Pemerintah juga ternyata jengah dengan kabel-kabel listrik yang malang-melintang merusak pemandangan. Namun berbagai wacana untuk mengatur perkara kabel semrawut ini juga masih belum berjalan sepenuhnya. Aturan soal kabel udara telah diatur dalam Perda No. 8 Tahun 1999 tentang 'Penempatan jaringan utilitas dapat dilakukan di bawah tanah, di atas tanah, dan di dalam laut.'

Pemerintah DKI Jakarta juga sudah punya wacana untuk melakukan revisi perda tersebut dan memindahkan kabel udara ini bawah tanah. Draft Raperda (randangan perubahan perda DKI Jakarta no 8 tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas) yang dikutip dari laman DPRD DKI Jakarta, menyebutkan bahwa penempatan jaringan utilitas wajib dilakukan pada Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) dan wajib dilakukan di bawah tanah. 

Sementara mengutip laman Ombudsman, Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) adalah misi pemerintah DKI Jakarta untuk menjadikan ibu kota yang modern dan nyaman dengan merapikan kabel telekomunikasi. Diharapkan tidak ada lagi kabel udara yang melintas demi penataan kota yang lebih baik dan berkualitas sehingga dapat mendukung aktifitas ekonomi, pendidikan dan sosial masyarakat.

Proyek SJUT ini bertujuan untuk mendukung Provinsi DKI Jakarta menuju smart city, serta mewujudkan kerapihan kota agar selaras dengan kaidah tata ruang kota, kelestarian, dan estetika. 

Selain itu, pemerintah sudah menunjuk pelaksana pekerja SJUT yaitu PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) dan Perusahaan umum Daerah Pembangunan Saranan Jaya lewat Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 110 tahun 2019 dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 69 tahun 2020. Dalam laman Jakarta Infrastruktur, pekerjaan SJUT ini bertujuan untuk merapikan sekaligus menata ulang infrastruktur Jaringan Utitlitas di Provinsi DKI Jakarta.

Dalam pernyataan bertanggal 12 Januari 2023, mereka juga mengklaim sudah melakukan sosialisasi terkait pelaksanaan SJUT ini. Mereka juga menyebut bahwa penyelenggaraan SJUT ini meliputi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur dengan targert 107 kilometer atau sekitar 29 ruas jalan yang disebut akan terselesaikan pada 2021 lalu.

Pelaksanaan konstruksi disebut sudah dilakukan sejak bulan November 2020 pada ruas jalan Mampang Prapatan dan Kapten Tendean dengan total pembangunan sepanjang 9 kilometer yang diselesaikan pada Februari 2021. JIP bahkan menargetkan kabel udara akan turun ke dalam SJUT pada Maret 2021.

Hanya saja sampai saat ini, seputaran ruas jalan tersebut terlihat masih banyak kabel yang bergelantungan dan menjuntai tak terarah di sisi jalan. Memang tak ada kabel yang melintang melewati jalan raya dua arah apalagi di atas ruas jalan khusus Trans Jakarta.

"Ya 'kan kebanyakan baru rencana-rencana saja. Tapi masihlah ada harapan Indonesia ini bisa seperti di luar negeri dengan tata kota yang lebih terencana. Masih ada harapan tapi tergantung kesepakatan. Satu-satunya cara untuk memperbaiki ini semua hanya dengan revitalisasi," ujarnya. (ae)

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.