1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikKorea Utara

Korea Utara Kembali Uji Coba Rudal Balistik di Laut Jepang

11 Januari 2022

Untuk kedua kali dalam sepekan Korea Utara melakukan uji coba rudal balistik, yang dikhawatirkan mengemban teknologi hipersonik, dan mengancam sistem pertahanan udara konvensional milik Jepang dan Korea Selatan.

https://p.dw.com/p/45N4i
Peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara menjadi berita utama di Korea Selatan, 11/1.
Peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara menjadi berita utama di Korea Selatan, 11/1.Foto: Ahn Young-Joon/AP/dpa

Korea Selatan dan Jepang melaporkan Korea Utara menembakkan satu peluru kendali balistik dari daratan ke perairan di barat Jepang. Uji coba kali ini termasuk ke dalam program modernisasi militer yang digagas Kim Jong Un sejak 2021. 

Rudal dilaporkan terbang sejauh lebih dari 700 km di ketinggian maksimal 60 km, dan kecepatan 12.348 km/jam, atau 10 kali lipat kecepatan suara,” tulis Kantor Kepala Staf Gabungan (JCS) Korea Selatan, dalam keterangan persnya.

"Kami menganalisa bahwa rudal ini lebih canggih ketimbang rudal yang ditembakkan Korea Utara pada 5 Januari silam.”

Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, sudah memerintahkan jajarannya untuk memantau keamanan kapal dan pesawat di sekitar wilayah ujicoba. Namun hingga kini tidak ada kabar perihal gangguan atau kerusakan.

Daya jelajah peluru kendali generasi lama Korea Utara
Daya jelajah peluru kendali generasi lama Korea Utara

"Adalah sangat disesalkan bahwa Korea Utara terus meluncurkan rudal, bahkan ketika Dewan Keamanan PBB membahas reaksi terhadap uji coba sebelumnya oleh Korut,” kata Kishida.

Pekan lalu Korut menembakkan rudal ke perairan timur dan mengklaim berhasil mengujicoba teknologi penggerak roket hipersonik. 

Perlombaan teknologi militer

Teknologi ini memungkinkan rudal untuk terbang lima kali lipat lebih cepat ketimbang kecepatan suara, dan sebabnya menjadi ancaman terhadap sistem pertahanan udara konvensional. Rudal hipersonik juga sering disebut sebagai pembunuh kapal induk nomer satu.

Saat ini Rusia, Amerika Serikat dan Cina sedang berlomba untuk mengembangkan rudal hipersonik paling cepat. Rudal generasi terbaru itu dianggap sebagai elemen krusial dalam modernisasi alutsista di negara-negara adidaya nuklir.

Pekan lalu, Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan pihaknya meragukan kemampuan Korut untuk mengembangkan teknologi hipersonik, dan bahwa rudal yang diujicoba memiliki teknologi konvensional. 

Kim Dong-yub, Guru Besar Studi Korea Utara di Universitas Kyungnam, Seoul, menduga ujicoba rudal balistik oleh Pyongyang "diniatkan sebagai reaksi atas pernyataan Korsel yang mengklaim uji coba rudal oleh Korut tidak melibatkan teknologi hipersonik pada pekan lalu,” katanya.

Amerika Serikat sejauh ini sudah mengisyaratkan ingin melanjutkan perundingan damai dengan Korea Utara "di mana dan kapan pun,” tanpa syarat, tulis Gedung Putih baru-baru ini. 

Namun Pyongyang menolak negosiasi terbuka, selama AS belum menghentikan "kebijakan memusuhi.” Istilah ini sering digunakan untuk menyebut sanksi dan provokasi militer berupa latihan bersama antara AS dan Korea Selatan.

"Pyongyang sudah bertekad bulat untuk melancarkan perlombaan senjata melawan Seoul, dan memaksa Washington membagi fokus dengan Cina dan Rusia,” kata Leif-Eric Easley, Guru Besar Hubungan Internasional di Universtas Ewha, Seoul.

Menurutnya, perundingan tidak akan membuahkan proliferasi nuklir, mengingat bagaimana Kim Jong Un menggantungkan masa depan kekuasaannya pada penguasaan senjata nuklir.

rzn/hp (rtr,ap)