1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Baru Jerman Janji Atasi Masalah Tunawisma

William Noah Glucroft
6 Desember 2021

Pemerintah baru Jerman berjanji untuk mengakhiri permasalahan tunawisma pada tahun 2030. Namun, pemetaan akar permasalahan sebenarnya harus benar-benar diketahui dengan baik oleh para legislator.

https://p.dw.com/p/43sLa
Tunawisma di Jerman terancam kedinginan di tengah musim dingin
Tunawisma di Jerman terancam kedinginan di tengah musim dinginFoto: picture-alliance/dpa/H. Holleman

Suasana tenang di siang hari tampak terlihat di tempat penampungan Caritas di Gesundbrunnen, sebuah kawasan kelas pekerja di Berlin utara. Namun, bukan berarti di sana tidak ada aktivitas. Martin Parlow, seorang karyawan paruh waktu yang mengatur tempat penampungan untuk organisasi kesejahteraan sosial Katolik, harus membeli makanan, membayar tagihan dan staf, serta mengatur sumber daya yang ada.

Setiap malam, sekitar 18 pria datang karena tidak memiliki tempat tinggal. Mereka datang untuk mandi, makan, dan bermalam. Ada yang juga datang karena sedang dalam pelarian atas pelanggaran kecil. Sebagian besar adalah orang Jerman, tapi tidak sedikit juga yang berasal dari negara lain.

Keesokan paginya, para pria tersebut kembali meninggalkan tempat penampungan untuk menjalani rutinitas harian: bekerja dengan gaji sangat rendah atau mengemis. "Beberapa orang telah datang ke sini selama bertahun-tahun, yang aneh dan menyedihkan karena ini adalah akomodasi yang sangat mendasar," kata Parlow, yang mengawasi tim yang terdiri dari delapan pekerja, kepada DW.

Dari luar, tempat penampungan tersebut tampak seperti hostel murah. Mereka yang datang untuk bermalam biasanya telah meninggalkan barang-barang sebelumnya seperti sandal, topi, atau minuman di samping tempat tidur mereka.

Ini merupakan tahun ketiga Parlow mengurus penampungan, yang berarti sebagian besar waktunya berada di saat kondisi pandemi. Terlepas dari ketakutan pada awalnya, dia mengatakan tempat penampungan menolak untuk menghentikan pekerjaannya ketika pandemi COVID-19 melanda Jerman. Penyesuaian pun dilakukan, seperti mengurangi jumlah orang yang ditampung sesuai dengan pembatasan jarak sosial. Dulu ada 25 orang yang diizinkan masuk pada satu malam bahkan bisa lebih banyak.

Masker, tes COVID-19, dan pelacakan kontak adalah kemewahan bagi para tunawisma di sana. Staf di kamp penampungan telah divaksinasi dengan dosis Johnson & Johnson, begitu juga dengan beberapa tunawisma yang datang. Meski begitu, kondisi tersebut tampak kurang efektif merujuk gelombang empat yang menghantam Jerman saat ini.

Martin Parlow dan timnya menyediakan makanan dan tempat tidur di tempat penampungan Berlin, menyelamatkan nyawa para tunawisma
Martin Parlow dan timnya menyediakan makanan dan tempat tidur di tempat penampungan Berlin, menyelamatkan nyawa para tunawismaFoto: William Glucroft/DW

Masalah jangka panjang, solusi khusus musim dingin

"Misi kami adalah menyelamatkan nyawa dengan menyediakan tempat tidur yang hangat," jelas Parlow. "Ketika sistem ini dibuat 30 atau 40 tahun yang lalu, orang-orang sekarat di jalanan."

Manfaat yang didapat dari kamp yang dibuka hanya pada malam hari dan selama musim dingin ini adalah bahwa orang dapat datang tanpa persyaratan dan dokumen-dokumen khusus. Namun, ada banyak kelemahan: biaya yang mahal, sekitar €45 (Rp765 ribu) per tempat tidur per malam. Jaringan tunawisma Berlin ini kini bergerak menuju model 24/7, kata Parlow, yang akan memungkinkan untuk menyediakan lebih banyak konseling, bantuan pekerjaan, dan prospek perumahan jangka panjang.

Di Berlin dan di seluruh Jerman, kekurangan perumahan dan harga sewa yang meroket membuat sulit untuk menemukan dan mempertahankan kondisi kehidupan yang stabil. Jerman memiliki sektor upah rendah yang substansial, dan penelitian besar menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan meningkat, bagian gaji yang lebih besar harus dialokasikan untuk biaya sewa dan tekanan ini menyasar ke kelas menengah.

