1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Pasangan Asing Ditolak Masuk Jerman karena Kendala Bahasa

23 Maret 2023

Linda Wendt, warga negara Jerman, berjuang untuk membangun kehidupan di Jerman bersama suaminya. Namun ia tidak dapat pindah ke sini tanpa terlebih dahulu lulus tes bahasa.

https://p.dw.com/p/4P2kT
Moro dan Linda, pasangan asing yang ingin menetap di Jerman
Foto: privat

Linda Wendt dan Moro Diop* adalah sepasang suami istri. Tapi mereka menjalani kehidupan sehari-hari dengan jarak 4.755 kilometer atau sekitar 2.955 mil. Itu adalah jarak antara Jerman dan Senegal. "Cinta jarak jauh sangat sulit. Saya selalu merindukan istri saya, pagi, siang dan malam," kata Moro Diop.

Pada tahun 2020, Linda Wendt berlibur ke Mbour, Senegal bagian barat, tempat Moro Diop tinggal. "Kami bertemu dan jatuh cinta," katanya dalam sebuah wawancara melalui Zoom.

Linda, seorang mahasiswa, kemudian melakukan perjalanan ke Senegal sesering mungkin. Ia magang dan menghabiskan liburan semesternya di sana. Pada tahun 2022, pasangan ini menikah di kampung halaman Moro di Mbour, merayakannya bersama keluarga dan banyak tamu.

Moro dan Linda menikah di Senegal.
Moro dan Linda menikah di Senegal.Foto: privat

Pernikahan tanpa akhir yang bahagia

Syarat untuk mendapatkan visa tinggal bagi pasangan  menikah di Jerman adalah mencapai kompetensi bahasa Jermantingkat dasar dalam hal mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, yaitu sertifikat bahasa A1. Moro Diop menguasai bahasa Prancis dan telah bekerja selama bertahun-tahun sebagai pedagang. Pada awal tahun 2022 ia berhenti bekerja dan menghabiskan waktu beberapa bulan untuk mengikuti kursus bahasa Jerman yang diselenggarakan oleh Goethe Institut di ibu kota Senegal, Dakar.

Linda, yang bekerja sambil belajar, membayar biaya kursus bahasa, akomodasi, materi pembelajaran, les privat, dan koneksi internet. Keduanya menghemat biaya makan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ia menghitung bahwa kursus bahasa Jerman itu telah menghabiskan biaya sekitar 6.000 euro  setara dengan Rp98,4 juta dengan kurs 1 euro Rp16.400.

Moro Diop telah belajar bahasa Jerman selama 14 bulan, tetapi ia telah gagal dalam ujian A1 sampai tiga kali - dengan nilai 27, 37, dan 40. Nilainya terus membaik, tetapi ia belum mencapai 60 poin yang diperlukan untuk lulus. Ujian bahasa Jerman merupakan situasi yang sangat menegangkan bagi suaminya, kata Linda Went.

Kemudian ayah Moro sakit, dan dia harus menghidupi orang tua dan saudara-saudaranya. Seorang paman mendesaknya untuk berpisah saja dari istrinya, tapi dia terus belajar bahasa Jerman.

Moro telah belajar bahasa Jerman selama 14 bulan, tetapi dia gagal dalam ujian A1 sebanyak tiga kali.
Moro telah belajar bahasa Jerman selama 14 bulan, tetapi dia gagal dalam ujian A1 sebanyak tiga kali.Foto: Privat

Tidak ada sertifikat bahasa, tidak ada visa

Goethe Institut menjelaskan persyaratan tingkat A1: "Dalam ujian, Anda akan mendengar percakapan singkat sehari-hari, pesan telepon pribadi atau pengumuman publik melalui pengeras suara, dan menyelesaikan latihan yang berkaitan dengan hal tersebut. Anda akan mengisi formulir sederhana dan menulis esai singkat tentang situasi sehari-hari." Namun, jika seseorang tidak tinggal di Jerman dan tidak tahu apa-apa tentang kehidupan sehari-hari di sana, tidak mudah bagi mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hal itu.

Pada tahun 2021, tiga perempat peserta di Senegal gagal dalam tes bahasa tingkat A1 di Goethe Institut, hasil terburuk di antara 30 negara asal. Pada 2022, tingkat kegagalan mencapai lebih dari 50%.

"Setiap tahun lebih dari 10.000 pasangan asing tidak lulus ujian bahasa di luar negeri dan akibatnya tidak dapat bergabung dengan pasangannya yang tinggal di Jerman."

Karena itu, Partai Kiri yang beroposisi pada 2022 menuntut agar persyaratan sertifikat A1 yang diperlukan dapat diselesaikan setelah pasangan asing tiba di Jerman. Pada 2022, lebih dari sepertiga siswa dari 30 negara asal  gagal dalam tes A1. Tanpa sertigikat A1,  berarti tidak ada visa. Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan kepada DW bahwa setiap tahun, antara 8.000 hingga 10.000 permohonan visa untuk penyatuan pasangan ditolak atau ditarik kembali.

Bulan Desember lalu, pemerintah Jerman memutuskan untuk melonggarkan peraturan tersebut, namun hanya untuk tenaga terampil. Pasangan mereka dapat datang ke Jerman tanpa sertifikat bahasa.

