1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menlu Jerman Kritik Rusia Soal Navalny di Sidang Umum PBB

30 September 2020

Rusia harus "berbuat lebih banyak untuk menyelidiki" kasus Navalny, kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas lewat pidato video di Sidang Umum PBB. Dia juga mendesak agar dunia kembali ke multilateralisme.

https://p.dw.com/p/3jCP4
Heiko Maas | Rede per Video | UN-Vollversammlung
Foto: UNTV/AP Photo/picture-alliance

Dalam sebuah pidato di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Selasa (29/9), Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan, peracunan tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny merupakan contoh "pelanggaran terhadap hukum internasional", khususnya larangan senjata kimia.

Menanggapi bantahan Kremlin atas keterlibatan dalam peracunan Navalny, Heiko Maas menyebut kasus itu sebagai "masalah bagi seluruh komunitas internasional".

"Saya meminta Rusia untuk berbuat lebih banyak guna menyelidiki kasus ini," kata Heiko Maas, dan menegaskan lagi bahwa Jerman "mitra-mitra kami" telah mengidentifikasi racun Novichok yang digunakan dalam peracunan Alexei Navalny.

"Kasus seperti ini harus memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, Uni Eropa berhak untuk menjatuhkan sanksi," tegasnya.

Heiko Maas berpidato di Sidang Umum PBB yang menandai ulang tahun ke-75 badan dunia itu. Dia juga berbicara mengenai tantangan global menghadapi pandemi corona. Dia menekankan, tanggapan dunia terhadap krisis corona membutuhkan "lebih banyak solidaritas, lebih banyak kerja sama dan lebih banyak keadilan."

Menlu Jerman minta PBB junjung multilateralisme

75 tahun lalu, setelah bangkit dari Perang Dunia II yang dipicu oleh Jerman, PBB menetapkan untuk menentang prinsip siapa kuat dia menang, dan" mempromosikan kekuatan hukum," kata Heiko Maas. Jerman bertekad menegakkan prinsip multilateralisme, misalnya dalam upaya bersama untuk mencegah gangguan iklim.

"Kita bisa mendengarkan suara para ilmuwan dan memperlakukan perubahan iklim sebagaimana adanya, yaitu ancaman terbesar bagi keamanan, kemakmuran, dan perkembangan di planet kita."

Seruan Sekjen PBB Antonio Guterres untuk gencatan senjata global selama masa kepemimpinan Jerman bulan Juli di Dewan Keamanan PBB sayangnya "tidak didengar," lanjut Heiko Maas dan menambahkan, ketidakpedulian seperti itu adalah "bencana bagi jutaan orang di wilayah perang dan wilayah krisis."

Kritik AS, Rusia, Jerman tetap optimistis

Menlu Jerman mengeritik posisi pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump dan pihak-pihak lain yang menurutnya berusaha "menghalangi pekerjaan lembaga seperti Pengadilan Kriminal Internasional."

Dia juga menuntut reformasi dan mengeritik hak veto di Dewan Keamanan yang menurutnya sering disalahgunakan oleh "mereka yang memblokir Dewan Keamanan [PBB] dengan hak veto, satu demi satu, dan mencegah reformasi yang sangat dibutuhkan dengan taktik penundaan yang terus-menerus diperbarui."

Perkembangan terakhir dalam hubungan antara Israel dan negara-negara Arab di Teluk memberi "dasar harapan", kata Heiko Maas. "Saya telah berdialog erat dengan rekan-rekan saya di Yordania, Mesir dan Prancis dalam beberapa pekan terakhir, dan kami setuju bahwa dinamika baru ini harus digunakan oleh para pihak untuk negosiasi baru yang kredibel tentang solusi dua negara."

Dia mendesak Palestina dan Israel untuk "membuat kompromi" dan menahan diri dari "langkah sepihak seperti aneksasi dan pembangunan pemukiman."

Di Suriah, Heiko Maas menyerukan "upaya internasional baru" untuk membawa perdamaian. Menlu Jerman juga menyinggung situasi di Ukraina.

"Negosiasi antara Rusia, Ukraina, Prancis, dan Jerman telah membantu mewujudkan gencatan senjata terlama" sejak konflik dimulai pada 2014, kata Maas, dan menciptakan dasar harapan untuk "solusi yang benar-benar permanen."

hp/vlz (dpa, afp, ap)