Bahkan organisasi besar seperti Caritas mengalami kesulitan mengamankan stok perumahan yang terjangkau untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Migrasi yang meningkat telah membuat para pembuat kebijakan lengah selama bertahun-tahun, seperti halnya serbuan investor properti. Hal itu ditambah dengan peraturan perumahan yang tidak memadai dan kurangnya penegakan peraturan, semuanya berkontribusi pada masalah tunawisma.

Kondisi tempat tidur di kamp penampungan Caritas Berlin
Kondisi tempat tidur di kamp penampungan Caritas BerlinFoto: William Glucroft/DW

Sasaran, rencana, strategi pemerintah selanjutnya

Koalisi pemerintah Jerman berikutnya, yang dipimpin oleh Sosial Demokrat (SPD) ingin secara dramatis memperluas pembangunan perumahan baru dengan fokus pada keterjangkauan dan mengakhiri tunawisma pada tahun 2030. Perjanjian koalisi yang mengatur menyebutkan "mengajukan rencana tindakan" tetapi tidak memiliki spesifik tentang bagaimana melakukannya.

"Tujuan untuk mengatasi tunawisma dalam dekade ini hanya dapat berhasil dengan kerja sama dari semua tingkat federal," Ingrid Herden, juru bicara SPD, mengatakan kepada DW dalam sebuah pernyataan. "Itulah mengapa akan ada kelompok kerja antara pemerintah federal dan negara bagian, yang akan melakukan pekerjaan persiapan untuk mempresentasikan rencana aksi nasional."

Jerman memiliki periode legislatif empat tahun, yang berarti pemerintah berikutnya dapat mengambil waktu hingga 2025 untuk membuat rencana semacam itu. Rencana itu akan menyisakan lima tahun untuk mengimplementasikannya.

"Pada dasarnya benar bahwa pemerintah baru masih perlu mencari tahu apa yang dimaksud dengan rencana aksi nasional dan bagaimana tujuan dari perjanjian koalisi akan terwujud,” Krister-Benjamin Schramm, juru bicara Partai Hijau, mengatakan kepada DW dalam sebuah pernyataan.

SPD dan Partai Hijau juga berada di pemerintahan negara bagian Berlin, yang dalam kesepakatan koalisinya sendiri telah mengajukan langkah-langkah yang sedikit lebih konkret di tingkat negara-kota. Mereka termasuk menggunakan lebih banyak dana sendiri dan UE untuk memerangi tunawisma, mengawasi lebih dekat penggusuran, dan menurunkan standar orang-orang untuk mendapatkan perumahan.

Memperbaiki masalah yang tidak terlihat

Organisasi-organisasi kesejahteraan sosial telah menyambut kemauan politik baru untuk mengatasi tunawisma tetapi menunggu untuk melihat buktinya. Asosiasi Federal untuk Bantuan Tunawisma (BAG W), misalnya, menyerukan jaminan perumahan konstitusional yang lebih kuat, lebih banyak perlindungan penggusuran, kontrol sewa yang lebih baik, dan cara yang lebih mudah bagi mereka yang tidak memiliki alamat tetap untuk mendapatkan pendataan sehingga mereka dapat menerima perawatan kesehatan yang memadai.

Undang-undang yang mengamanatkan pengumpulan data reguler dan komprehensif tentang tunawisma mulai berlaku pada tahun 2020, dan belum ada statistik tentang data tersebut hingga saat ini.

Sampai saat itu, para pendukung dan pembuat kebijakan hanya dapat memberikan perkiraan terbaik. Secara nasional, ada 678.000 orang tanpa rumah pada tahun 2018, menurut BAG W. Jumlah itu termasuk 441.000 pengungsi dan 19.000 anak-anak. Hampir 12% memiliki pekerjaan, dan persentase yang hampir sama pula untuk pensiunan. Hutang biaya perumahan adalah penyebab utama orang-orang kehilangan rumah.

Angka tersebut diperkirakan meningkat lebih dari tiga kali lipat sejak tahun 2018, sebagian besar didorong oleh para pengungsi yang datang.

Parlow meyakini jumlah yang sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Perkiraan tersebut tidak mencakup, misalnya, kaum muda yang tidak dapat meninggalkan rumah orang tua mereka, atau mereka yang terjebak dalam hubungan yang buruk karena mereka tidak memiliki tempat lain untuk dituju. Di Berlin saja, Parlow berpikir mungkin ada 200.000 orang yang terancam tidak memiliki tempat tinggal.

Sambil menunggu kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini, kamp penampungan seperti yang dikelola Parlow akan tetap menjadi solusi jangka pendek dalam melawan permasalahan tunawisma. "Anda dapat memecahkan masalah ini - jika Anda benar-benar menginginkannya sebagai masyarakat atau pemerintah," pungkas Parlow.

(rap/ha)