Gulistan Yuksel anggota Bundestag dari partai Sosial Demokrat (SPD) mengatakan kepada parlemen bahwa peraturan untuk pasangan asing ke Jerman akan dilonggarkan dalam paket legislatif berikutnya: "Selama bertahun-tahun saya telah menerima surat dari orang-orang yang terpaksa tinggal terpisah dari suami atau istrinya karena persyaratan bahasa, terkadang selama bertahun-tahun. Saya yakin tidak seorang pun di ruangan ini yang ingin mengalaminya sendiri."

Swenja Gerhard, seorang pengacara dan konsultan mengatakan: "Beberapa hubungan hancur, dan beberapa orang hancur, karenanya." Dia menyerukan agar tes bahasa sebagai persyaratan datang ke Jerman dihapuskan.

Bagi orang yang tidak tinggal di Jerman dan tidak mengetahui kehidupan sehari-hari di sini, tidak mudah menjawab pertanyaan tentang Jerman.
Bagi orang yang tidak tinggal di Jerman dan tidak mengetahui kehidupan sehari-hari di sini, tidak mudah menjawab pertanyaan tentang Jerman.Foto: privat

Tekanan psikologis

Linda Wendt telah menulis buku tentang pengalamannya yang judulnya diterjemahkan menjadi "Di antara dua dunia". Sementara itu, ia telah menceritakan kisahnya kepada lebih dari 20 anggota parlemen dari partai-partai yang tergabung dalam pemerintahan koalisi Jerman. "Baik saya maupun suami saya mengalami tekanan psikologis yang luar biasa karena hal ini." Beberapa anggota parlemen dari Partai SPD dan Partai Hijau telah menyampaikan rasa prihatin dan menjanjikan perubahan.

"Tetapi tidak ada yang terjadi," kata Wendt kecewa. Baru-baru ini seorang anggota parlemen menulis surat kepadanya dan mengatakan bahwa paket undang-undang yang mencakup pasal baru tentang penyatuan kembali keluarga telah ditunda hingga paruh kedua tahun 2023.

Masalahnya, partai Liberaldemokrat FDP, partai ketiga dalam koalisi pemerintahan Jerman saat ini, yang masih menolak. Martin Gassner-Herz dari FDP mengatakan, alasannya adalah perlunya mencegah "pernikahan paksa" dan pernikahan jadi-jadian hanya untuk mendapatkan kenyamanan tinggal di Jerman. Itu sebabnya sekarang diberlakukan persyaratan tes bahasa. Partai-partai konservatif CDU dan CSU yang sekarang menjadi oposisi juga pernah menyampaikan argumen yang sama pada 2007. Selain itu, mereka mengatakan bahwa kompetensi bahasa akan memudahkan pasangan asing yang telah pindah ke Jerman dapat berkomunikasi dengan pihak berwenang secara mandiri tanpa bantuan pasangan Jerman mereka.

Namun Linda Wendt berpendapat, hingga kini tidak ada bukti yang dapat ditemukan bahwa persyaratan sertifikat bahasa sebelum masuk ke Jerman memang bisa mencegah pernikahan paksa, jadi "peraturan ini harus dicabut."

Aturan pengecualian

Jika Linda Wendt adalah warga negara Yunani atau Rumania, jika ia berasal dari Brasil, El Salvador, atau Korea, ia dapat membawa suaminya tinggal bersamanya tanpa harus lulus tes bahasa A1 lebih dulu. Hal yang sama berlaku bagi pasangan pengungsi yang sudah diakui, peneliti, wiraswasta atau orang yang berkualifikasi tinggi, dan yang terbaru adalah profesional yang terampil, karena Jerman saat ini mengalami kelangkaan tenaga terampil.

"Saya sangat marah kepada pemerintah," kata Wendt. "Lembaga pernikahan dijunjung tinggi di Jerman, tetapi saya dilarang menjalaninya." Pasal 6 Undang-Undang Dasar, konstitusi Jerman, menyatakan bahwa "Perkawinan dan keluarga berada di bawah perlindungan khusus tatanan negara." Orang Jerman tidak dapat dipaksa untuk tinggal di luar negeri karena hal itu.

Pada tahun 2012, hakim Pengadilan Administratif Federal Jerman memutuskan bahwa bukti kompetensi bahasa pasangan tidak diperlukan sebelum masuk ke Jerman untuk bergabung dengan pasangannya "jika, dalam kasus tertentu, upaya untuk menguasai bahasa tersebut tidak memungkinkan, tidak masuk akal, atau tidak berhasil dalam waktu satu tahun." Alasannya bisa karena sakit, cacat, atau kurangnya kesempatan belajar bahasa.

Diop sekarang sedang belajar secara intensif untuk ujian bahasanya yang keempat. Kalau tidak lulus lagi, dia tetap bertekad mengajukan permohonan visa, dengan alasan klausul kesulitan.

bh/hp

*DW menggunakan nama samaran dalam artikel ini, untuk melindungi privasi narasumber.

Artikel ini awalnya ditulis dalam bahasa Jerman.