Pengangguran Kaum Muda Jadi Tantangan Terbesar India
9 Mei 2024Alkisah, pada Februari 2019 silam, Somesh Jha, jurnalis Business Standard asal India, mendapat bocoran sebuah „berita panas,” tentang bagaimana pemerintah menghentikan publikasi data statistik yang mencatat rekor angka pengangguran kaum muda di India.
Jha akhirnya memublikasikan laporannya sendiri, bahwa tingkat pengangguran kaum muda pada 2017/18 di India mencapai 6,1 persen, tertinggi dalam 45 tahun terakhir. Sebagai perbandingan, pada periode 2011/23, angka pengangguran kaum muda berkisar 2,2 persen, tulisnya.
Bagi Perdana Menteri Narendra Modi, isu tersebut menodai reputasi yang selama ini dibangun, bahwa pemerintahannya mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang pesat di India.
Pertumbuhan tanpa lapangan kerja
Modi sering disalahkan atas kebijakan "demonetisasi,” mata uang Rupee pada 2016. Saat itu, pemerintah melarang peredaran dua pecahan tertinggi yang digunakan di hampir 80 persen transaksi. Akibatnya, kelangkaan uang tunai merajalela di mana-mana.
Menurut ekonom, kebijakan demonetisasi telah berdampak buruk bagi perekonomian dan mematikan banyak lapangan kerja.
Setelah menyangkal pemberitaan Business Standard selama berbulan-bulan, pemerintahan Modi akhirnya merilis angka pengangguran kaum muda, yang mengkonfirmasi laporan Somesh Jha.
Lima tahun kemudian, situasi pasar tenaga kerja India masih dalam kondisi genting. Pemerintahan Modi berupaya merangsang pertumbuhan dengan mempercepat pembangunan infrastruktur.
Selama tiga tahun terakhir, pemerintah meningkatkan belanja untuk jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya dengan harapan bisa melapangkan usaha dan menciptakan lapangan kerja.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang pesat tidak dibarengi dengan jumlah lapangan kerja yang memadai.
Menurut perkiraan terbaru pemerintah, tingkat pengangguran naik menjadi 5,4 persen pada tahun 2023, dari 4,9 persen pada tahun 2013/14 sebelum Modi berkuasa. Di wilayah perkotaan, angka pengangguran kaum muda lebih tinggi yaitu 6,5 persen.
Data dari Pusat Pemantauan Ekonomi India, CMIE, menunjukkan bahwa tingkat pengangguran naik menjadi 8 persen pada Februari 2024.
"Angka pengangguran memang sangat besar. Ada pendapat umum bahwa belum ada perbaikan dalam skenario ketenagakerjaan secara keseluruhan,” kata Praveen Jha, profesor di Universitas Jawaharlal Nehru.
Rendahnya daya serap ekonomi
Banyak ekonom mengkhawatirkan tingginya tingkat pengangguran kaum muda. Hampir 16 persen pemuda perkotaan dalam kelompok usia 15-29 tahun tetap menganggur pada tahun 2022-2023. Penyebabnya adalah rendahnya tingkat keterampilan tenaga kerja dan kurangnya pekerjaan yang sesuai, menurut data pemerintah.
Namun riset yang dibuat oleh lembaga independen menghasilkan angka yang jauh lebih tinggi. Menurut CMIE, misalnya, tingkat pengangguran kaum muda mencapai 45,4 persen.
Satu dari tiga generasi muda di India tidak mengenyam pendidikan, tidak bekerja, atau tidak mengikuti pelatihan, menurut sebuah laporan baru-baru ini yang diterbitkan bersama oleh Organisasi Perburuhan Internasional dan Institute for Human Development, IHD, sebuah lembaga pemikir di India.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa risiko pengangguran bagi kaum muda yang berpendidikan tinggi lebih besar dibandingkan tenaga kerja berpendidikan rendah.
Tingkat pengangguran bagi lulusan universitas berkisar 29,1 persen, hampir sembilan kali lebih tinggi dibandingkan 3,4 persen bagi mereka yang tidak bisa membaca dan menulis, menurut laporan ILO/IHD. Tingkat pengangguran di kalangan generasi muda dengan pendidikan menengah atau tinggi enam kali lebih tinggi yaitu 18,4 persen.
Ravi Srivastava, direktur Pusat Studi Ketenagakerjaan di IHD, mengatakan kepada DW bahwa kaum muda adalah inti permasalahan pengangguran di India.
"Sisanya adalah pengangguran terselubung, dimana orang-orang bekerja namun mendapat upah yang sangat rendah atau hanya bekerja dalam waktu beberapa hari saja. Namun jika menyangkut pengangguran terbuka, sebagian besarnya adalah pengangguran kaum muda.”
Isu ekonomi di tahun pemilu
Pengangguran sebabnya tetap menjadi salah satu kekhawatiran terbesar pemilih selama pemilu legislatif yang diadakan dalam tujuh tahap, antara tanggal 19 April dan 1 Juni, dan rekapitulasi suara pada tanggal 4 Juni.
Bulan April lalu, jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga think tank Center for Study of Developing Societies, CSDS, mencatat 62 persen responden mengaku saat ini lebih sulit dibandingkan di masa lalu.
Adapun 27 persen mengatakan pengangguran merupakan isu penting ketika memutuskan siapa yang akan dipilih dalam pemilu. Namun, Partai BJP yang berkuasa enggan membahas masalah ini selama kampanye pemilu.
Gopal Krishna Agarwal, juru bicara BJP bidang ekonomi, tidak menanggapi permintaan komentar DW. Aliansi oposisi sebaliknya berupaya menggalang pemilih agar fokus pada pengangguran dan isu-isu ekonomi dan sosial lainnya.
Kelak akan menjadi jelas, sejauh apa isu pengangguran mempengaruhi dukungan politik dalam kontestasi demokrasi terbesar di dunia itu.
rzn/hp