1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIsrael

PM Israel Lakukan Kunjungan Resmi Perdana ke UEA

13 Desember 2021

Naftali Bennett disambut di Abu Dhabi dalam apa yang disebut sebagai kunjungan bersejarah. Ini kunjungan pertama setelah kedua negara menjalin hubungan diplomatik tahun lalu.

https://p.dw.com/p/44B1K
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dan Menlu UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett bertemu Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed Al NahyanFoto: Haim Zach/Israel Gpo/ZUMA Wire/imago images

Perdana Menteri Israel Naftali Bennett tiba di Uni Emirat Arab (UEA) pada hari Minggu (12/12) dalam kunjungan resmi perdananya sebagai seorang perdana menteri. Kedua negara tersebut baru saja menjalin hubungan diplomatik pada tahun lalu.

PM Bennett pertama kali diterima di Abu Dhabi oleh Menteri Luar Negeri UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan. Bennett mengatakan dia menghargai "keramahan yang sangat hangat."

"Saya sangat senang berada di sini... sebagai kunjungan resmi pertama seorang pemimpin Israel di sini. Kami berharap dapat memperkuat hubungan ini," ujar Bennett.

Bennett dijadwalkan akan bertemu Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, pada hari Senin (13/12) untuk membicarakan penguatan hubungan ekonomi dan hubungan dagang kedua negara.

Sesaat sebelum lepas landas dari Tel Aviv, Israel, Bennett mengatakan perjalanannya "bertujuan untuk memperdalam kerja sama antarnegara, di semua bidang."

"Hubungannya sangat baik dan luas, dan kita harus terus memelihara dan memperkuat hubungan ini, dan membangun hangatnya perdamaian di antara semua," kata Bennett dalam sebuah video yang dipublikasi oleh kantornya.

Normalisasi hubungan negara Timur Tengah dengan Israel

Israel dan UEA pada tahun 2020 menandatangani kesepakatan untuk menormalisasi hubungan kedua negara, yang perantarai oleh pemerintahan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Proses ini berlangsung di bawah Kesepakatan Abraham atau Abraham Accords, yakni serangkaian kesepakatan yang menormalisasi hubungan diplomatik Israel dengan beberapa negara Arab, termasuk Bahrain, Sudan, dan Maroko. Kesepakatan ini mengambil nama Abraham atau Ibrahim yang dihormati oleh kalangan Yahudi, Kristen, dan Islam.

"Hanya dalam satu tahun sejak normalisasi hubungan ini, kita telah melihat potensi luar biasa dari kemitraan Israel-UEA. Ini baru permulaan," ujar Bennett. 

Kekhawatiran atas program nuklir Iran

Kunjungan diplomatik ini berlangsung saat negara-negara adidaya dunia tengah bernegosiasi dengan Iran untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015 yang ditentang oleh Israel dan pada tahun 2018 ditinggalkan oleh Presiden AS saat itu, Donald Trump.

Baik Israel dan UEA telah lama sama-sama merasa terancam oleh kegiatan nuklir Iran. Kesepakatan mereka untuk menormalkan hubungan ini telah meningkatkan ketegangan dengan Teheran, yang mengatakan program nuklirnya dimaksudkan untuk tujuan damai.

Dalam beberapa pekan terakhir, Israel menegaskan kembali ancaman untuk mengambil tindakan militer terhadap Iran jika diplomasi menemui jalan buntu.

UEA juga telah menghubungi Iran untuk meredakan ketegangan ini dengan mengirim penasihat keamanan nasional senior Sheikh Tahnoon bin Zayed Al Nahyan ke Teheran pada Senin (06/12) lalu untuk bertemu dengan mitranya dari Iran, termasuk Presiden Ebrahim Raisi.

Kerja sama Israel-UEA ini dikecam oleh sejumlah kalangan di Palestina, yang hubungan diplomatiknya dengan Israel terhenti pada 2014.

Kunjungan Bennett ini telah "melanggar konsensus Arab yang seharusnya mendukung perjuangan Palestina di tengah tantangan yang dipaksakan oleh pendudukan (Israel)," Wasel Abu Youssef dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengatakan seperti dikutip oleh kantor berita Reuters.

ae/hp (AFP, AP, Reuters)