1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikKorea Utara

IAEA: Korut Kembali Jalankan Program Nuklirnya

30 Agustus 2021

Korea Utara dilaporkan kembali mengoperasikan reaktor dan laboratorium radiokimia di kompleks nuklir Yongbyon. Produksi plutonium yang diperlukan untuk senjata nuklir sudah dimulai sejak Februari silam, menurut IAEA.

https://p.dw.com/p/3zg0t
Citra satelit kompleks nuklir Yongbyon, Korea Utara, (27/7).
Citra satelit kompleks nuklir Yongbyon, Korea Utara, (27/7).Foto: Planet Labs Inc./AP/picture alliance

Laporan tahunan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyebut kompleks nuklir Yongbyon di utara Pyongyang sudah kembali diaktifkan. Fasilitas itu dilengkapi sebuah reaktor nuklir berkapasitas 5 megawatt dan selama ini digunakan untuk memproduksi plutonium.

"Sejak awal Juli 2021, ada sejumlah indikasi, termasuk pembuangan air pendingin, yang konsisten dengan operasi di reaktor," tulis IAEA dalam laporannya yang dirilis Jumat, (27/8). Plutonium adalah termasuk bahan baku utama untuk memproduksi senjata nukllir, disamping uranium.

Laporan itu mencatat, laboratorium radiokimia di Yongbyon tercatat aktif antara pertengahan Februari hingga awal Juli 2021. IAEA mengatakan periode operasi selaras pada tahun ini sudah selaras dengan prosedur yang lazim digunakan Korea Utara untuk membuang air pendingin yang telah terpapar zat radioaktif.

Laboratorium radiokimia digunakan untuk mengekstrak plutionium dengan mengolah ulang batang nuklir yang sudah tidak lagi digunakan di reaktor.

"Kelanjutan aktivitas nuklir Korut masih menjadi sumber kekhawatiran serius. Indikasi baru terkait beroperasinya reaktor 5 megawatt dan laboratorium radiokimia sangat mengkhawatirkan," tulis IAEA.

Giatkan nuklir, tawarkan kompromi

Lembaga PBB itu tidak memiliki akses ke Yongbyon atau fasilitas nuklir lain di Korea Utara, sejak diusir oleh Pyongyang pada 2009. IAEA mengklaim pihaknya menggunakan citra satelit dan informasi lain untuk memantau perkembangan program nuklir Korut.

Daya jangkau peluru kendali milik Korea Utara
Daya jangkau peluru kendali milik Korea Utara

Kompleks Yongbyon juga digunakan untuk memperkaya uranium, lapor IAEA. "Ada beberapa indikasi, setidaknya untuk satu periode tertentu, bahwa riam pemurnian tidak dioperasikan," meski IAEA mendeteksi adanya aktivitas lain di seputar gedung.

Sejauh ini tidak jelas seberapa banyak uranium murni atau plutonium yang berhasil diproduksi Korut di Yongbyon, atau lokasi penyimpanannya. Pada awal 2019, Kim Jong Un menawarkan kompromi untuk mempereteli program nuklir sebagai ganti atas pencabutan sanksi menyeluruh. Namun AS menolak karena konsesi yang diajukan Pyongyang hanya menyentuh separuh dari kapasitas nuklirnya.

Korut diyakini mengoperasikan sejumlah fasilitas lain untuk memperkaya uranium. Menurut laporan Korea Selatan pada 2018 silam, 

jiran di utara diyakini sudah berhasil memproduksi 20 hingga 60 hulu ledak nuklir. Prediksi serupa diajukan Pusat Penelitian Penghapusan Senjata Nuklir di Universitas Nagasaki, Jepang, pada 2020 silam.

Beberapa bulan lalu, Pyongyang mengancam bakal memperluas program nuklirnya jika AS tidak menghentikan "permusuhan" terhadap Korea Utara, yakni sanksi ekonomi dan kerjasama militer dengan Korea selatan. Awal Agustus silam, saudara kandung Kim Jong Un, Kim Yo Jong, mengatakan Korut akan meningkatkan "daya gertak absolut" untuk menanggapi ancaman AS.

Senin (30/8), Lee Jong-joo, juru bicara Kementerian Unifikasi Korea Selatan, mengatakan pihaknya memantau aktivitas nuklir Korea Utara bersama Amerika Serikat. Namun dia tidak menjelaskan apakah Seoul ikut mengamini laporan IAEA soal pengaktifan kembali reaktor nuklirnya.

rzn/hp (ap,afp)