1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BencanaPakistan

Mengapa Pakistan Butuh Bantuan Atasi Bencana Iklim

11 Januari 2023

Pakistan adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana iklim yang disebabkan oleh pemanasan global, meski hanya bertanggung jawab atas kurang dari 1% emisi gas rumah kaca global.

https://p.dw.com/p/4LwRV
Warga Pakistan mengungsi akibat bencana banjir
Banjir di Pakistan, yang disebabkan oleh hujan monsun dan gletser yang mencair, menewaskan sedikitnya 1.700 orang dan menelantarkan sekitar 8 juta orang tahun laluFoto: Akhtar Soomro/REUTERS

Bagi Muhammad Bakhshal, seorang penduduk desa Chandan Mori di distrik Dadu di Pakistan Selatan, banjir besar yang melanda negara tersebut tahun lalu adalah bencana besar.    

"Saya belum pernah melihat curah hujan dan banjir seperti itu sepanjang hidup saya. Bahkan empat bulan setelah banjir, kami masih tinggal di pinggir jalan, di kamp-kamp sementara dekat desa kami," kata pria berusia 60 tahun itu kepada DW.

Banjir, yang disebabkan oleh rekor hujan monsun dan gletser yang mencair, menewaskan sedikitnya 1.700 orang dan membuat sekitar 8 juta orang mengungsi. Saat ini air sudah mulai surut.

Ternak adalah satu-satunya sarana penghidupan bagi Bakhshal. Tetapi setelah kehilangan dua lusin ternaknya akibat bencana alam, dia tidak memiliki penghasilan untuk bertahan hidup.

Jutaan rakyat Pakistan menghadapi situasi serupa

"Orang-orang masih tinggal di tenda-tenda di Sindh dengan akses terbatas ke makanan dan perawatan kesehatan. Anak-anak menderita malaria dan dilaporkan ada kematian," kata Mashooq Birhamani, seorang pekerja sosial yang mengambil bagian dalam upaya rekonstruksi di Chandan Mori, kepada DW.

"Di daerah tempat kami beroperasi, air masih menggenang dan masyarakat butuh bantuan," katanya.

Miliaran dolar dibutuhkan

Perdana menteri negara itu, Shahbaz Sharif, pada Senin (9/1), mendesak komunitas Internasional untuk memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan negaranya untuk mengatasi krisis kemanusiaan.

Berbicara dalam Konferensi Internasional di Jenewa, Swiss, yang diselenggarakan bersama oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Islamabad, Sharif mengatakan negaranya membutuhkan total $ 16,3 miliar (Rp 253,82 triliun) untuk pulih dari bencana, menambahkan bahwa negaranya hanya dapat mencakup setengah dari jumlah itu.

Sharif mengatakan negaranya akan membutuhkan 8 miliar dolar AS (Rp 124,57 triliun) selama tiga tahun ke depan dari negara lain.

"Konferensi di Jenewa bertujuan untuk mengumpulkan dukungan dan bantuan global bagi pemerintah dan rakyat Pakistan untuk rehabilitasi dan pemulihan sedini mungkin setelah negara itu mengalami salah satu bencana iklim paling menghancurkan di dunia dalam ingatan hidup," kata Menteri Federal Pakistan untuk Perubahan Iklim Sherry Rehman kepada DW.

Afia Salam, seorang aktivis lingkungan yang berbasis di Karachi, mengatakan bahwa permintaan Pakistan untuk miliaran dolar dalam bantuan iklim adalah permintaan besar.

Tetapi dia tetap yakin dengan kemampuan Islamabad untuk meyakinkan komunitas internasional tentang perlunya bantuan semacam itu, menunjuk pada peran Pakistan di garis depan upaya pada konferensi perubahan iklim tahun lalu (COP27) yang mengarah pada pembentukan dana "kehilangan dan kerusakan" untuk menutupi dampak bencana terkait iklim.

"Kita harus ingat bahwa tim yang sama di COP 27 inilah yang menunjukkan dampak bencana dari peristiwa iklim, melalui kejadian banjir Pakistan di tahun 2022 yang benar-benar mengakibatkan dampak kerugian dan kerusakan nyata," katanya.

"Semoga saja, mereka akan bisa mendapatkan bantuan sesuai dengan jumlah yang mereka tuntut meskipun nantinya bantuan itu diberikan secara bertahap," tambahnya.

Rentan terhadap perubahan iklim

Negara di Asia Selatan ini, dengan populasi terbesar kelima di dunia, bertanggung jawab atas kurang dari 1% emisi gas rumah kaca global, tetapi merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap cuaca ekstrem yang disebabkan oleh pemanasan global.

"Pakistan adalah negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Untuk rehabilitasi, kita tidak bisa menunggu, kita perlu mengatasinya, karena musim cuaca ekstrem lainnya bisa menghantam kita bahkan sebelum kita mulai membangun kembali dan merehabilitasi yang satu ini," kata Rehman.

Salam, sang aktivis lingkungan, menyerukan pendapat yang serupa. "Pakistan selalu berada di kelompok negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Masalah terbesar adalah kurangnya kapasitas penanggulangan dan pembangunan mekanisme respons, dan ke depan, pembuktian iklim negara, baik itu infrastruktur, pertanian, permukiman dan sebagainya," katanya.

Upaya bantuan global

Ahamd Rafay Alam, seorang pengacara lingkungan, mengatakan bahwa negara-negara seperti Pakistan tidak memiliki sumber daya ekonomi dan teknologi untuk mengatasi dampak perubahan iklim sendiri.

Itu sebabnya, kata dia, ada kebutuhan besar untuk upaya global. "Ini adalah panggilan kesadaran bagi dunia, kita perlu merancang kebijakan yang tangguh untuk menghadapi kehancuran seperti itu," kata Alam.

Pada hari Senin (09/01), para donor menjanjikan lebih dari $ 8 miliar (Rp 124,57 triliun) untuk membantu Pakistan dengan upaya pemulihan, kata Menteri Informasi Pakistan Marriyum Aurangzeb.

Jerman menjanjikan €84 juta (Rp 1,4 triliun) untuk mendukung Pakistan dengan upaya pemulihannya, sementara UE setuju untuk menyediakan €87 juta (Rp 1,46 triliun) dan Prancis €10 juta (Rp 167,44 miliar).

Sementara itu, Amerika Serikat menawarkan untuk memberikan tambahan $ 100 juta(Rp 1,6 triliun) untuk pemulihan banjir Pakistan, dan Bank Pembangunan Islam menjanjikan $ 4,2 miliar (Rp 65,47 triliun) selama tiga tahun ke depan. yas/yf (DW)