1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kairo Masih Tegang

3 Februari 2011

Pendukung Presiden Mubarak, Kamis (03/01) pagi, menurut laporan saksi mata, kembali bergerak menuju Lapangan Tahrir di pusat kota. Mereka membawa senjata tajam dan pentungan untuk menyerang para demonstran anti-Mubarak.

https://p.dw.com/p/109tv
Militer Mesir menurunkan kendaraan panser diantara dua kubu yang bentrokFoto: dapd

Militer mengerahkan panser ke Lapangan Tahrir, untuk memisahkan kedua kelompok demonstran itu. Dari lapangan simbol aksi protes terhadap Presiden Mubarak itu masih terdengar suara tembakan.

Dalam aksi bentrokan antara kelompok pro dan anti-Mubarak, Rabu (02/02) malam hingga Kamis (03/02) pagi, dilaporkan sedikitnya tujuh orang tewas dan sekitar 1.000 orang cedera. Kelompok pro-Mubarak yang dimobilisir secara rapi dan bersenjatakan pentungan serta cambuk, menyerbu Lapangan Tahrir untuk menyerang para pemrotes.

Dunia terhenyak menyaksikan aksi yang mirip perang saudara di Kairo. Sekretaris jenderal PBB Ban Ki Moon mengecam keras serangan brutal terhadap aksi demonstrasi damai tersebut, "Saya sangat mencemaskan berlanjutnya kekerasan di Mesir. Saya sekali lagi mengimbau semua pihak untuk menahan diri. Setiap serangan terhadap demonstrasi damai tidak dapat diterima. Dan saya mengutuk keras tindakan itu."

Kecaman senada juga dilontarkan PM Inggris David Cameron dan Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle serta juru bicara Gedung Putih Robert Gibbs. Tanpa terpengaruh kecaman dunia internasional, media pemerintah di Mesir sebaliknya menuduh para demonstran anti-Mubarak yang melakukan aksi provokasi.

Para pengamat, yang menyaksikan aksi kekerasan Rabu (02/02)malam, meyakini para penyerang adalah kelompok militan yang dijuluki tukang pukulnya rezim Mubarak yang biasa dikerahkan untuk menekan lawan politiknya. Kelompok tukang pukul ini terutama digaji oleh anggota parlemen dari partai pemerintah NDP, untuk menyiksa dan memukuli pendukung kelompok oposisi dalam setiap pemilu. Kini kelompok bandit inilah yang dimobilisasi untuk menyerang para demonstran damai anti-Mubarak.

Sementara para demonstran anti-Mubarak juga menyebutkan, sejumlah polisi berpakaian preman bergabung dengan kelompok tukang pukul tersebut. Polisi inilah yang mula-mula melontarkan tembakan. Sedangkan militer hanya menyaksikan aksi kekerasan itu, dan tidak melakukan tindakan untuk mencegah pecahnya bentrokan.

Walaupun mengalami serangan kekerasan, sekitar 10.000 demonstran anti-Mubarak menyatakan akan tetap bertahan di Lapangan Tahrir. Motto mereka menang atau mati. Kelompok oposisi juga mendirikan tenda darurat dan memanfaatkan sebuah mesjid untuk merawat korban yang cedera.

Sementara itu, seorang pemimpin senior kelompok oposisi Ikhwanul Muslimin, Essam el-Erian, menyatakan, legitimasi rezim Mubarak sudah berakhir. Sebelumnya stasiun televisi Al Jazeera melaporkan, kelompok oposisi terbesar ini menuntut mundurnya Mubarak dan dilakukan pembentukan pemerintahan persatuan nasional, dengan mengikutsertakan semua kekuatan nasional.

Wakil presiden Mesir Omar Suleiman menurut laporan televisi pemerintah hari Kamis (03/02), memulai dialog dengan partai-partai poltik dan kekuatan nasional lainnya. Namun tidak dirinci partai mana saja yang diajak berunding.

Agus Setiawan/dpa/rtr/afp

Editor: Ayu Purwaningsih