1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengaduan Manipulasi Pemilu Afghanistan Membanjir

23 September 2010

Pengaduan atas dugaan kecurangan penghitungan suara pemilu parlemen di Afghanistan membanjir. Sejak pemilu Sabtu lalu, Badan Pengawas Pemilu sudah menerima lebih dari 5000 pengaduan atas dugaan kecurangan.

https://p.dw.com/p/PKsX
Ketua KPU Fazel Ahmad ManawiFoto: AP

Badan Pengawas Pemilu Afghanistan menerima lebih dari 5000 keluhan, terkait pemilu parlemen yang baru-baru ini digelar di Afghanistan. Kebanyakan pengaduan itu menyangkut kecurangan, pengaruh ilegal dari kandidat, maupun dugaan manipulasi yang terjadi pada hari pemilu Sabtu lalu. Meski pada hari Selasa siang kemarin penerimaan keluhan tertulis sudah ditutup, kelihatannya kemarahan warga tidak ada habis-habisnya. Seorang dosen Fakultas Hukum Universitas di Kabul, Faizullah Jalali menjelaskan: „Bukan masyarakat yang memanipulasi pemilu, melainkan pemerintah yang berkuasa. Mereka ta mau berbagi kekuasaan. Dan mereka yang bertanggung jawab, karena tak tertarik untuk menggelar pemilu demokratis dan tidak menunjukan kedaulatan hukum.“

Kebanyakan pengaduan membicarakan terdapat intervensi pejabat pemerintah pada hari pemilihan. Dengan demikian, perhatian sekali lagi ditujukan terhadap Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan tekanan politik yang dilakukan terhadap komisi pemilu yang baru dibentuk. Tidak seperti pemilu pada tahun sebelumnya, komisi pemilu kali ini harus dapat membuktikan diri sebagai badan yang bukan merupakan perpanjangan tangan pemerintah. Namun Ketua Komisi Pemilu Independen, Fazel Ahmad Manawi menanggapi santai:

„Syukurlah tidak terjadi hal-hal yang membuat proses pemilu dipertanyakan. Keluhan-keluhan ini menyangkut kasus tunggal. Kebanyakan kasus ini sudah diperiksa dalam proses penyelidikan. Kemungkinan surat suara palsu akan dibatalkan keabsahannya.“

Dalam pemilu presiden yang berlangsung tahun lalu, pada akhirnya sekitar satu juta suara dikeluarkan dari hasil penghitungan resmi. Sekarang ini masih terlalu dini, untuk menilai terjadinya skenario serupa. Namun tekanan politik terhadap pemerintah dan komisi pemilu terus meningkat untuk dapat memberi penjelasan. Para pengritisi mengindikasikan kali ini kasusnya lebih berat dibandingkan tahun lalu. Karena menurut arahan baru, banyak kasus manipulasi pemilu tak lagi ditangani terpusat di Kabul, melainkan secara regional. Dengan demikian, meningkat resiko campur tangannya pejabat lokal dan regional.

Sebelum maupun selama pemungutan suara dilakukan, para kandidat terkemuka mencoba mempengaruhi hasilnya lewat intimidasi atau manipulasi terarah. Seorang kandidat, Musa Fariwar menceritakan: „Bahkan pada saat hari pemungutan suara, surat-surat suara diperjualbelikan. Setiap surat suara dihargai setara dengan 20 dollar AS.“

Sebenarnya menurut undang-undang pemilu yang berlaku, seseorang dapat mencalonkan diri sebagai kandidat, apabila tidak memelihara atau menjalin kontak dengan kelompok milisi bersenjata. Namun seperti yang terjadi dalam pemilu tahun lalu, Komisi Pemilu malah tutup mata ketika ada panglima perang atau komandan milisi yang mencalonkan diri.

Ayu Purwaningsih

Editor : Agus Setiawan