1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Panghargaan Sakharov dan HAM di Arab Saudi

16 Desember 2015

Penghargaan Sakharov 2015 dianugerahkan kepada blogger Arab Saudi, Raif Badawi. Namun Badawi dalam tahanan di negaranya karena tulisan-tulisannya. Bagaimana situasi HAM di negara itu?

https://p.dw.com/p/1HO5b
Raif Badawi Amnesty International Demo
Foto: Getty Images/AFP/T. Schwarz


Parlemen Eropa menganugerahkan Penghargaan Sakharov bagi Raif Badawi hari ini di Straßburg. Karena ia berada dalam tahanan di negaranya, Arab Saudi, ia diwakili istrinya Ensaf Haidar, yang tinggal di pengasingan di Kanada.

Keputusan terpilihnya Badawi sudah diambil 29 Oktober lalu. Penghargaan Sakharov diberikan sebagai penghargaan kepada individu atau sekelompok orang yang mendedikasikan hidup mereka untuk membela hak asasi manusia serta kebebasan berpendapat. Penghargaan ini bisa ditafsirkan sebagai sinyal bahwa pemerintah Arab Saudi harus lebih menghormati hak asasi manusia.


9 Januari 2015 hukuman 50 kali pecut dilaksanakan terhadap Raif Badawi (31). Ketika itu sebuah rekaman video dengan sebuah ponsel sempat muncul di internet. Sejauh ini hukuman pecut baru sekali dilaksanakan terhadapnya. Vonis seluruhnya bagi Badawi: 1.000 kali pecut, 10 tahun penjara, denda berjumlah besar dan larangan mengadakan perjalanan. Kesalahan Badawi: ia menulis sejumlah blog yang dinilai sepihak oleh penguasa di Arab Saudi sebagai penghinaan agama.

Membela kebebasan berpendapat

Di dalam tulisan-tulisannya ia menggambarkan hasil pengamatannya atas masyarakat di mana ia hidup. Yaitu sebuah dunia, di mana perempuan dan laki-laki terpisah dalam hidup sehari-hari, di mana hanya ada satu agama yang benar yaitu Islam dan hanya ada satu cara mempraktekkannya, yaitu Wahabisme. Tulisn kritis ini sontak memicu kemarahan pemerintah di Riyadh. Tetapi pemikirannya dihargai dunia internasional.

Badawi khawatir, ini akan berakibat negatif bagi tanah airnya. Agustus 2010 ia menulis tentang kekhawatirannya: Orang yang mengamati masyarakat Arab akan sadar, bagaimana negara menderita di bawah beban teokrasi, di mana ulamanya hanya bersedia mendengar jawaban 'Saya dengar dan patuh'. Saya khawatir, orang-orang pintar di dunia Arab satu waktu nanti akan pergi, mencari udara segar, ke tempat lain, jauh dari pedang tajam milik otoritarisme religius.

Di samping itu, Badawi menuntut dikuranginya pengaruh para wakil agama dan polisi agama di Arab Saudi. Ide-ide liberalisme tampak jelas di tulisan-tulisannya. Tapi ia jelas tidak menuntut penghapusan agama. Sebaliknya, setiap orang harus punya kebebasan mempraktekkan kepercayaannya.

Perlakuan tak adil terhadap mereka yang menyatakan pendapat tidak hanya dirasakan Badawi. Melainkan juga misalnya penyair Ashraf Fayadh.

Poet Ashraf Fayadh facing death penalty

Pemerintah merasa terancam

Ulama Arab Saudi serta monarki merasa kekuasaannya dan caranya menginterpretasi agama dipertanyakan oleh Badawi. Istri Raif Badawis, Ensaf Haidar, bahkan kuliah teologi Islam. Ia menekankan, tulisan suaminya tidak pernah menghina Islam. Tetapi banyak orang di Arab Saudi menganggapnya demikian dan menjadikan itu alasan penghukuman Badawi.

Arab Saudi menindak keras orang-orang yang menyatakan pendapat serta menuntut kebebasan berpendapat. Sebaliknya, tahun ini mencatat untuk pertama kalinya perempuan boleh ikut memberikan suara dalam pemilihan umum, juga mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, dan terpilih.

ml/as (twitter, the guardian, dpa)