1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumFilipina

ICC Buka Kembali Penyelidikan ‘Perang Narkoba’ Filipina

27 Januari 2023

Ribuan orang tewas dalam perang anti-narkoba selama masa jabatan mantan Presiden Rodrigo Duterte. Hakim ICC mengatakan pengadilan tidak puas dengan langkah-langkah yang diambil dalam penyelidikan oleh Manila sendiri.

https://p.dw.com/p/4Mla8
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengatakan bahwa mereka mengizinkan Jaksa Penuntut Karim Khan untuk melanjutkan penyelidikan terhadap perang melawan narkoba di ManilaFoto: Peter Dejong/AP Photo/picture alliance

Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court atau ICC) mengatakan pada Kamis (26/01), bahwa mereka telah mengizinkan pembukaan kembali penyelidikan atas pelanggaran hak asasi manusia di bawah kepemimpinan mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Ribuan orang tewas dalam tindakan keras anti-narkoba selama masa jabatan Duterte.

Pengganti Duterte, Presiden Ferdinand Marcos Jr., telah berjanji untuk melanjutkan perang Filipina melawan narkoba dan menolak bergabung dengan ICC.

Alasan investigasi dibuka kembali

Jaksa ICC Karim Khan meminta izin kepada hakim pada tahun lalu untuk mengaktifkan kembali penyelidikan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan antara November 2011 dan Maret 2019 terkait dengan tindakan keras di bawah pemerintahan Duterte.

Investigasi tersebut dihentikan pada tahun 2021 setelah Manila mengatakan telah meluncurkan penyelidikannya sendiri, dengan alasan bahwa ICC tidak lagi memiliki yurisdiksi.

Duterte telah menarik Filipina keluar dari pengadilan yang berbasis di Den Haag itu pada tahun 2019 setelah memulai penyelidikan awal terhadap tindakan kerasnya.

Panel hakim Mahkamah Pidana Internasional pada Kamis (26/01) setuju dengan Khan, bahwa penangguhan kepada otoritas Filipina "tidak dijamin."

"Berbagai inisiatif dan proses domestik, yang dinilai secara kolektif, tidak terhitung sebagai langkah-langkah investigasi yang nyata, konkret, dan progresif dengan cara yang cukup mencerminkan penyelidikan pengadilan," demikian temuan hakim.

Panel tersebut mengatakan bahwa Mahkamah Pidana Internasional "tidak puas bahwa Filipina sedang melakukan penyelidikan yang relevan yang akan menjamin penangguhan penyelidikan pengadilan."

Lebih dari 6.000 tersangka narkoba telah tewas dalam tindakan keras itu, demikian menurut pemerintah Filipina. Kelompok-kelompok hak asasi mengklaim jumlah korban jauh lebih tinggi dan menuduh penegak hukum bertindak dengan impunitas.

Duterte telah membela tindakan keras itu sebagai langkah "yang secara sah diarahkan terhadap gembong narkoba dan pengedar yang selama bertahun-tahun telah menghancurkan generasi sekarang, terutama kaum muda.''

Pada awal bulan ini, Menteri Dalam Negeri Filipina menuduh ratusan perwira tinggi polisi terlibat dalam perdagangan narkoba dan meminta mereka untuk mengundurkan diri.

yas/ha (AFP, AP, Reuters)