1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertemuan Trilateral AS, Afghanistan dan Pakistan

7 Mei 2009

Pertemuan antara presiden AS Barack Obama dan rekan sejawatnya dari Afghanistan dan Pakistan, yaitu Hamid Karsai dan Asif Ali Zardari menjadi sorotan sejumlah media internasional.

https://p.dw.com/p/HlQm

Harian Perancis Le Télégramme mengomentari serangan udara AS di Afghanistan:

"Seratus lebih korban jiwa, sebagian besar warga sipil, diberitakan tewas dalam serangan dan pemboman militer AS. Pasukan NATO tentu menyadari dampak yang ditimbulkan serangan mereka. Mereka berupaya menghindarinya, tapi mereka tak selalu berhasil karena 'musuh' sering kali berada di tengah-tengah penduduk sipil. Setelah Barack Obama masuk Gedung Putih yang kini dibutuhkan adalah agar pasukan asing yang jumlahnya ditingkatkan dari 60.000 menjadi 100.000 memenangkan 'hati dan dukungan' warga Afghanistan. Tapi, tiap-tiap peristiwa serupa ini menyebabkan target ini makin sulit dijangkau."

Harian Italia La Repubblica yang berhaluan liberal kiri menyoroti hasil pertemuan Presiden AS Barack Obama dengan rekan sejawatnya dari Afghanistan Hamid Karzai dan Presiden Pakistan Asif Ali Zardari:

"Pada hari terjadinya serangan udara fatal di Afghanistan, Obama fokus pada apa yang disebut Washington sebagai AfPak, dalam pertemuan yang tampaknya berakhir memuaskan bagi semua pihak. Presiden AS ingin agar kata-kata diikuti tindakan nyata. Ia juga secara terbuka menunjukkan ketidakpuasan AS terhadap situasi saat ini kepada Karzai dan Zardari. Setelah ungkapan yang optimis kemarin, Obama kini harus meyakinkan Kongres, di mana kubu Demokrat menuntut jaminan lebih besar dari Pakistan sebelum mereka menyatakan bersedia meluncurkan dana bantuan sebesar 7,5 miliar Dollar AS."

Sementara harian The Times yang terbit di London, Inggris menilik hubungan antara Afghanistan dan Pakistan:

"Masalah utamanya adalah rasa curiga dan tak suka antara kedua negara. Presiden Afghanistan Hamid Karsai kuatir, dinas rahasia Pakistan diam-diam mendukung Taliban. Sebaliknya, Pakistan curiga bahwa India memposisikan diri di Afghanistan, posisi yang lebih strategis dalam menghadapi Pakistan. Presiden AS Barack Obama menyadari betapa sulitnya meyakinkan publik barat untuk mendukung kedua presiden yang saling tuding dan terkenal kontroversial ini. Ia harus meyakinkan keduanya bahwa tanpa kerja sama dalam menentang ekstremisme, mereka akan kehilangan bantuan barat, dukungan militer dan bahkan pengaruh mereka sendiri."

Harian Die Presse yang terbit di Wina mengomentari politik Afghanistan yang dirumuskan pemerintah AS:

"Strategi Afghanistan yang dijalankan Obama sudah menuju arah yang benar. Meski begitu, kita tak perlu mengharapkan keberhasilan cepat, justru sebaliknya, pertarungan di sejumlah front kehidupan akan mewarnai hidup sehari-hari Afghanistan di masa mendatang. Amerika Serikat tampak bertekad untuk memperjuangkan stabilisasi berkelanjutan di Afghanistan dan menuntut pemerintah Afghanistan serta masyarakat dunia untuk memikul tanggung jawabnya. Yang mengherankan adalah mengapa strategi ini tak dijalankan musim gugur tahun 2001 saat Taliban berhasil digulingkan? Waktu itu, peluang keberhasilan jauh lebih besar dibandingkan sekarang, di saat sebagian besar warga Afghanistan meragukan atau bahkan menolak keterlibatan dunia internasional. Pada akhirnya, keberhasilannya tergantung pada kemampuan semua pihak untuk menawarkan sesuatu yang lebih baik kepada rakyat Afghanistan yang menderita daripada Taliban."(zer)