1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan Pengadilan

Duterte Tolak Bekerja Sama dalam Penyelidikan ICC

15 Juni 2021

Jaksa utama ICC telah meminta dilakukannya penyelidikan menyeluruh atas dugaan pembunuhan ribuan warga sipil di bawah kampanye ‘perang melawan narkoba’ Filipina. Duterte tidak akan pernah bekerja sama, kata jubirnya.

https://p.dw.com/p/3uv0h
Presiden Filipina Rodrigo Duterte
Presiden Filipina Rodrigo DuterteFoto: picture-alliance/AP/T. Lozano

Jaksa Utama Mahkamah Pengadilan Internasional (ICC), Fatou Bensouda pada Senin (14/06) meminta dilakukannya penyelidikan menyeluruh atas kejahatan terhadap kemanusiaan selama "perang melawan narkoba” di Filipina. Ini adalah aksi terakhirnya sebelum resmi pensiun minggu ini.

Bensouda meminta para hakim di satu-satunya pengadilan kejahatan perang permanen di dunia itu, untuk mengesahkan dilakukannya penyelidikan terkait tuduhan, polisi Filipina secara tidak sah membunuh puluhan ribu warga sipil dalam "perang anti-narkoba" antara 2016 dan 2019.

Filipina telah secara resmi menarik diri dari ICC pada tahun 2019, setelah pengadilan meluncurkan pemeriksaan pendahuluan terhadap aksi pemberantasan narkoba dari Presiden Rodrigo Duterte. Tetapi Bensouda mengatakan masih dapat menyelidiki kejahatan yang dilakukan saat Manila masih menjadi anggota ICC.

"Saya telah menentukan, ada dasar yang masuk akal untuk percaya, bahwa telah dilakukan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait pembunuhan … dalam konteks kampanye ‘perang melawan narkoba' pemerintah Filipina,” kata Bensouda dalam sebuah pernyataan.

"Informasi yang tersedia menunjukkan, anggota Kepolisian Nasional Filipina, dan lainnya yang bertindak bersama-sama dengan mereka, telah membunuh antara beberapa ribu dan puluhan ribu warga sipil secara tidak sah” selama periode penyelidikan,” tambahnya.

Kepala jaksa ICC Fatou Bensouda
Permintaan penyelidikan oleh Fatou Bensouda adalah aksi terakhirnya sebelum resmi pensiun pekan ini.Foto: picture-alliance/AP Photo/P. Dejong

Jaksa asal Gambia yang masa jabatannya berakhir Selasa (15/06) itu mengatakan, penyelidikan resmi di Filipina akan dilanjutkan oleh penerusnya, Karim Khan, yang berasal dari Inggris dan dilantik resmi pada jabatannya Rabu (16/06).

Duterte tolak bekerja sama dengan penyelidik ICC

Presiden Filipina Rodrigo Duterte "tidak akan pernah bekerja sama” dalam penyelidikan ICC atas perang negara melawan narkoba mematikan, kata juru bicara Duterte, Harry Roque, pada Selasa (15/06). Ia membranding proses penyelidikan tersebut "salah secara hukum”.

"Presiden tidak akan pernah bekerja sama sampai akhir masa jabatannya pada 30 Juni 2022,” kata Harry kepada wartawan, sembari menekankan bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi di Filipina, karena negara itu telah menarik diri dari mahkamah tsb.

Roque juga membantah temuan Bensouda, dengan mengatakan itu adalah "sebuah hinaan terhadap semua orang Filipina” karena seolah-olah mengatakan bahwa sistem keadilan di Filipina tidak berfungsi.

"Kami akan dibandingkan dengan negara-negara seperti Darfur, di mana tidak ada pemerintah yang berfungsi. Itu tidak benar,” tambahnya.

Penyelidikan ICC sebagai sebuah "langkah penting”

Saat mengumumkan akan menarik diri dari ICC pada tahun 2018, Duterte sempat mengeluarkan pembelaannya atas kebijakan penumpasan narkoba yang ia jalankan lewat pernyataan sebanyak 15 halaman. Presiden Filipina itu mengatakan,  hal itu "secara sah ditujukan kepada mafia narkoba dan pengedarnya yang selama bertahun-tahun telah menghancurkan generasi saat ini, khususnya kaum muda.”

Menurut data resmi, lebih dari 6.000 orang dilaporkan terbunuh dalam lebih dari 200.000 operasi anti-narkoba yang dilakukan sejak Juli 2016. Namun, kelompok-kelompok HAM memperkirakan angka kematian jauh lebih tinggi dari data resmi.

Banyak tersangka telah dimasukkan dalam "daftar pengawasan narkoba” oleh otoritas lokal. Saat mereka didatangi polisi, situasinya kerap berakhir dalam aksi penembakan maut yang diklaim petugas sebagai pembelaan diri.

Permintaan penyelidikan oleh Bensouda ini disambut positif oleh kelompok HAM Amnesty Internasional yang menggambarkan penyelidikan ICC sebagai sebuah "langkah penting”.

Diketahui, hakim di pengadilan kriminal global itu memiliki waktu 120 hari untuk mengeluarkan keputusan terkait permintaan Bensouda.

gtp/as (AP, AFP)