1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Otomotif dan Mobilitas

Jokowi Minta Ekspor Mobil 1 Juta di 2024, Mungkinkah?

Prihardani Ganda Tuah Purba
12 Desember 2019

Presiden Joko Widodo meminta angka ekspor otomotif nasional capai 1 juta unit pada 2024. Pengamat menyebut target ini 'realistis' asal ada kesamaan kebutuhan mobil dalam negeri dengan kebutuhan pasar global.

https://p.dw.com/p/3UgtV
Indonesien | Präsident Koko Widodo besucht Suzuki-Fabrik
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr

Presiden Joko Widodo meminta ekspor mobil  dari Indonesia mencapai 1 juta unit di tahun 2024. Hal ini disampaikan saat menghadiri acara pelepasan ekspor perdana kendaraan niaga Isuzu Traga di Kawasan Industri Suryacipta, Karawang Timur.

“Saya minta sampaikan kepada seluruh keluarga besar otomotif, tahun 2024 minimal 1 juta unit harus keluar dari Indonesia,” ujar Jokowi, Kamis (12/12).

Presiden menyebut sepanjang 2019 sektor otomotif Indonesia telah membukukan angka ekspor kurang lebih 300 ribu unit ke negara-negara lain. Lantas, mampukah Indonesia mencapai target ekspor ini?

Baca juga: Banyak Produsen Mobil Asing Hengkang, Mercedes-Benz Pilih Bertahan

“Bukan angka yang mustahil”

Kepada DW Indonesia, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Yohannes Nangoi menganggap ekspor 1 juta mobil “bukan angka yang mustahil”. Indonesia menurutnya memiliki kapasitas untuk mencapai hal tersebut.

Yohannes menyebut kapasitas produksi Indonesia di tahun 2019 mendapai 2,3 juta unit kendaraan, sementara diserap oleh pemakai lokal sekitar 1,1 juta unit dan diekspor sekitar 300 ribu unit.

“Berarti baru terpakai 1,4 juta masih ada 900 ribu lagi kapasitas pabrik kita yang mungkin bisa dimanfaatkan industrinya untuk ekspor,” kata Yohannes kepada DW Indonesia ketika dihubungi hari Kamis (12/12).

Lebih jauh, Yohannes menyebut dalam rangka mencapai keberhasilan ekspor, Indonesia terutama perlu melakukan 3 hal.

Pertama, dari segi kemampuan produksi, Industri otomotif menurutnya perlu memperbanyak model mobil yang dapat diterima oleh pasar dunia.

“Kita bikin model yang banyak, sedan ada, MPV-nya ada, SUV-nya ada, dan kualitasnya bagus dengan emisi gas buangnya bersih, ini tentunya bisa dicapai,” jelas Yohannes.

Kedua, Yohannes mengatakan perlu ada dukungan dari pemerintah untuk “membuka hubungan dagang sebanyak mungkin dengan negara-negara lain supaya bisa melakukan ekspor”.

Dan ketiga, menurutnya hal yang penting adalah dukungan dari "principal" atau para pemegang merk.

“Datangi yang namanya direksi dari principal kita di Jepang, di Korea. Kita datangi mereka dan bilang tolong jumlah negaranya diperbanyak. Saat ini Isuzu Traga misalnya cuma diekspor ke Filipina, tapi kalau ditambah dengan Vietnam, Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, tentu volume-nya bisa naik,” tuturnya.

“Kalau itu dilakukan, angka 1 juta bukan angka yang mustahil karena kapasitas kita punya,” tandasnya.

Baca juga:Jokowi Resmi Teken Perpres Mobil Listrik 

“Target optimis”

Pengamat Otomotif, Fitra Eri mengatakan, ada perbedaan struktur pajak di Indonesia dengan negara-negara lain di dunia yang membuat kebutuhan mobil dalam negeri dan luar negeri berbeda.

Fitra mencontohkan bahwa saat ini mobil jenis sedan tidak diminati di Indonesia karena tidak menguntungkan dari sisi pajak, berbeda dengan luar negeri yang justru menarik pajak ringan untuk mobil jenis sedan.

“Itu sedikit menghambat ekspor kita,” ujar FItra kepada DW Indonesia, Kamis (12/12).

Selanjutnya Fitra mengatakan perlu adanya penyamaan kebutuhan pasar dalam negeri dengan kebutuhan pasar global dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai basis produksi besar untuk pasar ekspor.

Target ekspor dari Presiden Joko Widodo dia nilai sebagai sebuah “target optimis” karena dibarengi dengan kebijakan pajak yang mendukung.

Baca juga: Indonesia Siap Menyongsong Era Kendaraan Listrik?

Pemerintah Indonesia sebelumnya telah mengeluarkan harmonisasi skema Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor di Indonesia dengan menghapuskan diskriminasi atas pengenaan pajak mobil berjenis sedan. 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang dikenai PPnBM, dasar pengenaan tarif PPnBM tidak lagi pada bentuk bodi kendaraan, melainkan besaran emisi gas buang atau efisiensi bahan bakarnya. Peraturan ini mulai berlaku pada 2021 mendatang.

“Orang akan lihat, sekarang mobil itu berubah peta harganya, sedan yang tadinya tidak menarik jadi lebih menarik sekarang. Nah, ketika permintaan meningkat maka produksi mobil juga akan meningkat,” kata Fitra.

“Ketika jenis yang diminati masyarakat itu mirip dengan jenis yang diminati oleh masyarakat luar negeri atau global, kemungkinan ekspor kita, atau menjadi basis produksi, lebih besar,” tambahnya.

Lebih jauh, Fitra mengemukakan bahwa kepercayaan investor untuk menentukan Indonesia sebagai basis produksi juga menjadi faktor besar dalam rangka mencapai keberhasilan ekspor.

“Principal atau pemegang merk itu lebih nyaman berinvestasi di Thailand, karena kebijakannya tidak berubah-ubah. Itu penting sekali: kepastian kebijakan,” kata Fitra.

“Tidak ada alasan untuk kita tidak lebih besar dari Thailand, tinggal bagaimana membuat investor itu percaya untuk menanam modalnya di Indonesia,” tambahnya.

gtp/hp (dari berbagai sumber)