1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTaiwan

Gara-gara Cina, Reformasi Legislatif di Taiwan Tuai Protes

22 Mei 2024

Parlemen Taiwan bergolak akibat rencana reformasi kekuasaan parlemen dari partai oposisi Kuomintang, yang dikenal lunak kepada Cina. Reformasi legislatif di Taipei dicurigai bisa mengubah Taiwan jadi serupa Hong Kong.

https://p.dw.com/p/4g8NS
Protes DPP di Parlemen Taiwan
Aksi protes anggota fraksi pemerintah dari Partai Demokratik Progresif di Parlemen TaiwanFoto: Sam Yeh/AFP

Ricuh di parlemen Taiwan mewarnai hari pertama sidang usai pelantikan Presiden William Lai Ching-te di ibu kota Taipei. Dalam sebuah sidang pada Selasa (21/05) kader partai pemerintah di fraksi Partai Demokratik Progresif, DPP, mengadakan protes menentang rencana reformasi legislatif yang diusulkan kedua partai oposisi, Kuomintang, KMT, dan Partai Rakyat Taiwan, TPP.

Kader DPP mengenakan ikat kepala bertuliskan "demokrasi telah mati," dan menuntut waktu tambahan untuk menegosiasikan naskah RUU. Dalam kisruh Jumat (17/05), anggota parlemen dari kedua partai bahkan terlibat baku pukul.

Reformasi tersebut diniatkan memperkuat kewenangan parlemen, yang sekaligus melemahkan kekuasaan eksekutif. Legislasi ini terutama akan berdampak pada masa jabatan Lai, yang oleh Cina pernah disebut sebagai seorang "separatis yang berbahaya."

Polemik soal Cina

Lai mengawali masa jabatan kepresidenan saat partainya DPP kehilangan mayoritas di parlemen dan kini bertengger di bawah KMT dengan 51 kursi berbanding 54 kursi. Adapun TPP menjadi minoritas kunci dengan delapan kursi.

KMT selama ini dikenal bersikap lunak kepada Cina, dan sebabnya mengundang kecurigaan ketika menggandeng TPP untuk meloloskan reformasi legislatif di era Lai.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Yang berdiri di mimbar bukanlah kader KMT atau TPP, melainkan Xi Jinping," kata anggota DPP Ker Chien-ming dalam sidang di parlemen, merujuk kepada presiden Cina. Ucapannya itu disambut teriakan "diam!" dari arah oposisi.

KMT sebaliknya menuduh DPP berusaha "menyebarkan rumor dan menggambarkan kami sebagai partai merah," merujuk pada warna Partai Komunis Cina, PKC. "DPP sedang menghasut populisme, dan aksi anti-reformasi yang mereka lakukan tidak punya dasar sama sekali," tandas juru bicara KMT Yang Chih-yu.

Rancangan reformasi tuai protes

"Proposal reformasi yang diajukan oposisi Taiwan akan sangat memperluas kekuasaan lembaga legislatif," kata Chang Hung-in, direktur Pantau Parlemen, organisasi nirlaba yang mengadvokasi pengawasan warga terhadap proses legislasi. Namun begitu, dia juga mendukung upaya memperkuat pengawasan parlemen terhadap eksekutif.

Tensions rise with China over US aid bill for Taiwan

"Menurut RUU yang baru, parlemen di Taipei nantinya bisa memanggil pejabat negara atau pelaku usaha untuk bersaksi di parlemen, tanpa adanya prosedur yang transparan," kata Chang, termasuk menghukum pejabat yang ketahuan memberikan kesaksian palsu. "Klausul ini berbahaya bagi kekuasaan adminstratif dan yudikatif," imbuhnya.

Proses sidang di parlemen pada Selasa (21/05) sempat dibayangi aksi demonstrasi ratusan orang yang menolak reformasi legislatif. Para demonstran menuduh KMT sedang bersekongkol dengan Cina "membunuh" demokrasi di Taiwan.

"Taiwan bukan lagi negara normal. Sebab itu saya takut bahwa demokrasi di Taiwan akan dikoyak, sebagaimana yang terjadi di Hong Kong," kata Amy Yang, salah seorang peserta protes kepada kantor berita Jerman, dpa.

"Butuh usaha yang besar dari banyak orang untuk mengakhiri 38 tahun UU Darurat Militer dan membangun negara demokrasi terbaik di Asia," kata Cheng Li-lin, seorang pensiunan. "Tapi sekarang, parlemen kami sedang melakukan serangan balik terhadap demokrasi," tukasnya. "Amandemen ini bisa mengubah parlemen menjadi sebuah entitas kediktatoran."

rzn/as (rtr,dpa)