1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mubarak Tidak Akan Calonkan Diri Lagi Sebagai Presiden

2 Februari 2011

Presiden Husni Mubarak menolak untuk segera mundur dari jabatannya. Rakyat Mesir tetap meneruskan demonstrasi mereka.

https://p.dw.com/p/109Gb
Foto: AP

Mesir masih terus bergolak. Harian liberal kanan Corriere della Sera yang terbut di Milan Italia mengomentari langkah yang dipilih oleh kepala pemerintahan Mesir di tengah-tengah kemarahan rakyatnya :

"Tentu Husni Mubarak melihat hilangnya peluang untuk menempatkan puteranya sebagai pengganti takhtanya. Tetapi ia melakukan sesuatu yang tidak mau ia lakukan selama 30 tahun. Mubarak menominasikan seorang wakil presiden. Yakni Omar Suleiman, seorang pria yang tidak hanya berpengaruh dalam militer, tetapi juga setia dengan rezim yang harus memastikan stabilitas di seluruh kawasan tersebut. Sang kepala negara memulai pencariannya setelah perkembangan realistis di Mesir hari Selasa lalu di tengah-tengah kekacauan - kekacauan yang tidak hanya berkaitan dengan tuntutan reformasi massa, melainkan juga dengan pihak-pihak yang akan mengemban tanggung jawab di masa depan."

Harian Spanyol El Mundo juga menulis tentang sikap yang diambil Mubarak :

"Mubarak harus mempertanggungjawabkan penjelasan kapitulasi rezimnya. Aksi massa yang luar biasa seharusnya bisa memaksa presiden Mesir untuk mengakui realita yang ada. Tidak ada gunanya, memperpanjang penderitaan rakyat di bawah rezim ini. Mubarak tidak lagi mendapat dukungan di negaranya. Militer memihak kepada rakyat, para pimpinan agama masih menutup diri. Kini adalah tanggung jawab sosok yang masih menjabat sebagai presiden untuk tidak merintangi solusi damai."

Le Figaro, harian Paris menyoroti reaksi Amerika Serikat atas demonstrasi yang masih terus terjadi di Mesir :

"Barack Obama secara terbuka menjaga jarak dari Husni Mubarak, dimana ia menuntut diadakannya masa transisi yang demokratis. Ini melemahkan diktator tua itu dan memaksanya untuk tidak mengajukan diri lagi sebagai calon presiden dan membuka jalan keluar bagi krisis tersebut melalui perundingan dengan oposisi di bawah pimpinan para jenderal. Sepaham dengan militer Mesir, yang setiap tahunya mendapat dana 1,3 milyar Dolar dari pemerintah di Washington, Pentagon menuntut Mubarak untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Politisi oposisi seperti Mohamed ElBaradei mulai dijalin kontak begitu juga dengan Ikhwanul Muslimin. Barack Obama sebenarnya cukup aktif dalam hal ini, walau mungkin tidak terlihat begitu jelas. Dalam beberapa hari ke depan, ia mempertaruhkan jabatannya di Kairo."

Terakhir, harian Tages-Anzeiger yang terbit di Zürich berkomentar tentang penilaian negara barat akan kejadian di Mesir :

"Kini Mesir disamakan dengan jatuhnya tembok Berlin, pecahnya Uni Soviet dan kebangkitan demokrasi di negara-negara blok timur. Namun, persamaan ini melupakan satu hal : Dulu "negara barat" berada di pihak yang benar. Yakni, di pihak rakyat, demokrasi dan pasar ekonomi bebas. Kini, Amerika Serikat, Uni Eropa dan juga Israel, yang selama ini adalah satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah, khawatir, tidak yakin, dan kehilangan kepercayaan terhadap masyarakat sipil Arab yang melawan rezim yang didukung milyaran Dolar oleh negara barat."

Vidi Legowo-Zipperer / dpa / afp

Editor : Hendra Pasuhuk