1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Ketika Aksi Teror Menguji Toleransi Antarumat Beragama

Hani Anggraini
1 April 2021

Serangkaian aksi teror jelang Paskah terjadi di beberapa daerah sehingga memicu perdebatan dan sikap saling menyalahkan. Namun, bagaimana jika ternyata aksi bom bunuh diri itu justru bisa mempererat hubungan antarumat?

https://p.dw.com/p/3rTyu
Polisi berjaga di Gereja Katedral Makassar
Polisi berjaga di Gereja Katedral Makassar (01/04)Foto: Nurdin Amir/DW

Tidak akan ada yang mengira aksi teror kembali menghantui masyarakat Indonesia. Kebahagiaan umat kristiani yang baru saja selesai menjalani ibadah misa Minggu Palma di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, terusik dan dirusak oleh aksi bom bunuh diri.

Setidaknya 20 jemaah menderita luka-luka. Orang-orang yang tidak berdosa kembali menjadi korban dari tindakan tafsir keagamaan yang sempit oleh pelaku LL dan EM. Lalu sebenarnya siapa yang harus disalahkan? Siapa yang harus bertanggung jawab atas insiden yang berulang seperti ini?

Terorisme adalah terorisme, ucap Romo Benny Susetyo. "Memang itu arahnya mau adu domba, tetapi dalam sejarah kita, teror itu tidak membuat retak hubungan antaragama, justru mempererat,” katanya kepada DW.

Pengamat terorisme Stanislaus Riyanta menyebut tidak sedikit yang menyalahkan agama tertentu atas insiden akhir pekan lalu. Namun, bukankah sudah sepatutnya masyarakat Indonesia sadar dan paham bahwa terorisme adalah musuh semua orang?

"Mengapa dia ledakan di Katedral? Supaya mendapatkan perhatian internasional. Jadi kita jangan terjebak dengan mereka, jangan takut dan khawatir berlebihan, tetapi bagaimana kita sekarang sadar betul bahwa terorisme musuh kemanusiaan, musuh setiap agama, dan kita sekarang tidak boleh lagi multi tafsir,” tambah pastor pengusung gerakan moral bangsa itu.

Takdir Kosmas bertemu pelaku teror bom

Dilansir dari detikcom, adalah Kosmas Balalembang, pengatur parkir di Gereja Katedral Makassar yang berjasa besar, dengan tegas menghadang motor pelaku serangan bom bunuh diri, agar tidak masuk ke areal gereja. Hari itu (28/03), Kosmas dihadapkan pada kejadian yang tidak akan dia lupakan seumur hidupnya.

Jika saja ketika itu dia tidak menghadang motor pelaku di depan gerbang gereja, kemungkinan besar insiden bom bunuh diri itu akan memakan lebih banyak korban.

Disebutkan di detik.com, sebelumnya tidak ada yang mengenal sosok Kosmas, selain keluarga, teman, dan tetangga yang tinggal di sekitar rumahnya. Pria berusia 51 tahun itu berprofesi sebagai karyawan tata usaha di salah satu SMP Katolik di Makassar.

Situasi terkini di depan Katedral Makassar, Sulawesi Selatan (01/04)
Situasi terkini di depan Katedral Makassar, Sulawesi Selatan (01/04)Foto: Nurdin Amir/DW

Informasi yang dihimpun dari detik.com menyebutkan, bapak satu anak itu ditugaskan Gereja Katedral Makassar untuk membantu mengarahkan parkiran hingga menjaga keamanan tempat ibadah, setiap hari mulai pukul 16.00 hingga 20.00 WITA. Dia dikenal sebagai sosok yang bertanggung jawab selama menjalankan tugasnya.

Pujian dan dukungan dari pejabat tinggi hingga masyarakat umum mengalir untuk aksi heroik yang telah dilakukan Kosmas. Berkat nyalinya, ratusan jemaah yang masih berada di dalam gedung dan sejumlah jemaah lainnya di area luar gedung terselamatkan.

Namun, akibat aksinya menghadang pelaku teror bom itu, Kosmas mengalami luka bakar yang cukup serius di bagian tangan dan badan.  Dikutip dari detik.com, kondisi terkini mengungkapkan lukanya berangsur pulih, tetapi masih membutuhkan perawatan intensif.

Peribahasa "apa yang kamu tabur, itulah yang kamu tuai” sesuai menggambarkan kondisi Kosmas saat ini. Atas jasanya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menawarkan anak Kosmas untuk menjadi polisi sebagai bentuk apresiasi karena telah melarang pasutri bomber masuk ke area dalam gereja.

