1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB Rilis Laporan Situasi Perubahan Krisis Iklim Terbaru

20 Maret 2023

Senin (20/03), PBB rilis laporan terbaru berisikan dampak dari krisis iklim satu dekade, serta upaya mencegah bencana iklim global.

https://p.dw.com/p/4OvBx
Lanskap Es Kutub Utara
PBB keluarkan laporan terbaru berisikan solusi atasi krisis iklim globalFoto: OKAPIA/picture alliance

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Senin (20/03) telah merilis laporan penting yang ringkasan data mengenai dampak pemanasan global dalam hampir satu dekade terakhir. Laporan terbaru itu juga berisikan rekomendasi dalam upaya meredam bencana iklim dunia.

Laporan "ringkasan untuk para pembuat kebijakan" setebal 30 halaman yang ditulis oleh lebih dari 1.000 ilmuwan itu, berisikan peringatan keras terhadap kondisi iklim global saat ini.

"Kita sudah mendekati titik tanpa harapan," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres pekan lalu, saat para diplomat dari 195 negara berkumpul di Interlaken, Swiss. Pada Minggu (19/03) malam, para delegasi yang kelelahan dan kurang tidur itu akhirnya merumuskan laporan terbaru itu, walaupun dua hari lebih lambat dari jadwal seharusnya.

"Selama beberapa dekade, IPCC telah memberikan bukti-bukti tentang bagaimana manusia dan planet ini diguncang oleh kerusakan iklim," tutur Guterres.

Kondisi iklim Bumi saat ini

Sejak laporan IPCC terakhir pada 2014, suhu permukaan rata-rata Bumi berada pada 1,2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Berdasarkan kondisi saat ini, Bumi akan menghangat hingga suhu  1,6 derajat Celsius. Penilaian ilmiah itu pun menetapkan bahwa dampak krisis iklim global saat ini terjadi lebih cepat dari prediksi dan berada pada tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya, termasuk badai tropis yang diperparah dengan naiknya permukaan air laut.

Pada tahun 2022, perubahan iklim secara kuantitatif mengakibatkan gelombang panas mematikan di Amerika Selatan dan Asia Selatan, bencana banjir besar di Nigeria dan Pakistan, serta kekeringan yang memecahkan rekor di Eropa Barat dan Amerika Serikat (AS), demikian menurut konsorsium Atribusi Cuaca Dunia (World Weather Attribution), yang terdiri dari banyak penulis IPCC.

Penelitian ilmiah dalam dekade terakhir juga telah menyoroti bahaya yang ditimbulkan oleh apa yang disebut sebagai titik kritis dalam tata iklim bumi, di mana di luar ambang batas suhu tertentu dapat menyebabkan hutan tropis di Amazon berubah menjadi sabana. Selain itu, dampak lainnya juga akan dirasakan oleh lapisan es di Greenland dan Antarktika Barat, di mana akan terjadi luapan air dalam volume besar yang dapat menaikkan permukaan lautan hingga beberapa meter.

Pertemuan IPCC

Sebagian besar perdebatan dalam pertemuan IPCC yang berlangsung selama seminggu itu berpusat pada solusi potensial, terutama tentang bagaimana proses cepat dekarbonisasi pada ekonomi global untuk menghindari dampak yang lebih buruk, ungkap para delegasi.

Di bawah Perjanjian Paris 2015, negara-negara global telah berjanji untuk secara kolektif membatasi pemanasan suhu Bumi "jauh di bawah" 2 derajat Celsius, dan di angka 1,5 derajat Celsius jika memungkinkan.

Laporan khusus IPCC tahun 2018 juga telah memperjelas bahwa target global harus lebih ambisius dari sebelumnya, yang merupakan jaminan untuk dunia yang lebih aman bagi iklim.

Beberapa negara juga telah menekankan perlunya penghentian penggunaan bahan bakar fosil secepatnya. Negara-negara itu mulai mengurangi jumlah permintaan konsumennya dan terus menkdorong potensi solusi teknologi hijau.

"Seiring berjalannya waktu, pertemuan-pertemuan IPCC menjadi lebih terpolitisasi terutama karena perwakilan pemerintah, walaupun tidak secara eksklusif, dari negara-negara penghasil minyak yang ikut campur dalam diskusi para ilmuwan," tulis jurnal Nature dalam sebuah editorial baru-baru ini.

Pencatatan Global

Di Interlaken, para negosiator dari Arab Saudi justru berjuang keras untuk menghapus atau melemahkan bagian-bagian yang menyoroti peran utama bahan bakar fosil sebagai salah satu faktor yang mendorong pemanasan global.

Para negosiator itu juga bersikeras menyeimbangkan diskusi dengan menyebutkan teknologi yang telah terbukti mengurangi emisi karbon dari pembakaran gas atau batu bara, seperti inovasi terbaru yang mampu menangkap dan menyimpan karbon.

"Negara-negara lain justru bersembunyi di belakang mereka, tetapi Saudi yang paling vokal," kata salah satu delegasi dalam diskusi tertutup tersebut.

Laporan ilmiah IPCC terbaru ini juga akan menjadi bahan untuk pertemuan konferensi iklim PBB pada bulan Desember mendatang di Dubai. Pertemuan itu sekaligus menjadi "pencatatan global" pertama untuk melihat kemajuan yang telah dicapai setelah perjanjian iklim Paris.

Laporan yang diluncurkan menjelang COP28 di Dubai ini akan menunjukkan kepada negara-negara global tentang ketgagalan komitmen mereka dalam memenuhi janji iklim di Paris, yakni salah satu tujuan utama dunia adalah mengurangi emisi global.

kp/hp (AFP)