1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB Kecam "Kebrutalan” terhadap Pengunjuk Rasa di Nigeria

22 Oktober 2020

PBB dan Uni Eropa mengecam tindakan keras terhadap pengunjuk rasa di Nigeria. Saksi mata mengatakan orang-orang bersenjata melepaskan tembakan ke kerumunan berisi lebih dari 1.000 warga di Lagos.

https://p.dw.com/p/3kGIF
Abuja, Nigeria
Foto: Kola Sulaimon/AFP/Getty Images

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuntut diakhirnya “kebrutalan” polisi di Nigeria pada Rabu (21/10), setelah Amnesty International melaporkan bahwa pasukan keamanan Nigeria menembaki dan membunuh pengunjuk rasa dalam eskalasi terbaru kerusuhan yang terjadi di sana selama dua minggu.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres mendesak “pasukan keamanan agar selalu bertindak dengan kendali maksimum” dan meminta para pengunjuk rasa “untuk berdemonstrasi secara damai dan menahan diri dari upaya kekerasan,” demikian disampaikan juru bicara Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan.

Guterres menyebut bahwa orang-orang bersenjata yang melepaskan tembakan ke arah para pengunjuk rasa pada Selasa (20/10) malam di Lagos menyebabkan “banyak kematian” dan banyak orang mengalami luka-luka.

Kepala PBB itu lantas mendesak pihak berwenang Nigeria untuk menyelidiki kekerasan dan “meminta pertanggungjawaban pelakunya”.

Gubernur Lagos awalnya mengatakan bahwa tidak ada korban jiwa yang tercatat akibat kejadian itu, namun kemudian ia mengatakan bahwa pihak berwenang tengah menyelidiki kematian satu orang.

Tembakan di kerumunan

Para saksi mata mengatakan bahwa para penyerang menembaki kerumunan berisi lebih dari 1.000 warga pada Selasa (20/10) malam. Dilaporkan hal ini dilakukan untuk membubarkan mereka setelah jam malam diberlakukan guna mengakhiri protes yang meluas atas kebrutalan polisi dan keluhan sosial yang telah mengakar.

Hal ini kemudian didukung oleh koresponden DW Afrika, Fanny Facsar, yang ikut terjebak dalam situasi kekerasan tersebut.

Dia mengatakan bahwa awalnya “para pengunjuk rasa damai” menyerukan diakhirinya aturan jam malam dan mengecam kebrutalan polisi, namun “dinamika di lokasi mulai berubah ketika orang-orang dengan pakaian kamuflase, pria bersenjata, tidak jelas apakah militer atau jenis pasukan keamanan Nigeria, muncul di lokasi dan mulai melepaskan tembakan, dan menembaki untuk beberapa saat. Situasinya kacau, sebuah kekacauan besar.”

Uni Eropa (UE) serukan keadilan

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrel pada Rabu (21/10) juga ikut mengutuk pembunuhan terhadap pengunjuk rasa dan menyerukan adanya keadilan.

“Sangat mengkhawatirkan ketika mengetahui bahwa beberapa orang telah tewas dan terluka selama protes yang sedang berlangsung terhadap Pasukan Khusus Anti-Perampokan [SARS] di Nigeria,” katanya.

“Sangat penting bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran itu dibawa ke pengadilan dan dimintai pertanggungjawaban”, tambahnya.

Sementara itu, Lagos tetap berada di bawah jam malam yang diberlakukan oleh kepolisian pada Rabu (21/10).

Gubernur negara bagian Lagos mengatakan bahwa 30 orang terluka dalam penembakan yang terjadi di gerbang tol di distrik Lekki saat protes berlangsung. Seorang pria dilaporkan meninggal dunia di rumah sakit karena pukulan di kepala, demikian menurut gubernur. Belum jelas apakah dia adalah bagian dari pengunjuk rasa atau tidak.

Sementara Presiden Muhammadu Buhari memohon akan adanya “pengertian dan ketenangan”, Amnesty International mengatakan bahwa pihaknya tengah menyelidiki “bukti kredibel tentang penggunaan kekuatan berlebihan yang menyebabkan kematian di antara pengunjuk rasa” di gerbang tol tersebut.

Atlet terkemuka ungkapkan rasa malu dan keprihatinan

Tokoh olahraga dunia turut menyuarakan dukungannya terhadap para pengunjuk rasa. Anthony Joshua, juara tinju kelas berat yang memiliki ibu orang Nigeria mengatakan bahwa “kekerasan dan pembunuhan itu mengerikan. Semua karena orang-orang mengatakan mereka ingin hidup dalam damai? Perubahan akan terjadi!  Sudah waktunya,” tulisnya di Twitter.

Secara terpisah, striker Manchester United (MU) Odion Ighalo mengatakan dia “malu” dengan pemerintah negaranya sendiri.

Ighalo merekam pesan video pada Selasa (20/10) malam setelah MU menang 2-1 atas Paris Saint-Germain di Liga Champions. Mantan pemain internasional Nigeria berusia 31 tahun itu merekam pesannya di lapangan di Parc des Princes di Paris.

“Saya sedih dan saya hancur. Saya bukan tipe orang yang suka berbicara tentang politik, tetapi saya tidak bisa diam lagi akan apa yang terjadi di kampung halaman saya di Nigeria. Saya akan mengatakan, pemerintah Nigeria – Anda adalah orang-orang memalukan bagi dunia, karena membunuh warga negara Anda sendiri, mengirim militer ke jalan untuk membunuh pengunjuk rasa yang tidak berbahaya, karena mereka memprotes hak-hak mereka? Itu tidak pantas,” katanya.

gtp/pkp  (AFP, Reuters)