1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

WNI Eks ISIS Tidak Dipulangkan, Bagaimana Nasib Anak-anak?

Detik News
12 Februari 2020

Pemerintah telah mengeluarkan keputusan untuk tidak memulangkan WNI mantan kombatan ISIS. PBNU minta pemerintah gencarkan gerakan deradikalisasi, sementara Komnas HAM pertanyakan penegakan hukum kepada WNI eks ISIS.

https://p.dw.com/p/3XdZe
Perempuan Suriah
Ilustrasi: Perempuan Suriah membawa anaknya menghindari wilayah Baghouz, Suriah bagian timur, yang tengah diserang pasukan ISIS (12/2/2019).Foto: AFP/D. Souleiman

Pemerintah dengan tegas menyatakan tidak akan memulangkan WNI eks ISIS. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut pemerintah masih mempertimbangkan memulangkan anak-anak di bawah umur yang orang tuanya terlibat jaringan teroris. Namun itu perlu dilihat secara mendalam.

"Ya kalau ada yang ini silakan aja lapor. Ini ndak ada. Hanya ada laporan dari pihak luar, bukan dari Indonesia. Indonesia sendiri sudah cari ke sana sumbernya juga tidak langsung pernah ketemu orangnya," Kata Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (12/02).

Mahfud mengungkapkan baru saja menerima laporan bahwa ada ibu-ibu dan anak-anak berada di Turki. Namun mereka tidak memiliki identitas apapun termasuk paspor.

"Tadi ada laporan dari Turki ada ibu-ibu semua anak-anak sekian. Berapa ya, lima atau berapa tapi ndak ada paspor ndak ada apa," ungkapnya.

Mahfud menegaskan pemerintah tidak akan memulangkan teroris ke tanah air. Hal itu disebutnya hanya akan membahayakan warga lain yang berada di Indonesia.

Tak dipulangkan, tetap dimonitor

Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengungkapkan pemerintah tetap mengumpulkan data para WNI eks ISIS meski telah memutuskan tidak akan memulangkannya. Para WNI eks ISIS ini tetap diawasi guna memastikan mereka bukan ancaman terhadap keamanan nasional.

"Pemerintah akan menghimpun data yang lebih valid mengenai jumlah dan identitas WNI eks ISIS di Suriah. Prinsipnya, di mana saja WNI eks ISIS harus diawasi guna memastikan mereka bukan ancaman terhadap keamanan nasional," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian, kepada wartawan, Rabu (12/02).

Donny mengatakan pengumpulan data tersebut juga untuk mengawasi interaksi WNI eks ISIS dengan orang atau kelompok mereka di Indonesia. Dia mengungkapkan pemerintah tak akan tinggal diam dan tetap menjaga keamanan nasional.

"Penghimpunan data ditujukan untuk mengawasi interaksi WNI eks ISIS dengan individu atau kelompok di Indonesia. Meski WNI eks ISIS tidak pulang ke Indonesia tidak berarti pemerintah tidak memonitor gerakan mereka di luar negeri yang bisa membahayakan keamanan nasional," ujarnya.

Deradikalisasi dan penegakan hukum

Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mendukung langkah pemerintah yang tak akan memulangkan WNI eks-ISIS. PBNU meminta pemerintah segera membuat gerakan deradikalisasi.

"Setelah pemerintah melakukan larangan, lebih lanjut menurut saya terus melakukan langkah-langkah deradikalisasi secara tepat. Jadi gerakan deradikalisasi itu jangan bersifat project orientied, tapi harus pendekatannya itu pendekatan edukasi, pendidikan, kemudian melakukan pemetaan-pemetaan di kantung-kantung mana yang menjadi basis suburnya tumbuhnya radikalisme itu. Kemudian bertahap langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan dalam pengertian memberikan pemahaman kepada mereka tentu dengan satu pola yang komprehensif," ujar Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini, kepada wartawan, Selasa (11/02) malam.

PBNU, kata Helmy, sejak awal sudah menyampaikan penolakan WNI eks ISIS dipulangkan. Alasannya, lanjut dia, karena ideologi WNI eks ISIS ini sudah bertentangan dengan Pancasila dan telah mengikuti kegiatan militer secara ilegal.

Sementara itu Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, meminta pemerintah tegas dan jelas dalam penegakan hukum bagi para WNI eks ISIS ini. Sebab menurut dia, WNI eks ISIS ini bukan sekadar perkara pulang atau tidak pulang.

"Padahal menurut kita, pemerintah harus jelas, tegas, dalam proses penegakan hukum. Jadi pulang tidak pulang itu pilihan, tapi yang tidak bisa kita hindarkan kita harus melakukan penegakan hukum. Kenapa? Di dalam UU Terorisme, itu pasal 12 a. pasal 12 b, mengatakan sebagai contoh seseorang yang ikut di dalam satu organisasi terorisme itu tindak pidana, 12 b ada bagian di situ mengatakan bila seseorang disebut di dalam pelatihan atau merekrut, atau dia menjadi struktur pelatihan itu, itu juga diancam hukuman maksimal 19 tahun," ujar Taufan.

"Pertanyaannya, kita melakukan tindakan hukum apa terhadap mereka? Ini nggak jelas, oke kita nggak pulangkan, apakah kita akan melakukan satu terobosan untuk mendukung misal Mahkamah Internasional, itu juga dimungkinkan," ucap Taufan.

Sebelumnya pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan tiga keputusan terkait kombatan ISIS yang berada di luar negeri. Salah satu dari tiga putusan adalah tidak memulangkan kombatan ISIS tersebut.

"Jadi pemerintah kemarin keputusannya tiga kata. Satu menjamin rasa aman dan nyaman bagi 267 (juta) warga negara yang hidup di Indonesia harus dilindungi oleh negara. Kedua tidak memulangkan fighters kombatan yang tergabung dalam FTF di beberapa negara. Ketiga mendata, karena mendatanya dari lembaga internasional datanya tidak terindentifikasi pasti, cuma ada jumlah sekian gitu loh," terang Menko Polhukam Mahfud MD. (Ed: rap/pkp)

 

Baca selengkapnya di: DetikNews

Kata Mahfud Md soal Nasib Anak-anak WNI Eks ISIS di Luar Negeri

Istana: WNI Eks ISIS Tak Dipulangkan ke Indonesia tetap Dimonitor

WNI Eks ISIS Tak Dipulangkan, PBNU Minta RI Gencarkan Gerakan Deradikalisasi

Komnas HAM: Pemerintah Harus Tegakkan Hukum ke WNI Eks ISIS