"Iya (anak laki-laki Kosmas ditawari Kapolri menjadi polisi). Itu sebagai apresiasi Kapolri terhadap keberanian Pak Kosmas,” ujar Kapolda Sulsel Irjen Merdisyam (31/03). "Kalau saja tidak ada orang seperti Pak Kosmas itu ceritanya akan berbeda,” demikian informasi yang dihimpun detikcom.

Lagi-lagi rakyat jadi korban

Beberapa kelompok teroris seperti Jamaah Islamiyyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) diketahui merekrut anak muda sebagai calon teroris. Alasan utamanya adalah karena pengetahuan agama generasi muda umumnya masih rendah sehingga mudah dipengaruhi doktrin terorisme.

Menurut Romo Benny, perlu tindakan serius untuk mempersempit ideologi terorisme agar tidak berkembang di kalangan milenial. Peran masyarakat dibutuhkan untuk melawan ideologi tersebut dengan membangun sistem pengawasan sejak dini dan mengutamakan nilai kebersamaan dan persaudaraan.

“Korbannya siapa? Ya rakyat. Sekarang yang jadi korbannya itu anak-anak muda. Mengapa anak-anak muda? Karena dia labil, mereka mencari identitas, aktualisasi diri, kalau dia salah mencari gurunya dan salah menafsirkan teks tidak dalam konteksnya maka yang terjadi adalah orang mengalami yang disebut kultur kematian, yang dianggap sebagai jalan terbaik. Ini yang menghancurkan peradaban kemanusiaan,” ujar Romo Benny.

Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang berat. Pemahaman agama yang utuh, benar, dan lurus sangat dibutuhkan generasi muda. Mengingat paham radikal juga disebarkan melalui media sosial, Badan Intelijen Indonesia (BIN) menyebut anak-anak muda berusia 17-24 tahun menjadi sasaran utama kelompok teroris.

Bahkan berdasarkan survei BNPT, pengguna internet mengalami peningkatan selama pandemi COVID-19. Ada sekitar 80% generasi muda rentan terpapar radikalisme, karena cenderung tidak berpikir kritis.

Sejalan dengan hal tersebut, Romo Benny yang merupakan Staf khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menilai ideologi terorisme harus dilawan dengan counter wacana, ideologi Pancasila juga harus gencar disebarkan melalui media sosial. Perang melawan paham radikal dapat dilakukan melalui media sosial dengan menyediakan konten-konten terkait aktualisasi nilai Pancasila. “Konten-konten yang mengajarkan kebencian, intoleransi, permusuhan, harus segera diblokir dan harus ada patroli di media sosial. Para pegiat media sosial, aktivis, orang-orang yang mampu memviralkan dan memiliki kemampuan harusnya berperang menghadapi ideologi terorisme.”

“Kita membutuhkan kesadaran bersama dan pendidikan kritis dalam era digital ini, tanpa itu kita akan menghadapi situasi yang tidak menyenangkan seperti ini terus-menerus,” tambahnya.

Semoga damai menyertai semua umat

Luka dan trauma yang ditimbulkan bisa jadi sulit atau bahkan hilang dari pikiran para penyintas. Keinginan umat Kristen di seluruh Indonesia untuk merayakan hari Jumat Agung (02/04) kemungkinan sedikit banyak terpengaruh kejadian di Makassar.

Namun, pemerintah menjanjikan akan memberikan pengamanan terbaik untuk mengantisipasi aksi teror lanjutan. Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E. Zulpan, mengatakan pengamanan pada hari raya Paskah telah ditingkatkan dan melibatkan pasukan gabungan dari Polri, TNI, serta dibantu ormas setempat.

"Untuk Kota Makassar khususnya Katedral yang kemarin (28/03) terjadi insiden peledakan bunuh diri juga tetap melaksanakan ibadah Paskah. Jadi tidak ada penutupan,” ungkapnya saat diwawancarai kontributor DW di Makassar pada hari Kamis (01/04).

Pastur Gereja Katedral, Wilhelmus Tulak, memastikan kegiatan ibadah besok (02/04) akan tetap berlangsung. "Bahwa perayaan pekan suci yang memuncak pada malam Paskah yaitu hari Sabtu malam (03/04) dan hari Paskah, Minggu (04/04) akan tetap jalan sesuai dengan rencana.”

Romo Benny juga mengimbau bagi siapapun yang akan merayakan hari Paskah untuk tidak cemas beribadah di gereja. "Umat Kristiani tidak perlu takut dan khawatir. Tidak perlu takut, jalani kegiatan-kegiatan seperti biasa. Jangan takut, jangan khawatir, Tuhan beserta kita.”

(ha/na/as)/(Sumber tambahan: detik.com dan kontributor DW di Makassar).